Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mengkampanyekan program Jeli, Inisiatif, Toleran, Ukur (JITU) pada masa pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 guna menghindarkan isu kekerasan perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, mengatakan, poligami yang dipraktikkan oleh sejumlah calon kepala daerah merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang mengancam hak-hak perempuan dan merendahkan posisi mereka dalam proses politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami dari Komnas Perempuan menyayangkan bentuk-bentuk kekerasan yang ditampilkan oleh calon kepala daerah, seperti praktik poligami serta narasi diskriminatif yang merendahkan perempuan dalam kampanye dan debat publik," kata Olivia melalui keterangan resminya, Jumat, 15 November 2024.
Dia mengatakan, pesta demokrasi seperti Pilkada 2024 tidak sepatutnya perempuan tidak boleh hanya dilihat sebagai objek yang dibicarakan atau dimanfaatkan, tetapi harus dihargai sebagai subjek dengan hak dan suara yang sama pentingnya.
Pentingnya peran KPU dan Bawaslu
Dalam hal ini, pihaknya juga menyoroti pentingnya pengawasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memastikan bahwa calon kepala daerah menggunakan narasi kampanye yang menghormati kesetaraan gender.
"Ini bukan sekadar urusan kampanye, tetapi menyangkut kepentingan publik. Penyelenggara harus mengawasi dan memastikan kampanye bebas dari narasi yang merendahkan perempuan, apalagi sudah ada PKPU yang mengatur soal kampanye" ujar dia.
Kampanye JITU yang sudah dijalankan sejak 2019 yang lalu itu, memiliki tujuan yang positif yakni mendidik masyarakat agar dapat memilih calon pemimpin yang memiliki komitmen pada pemenuhan hak asasi manusia dan hak konstitusional perempuan, berperspektif kebangsaan dan kebhinekaan.
Pihaknya menyebutkan program JITU juga banyak melibatkan jaringan masyarakat sipil di seluruh Indonesia untuk membantu pemilih mengidentifikasi calon yang benar-benar berkeadilan gender dan tidak melakukan kekerasan simbolik terhadap perempuan.
Berdasarkan data yang dibagikan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, dengan lebih dari 339.782 kasus dilaporkan pada 2023. Selain itu, kebijakan diskriminatif juga tercatat masih marak dengan 305 peraturan daerah yang dianggap merugikan hak-hak perempuan.
Dengan adanya kampanye JITU ini, Komnas Perempuan berharap pemilih di Pilkada 2024 lebih jeli dalam menilai calon kepala daerah, terutama terkait komitmen mereka terhadap isu kesetaraan gender dan hak perempuan.
"Kita perlu calon kepala daerah yang menghargai perempuan bukan hanya sebagai elemen masyarakat, tetapi sebagai subjek yang setara dalam demokrasi," ujarnya.
Pilihan Editor: Ragam Tanggapan soal Anies Dukung Pramono-Rano di Pilgub Jakarta