Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menko Yusril Bilang Pemerintah Hormati Putusan MK Batalkan Presidential Threshold

Majelis hakim MK resmi menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen melalui putusan perkara 62/PUU-XXII/2024.

3 Januari 2025 | 07.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, usai jumpa pers di kantornya, kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 Desember 2024. TEMPO/Ervana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 2 November 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden karena menilai bertentangan dengan UUD 1945.

Sebelum dibatalkan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI, atau minimal 25 perden suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil Pemilu lima tahun sebelumnya. Dengan pembatalan itu, maka setiap parpol peserta Pemilu mendatang, berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas lagi.

Yusril menegaskan semua pihak, termasuk pemerintah, terikat dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun. Menurut dia, pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan. 

Yusril menyebut pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya.

"Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat", ucap Yusril. 

Menko Yusril menjelaskan, setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden itu, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029. 

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril. “Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya.”

Pada Kamis, 2 Januari 2024, majelis hakim MK resmi menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen itu melalui perkara 62/PUU-XXII/2024. Ketua MK Suhartoyo mengatakan norma pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 seluruhnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, aturan juga dnilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menambahkan, penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi dan secara nyata bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi Isra.

Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus