Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTARIKH 30 Juli 2021, surat yang diteken Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah ditujukan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Isinya mengenai usulan proyek strategis nasional di Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam warkatnya, Mahyeldi menyatakan telah menerima usulan proyek pembangunan pabrik petrokimia dan penyulingan dari Direktur Eksekutif PT Abaco Pasifik Indonesia. Ketua Partai Keadilan Sejahtera Sumatera Barat itu juga menjelaskan bahwa proyek tersebut akan menempati lahan seluas 30 ribu hektare di bekas area milik PT Sumber Surya Semesta. Mahyeldi menyatakan lahan itu tak menjadi sengketa alias clean and clear.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Katebelece Mahyeldi justru menimbulkan persoalan. Warga Air Bangis terancam kehilangan lahan akibat rencana proyek pabrik Abaco bersinggungan dengan lahan milik masyarakat. Karena itu, mereka berdemonstrasi di depan kantor Gubernur Sumatera Barat pada 31 Juli hingga 4 Agustus lalu.
Tiga hari kemudian atau Selasa, 8 Agustus lalu, Mahyeldi menggelar rapat di kantor Bupati Pasaman Barat. Dia berjanji mencari solusi atas proyek yang ia usulkan kepada pemerintah pusat. “Masyarakat tak akan diusir dan tetap bisa berkebun,” ujarnya di Lingkuang Aua, Kabupaten Pasaman Barat.
Sabtu, 5 Agustus lalu, demonstrasi warga Air Bangis berujung ricuh setelah polisi membubarkan aksi itu. Aparat menggulung 17 warga dan pendamping hukum. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono menyebutkan massa tak mengantongi izin demonstrasi. Dia juga menyatakan mereka melanggar aturan karena melibatkan anak-anak.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Indira Suryani justru menilai polisi telah bertindak represif saat menghadapi unjuk rasa warga Air Bangis. “Polisi mengabaikan jaminan perlindungan dan tak menghormati kemerdekaan berekspresi,” kata Indira.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, membenarkan kabar bahwa kantornya telah menerima usulan Gubernur Mahyeldi tentang rencana investasi Abaco. Namun Kementerian menilai proposal penanaman modal perusahaan itu belum meyakinkan. Di antaranya soal kebutuhan lahan untuk pabrik penyulingan dan petrokimia.
Masyarakat menunjukan lahan yang diduga akan dibangun Proyek Stategis Nasional (PSN) di Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Agustus 2023. Tempo/Fachri Hamzah
Seto menyebutkan pabrik petrokimia hanya butuh ratusan hektare lahan, tak sampai 30 ribu hektare seperti tertulis dalam surat Mahyeldi. Pembangunan pabrik penyulingan merupakan salah satu investasi yang rumit dan mahal sehingga hanya bisa dikerjakan oleh perusahaan bonafide. “Kami tak pernah menindaklanjuti usulan kalau profil perusahaan tak meyakinkan,” tutur Seto kepada Tempo, Jumat, 11 Agustus lalu.
Portofolio bisnis Abaco di Indonesia masih samar. Perseroan ini muncul dalam Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal yang diteken Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada Maret 2022. Dokumen itu menerangkan Abaco adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang berkomitmen membenamkan lebih dari Rp 21 kuadriliun atau setara dengan 45 kali anggaran total pembangunan Ibu Kota Nusantara senilai Rp 466 triliun.
Laporan Kinerja BKPM menuliskan alasan nilai komitmen investasi Abaco sangat besar, yaitu industri kilang membutuhkan modal yang besar dan teknologi tinggi. Tapi warkat Gubernur Mahyeldi kepada Luhut Binsar Pandjaitan memberi petunjuk bahwa Abaco tak sekadar membangun pabrik petrokimia. Mahyeldi menulis bahwa Abaco akan membangun bandar udara, kompleks perkantoran, apartemen, hingga pelabuhan.
Komitmen investasi jumbo tak membuat proposal Abaco disetujui pemerintah. Beberapa kali pemerintah menggelar rapat untuk membahas penetapan proyek strategis nasional. Salah satunya proyek milik Abaco. Tapi pemerintah belum mengegolkan rencana Abaco karena belum ada kepastian soal calon penyedia bahan baku minyak mentah.
Badan hukum Abaco tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Juni 2021 sebagai perusahaan penanaman modal asing. Dalam akta Abaco tercatat, para pendiri menyetorkan modal sejumlah Rp 22,62 triliun, ekuivalen dengan 2 juta lembar saham.
Sebanyak 1,8 juta lembar saham atau setara dengan Rp 20,36 triliun dikuasai Abaco Petroleum Inc. Perusahaan ini ditengarai bermarkas di Bahama, negara di Kepulauan Karibia yang menjadi salah satu negeri suaka pajak. Pemilik lain adalah pengusaha Emil Abbas dengan 200 ribu lembar saham senilai Rp 2,26 triliun. Anak Emil, Sri Indah Permata, menjadi direktur perseroan.
Emil diduga dekat dengan Gubernur Mahyeldi. Dia pernah mendampingi Mahyeldi saat menemui Duta Besar Qatar untuk Indonesia, Fauziya Edrees Al-Sulaiti, pada Maret 2022. Waktu itu Mahyeldi menjajaki peluang agar Qatar mau berinvestasi di Ranah Minang.
Hingga Sabtu pagi, 12 Agustus lalu, Mahyeldi tak merespons panggilan telepon dan menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo. Kepala Biro Administrasi Pimpinan Provinsi Sumatera Barat Mursalim enggan menanggapi kedekatan Mahyeldi dengan Emil. “Saya cuma bisa menjawab urusan pemerintahan, sedangkan hubungan itu urusan politik,” ujar Mursalim.
Abaco berkantor di lantai 13 gedung Palma One, Jakarta Selatan. Saat Tempo mengunjungi alamat tersebut untuk mengantar surat wawancara pada Kamis, 10 Agustus lalu, identitas Abaco tercatat di lantai 13 sebagai penyewa ruangan nomor 1302. Di lantai yang sama, International Islamic Education Council (IIEC)—yayasan pendidikan yang dikelola Emil—tertera sebagai pemilik ruangan 1304.
Walau identitas perseroan masih terpacak di Palma One, ruangan bernomor 1302 kosong, tanpa ada perabot kantor sama sekali. Pintu kacanya terkunci dan hanya ada selembar brosur yang tergeletak di dekat meja resepsionis. Ruangan IIEC yang berada di seberang Abaco pun melompong.
Petugas satuan pengamanan di lantai dasar menyebutkan Abaco hengkang dari Palma One saat pandemi Covid-19 merebak, tapi belum mengubah alamat resmi. Petugas ini lantas menunjukkan layar pariwara di lobi yang menawarkan ruangan 1302 dan 1304 untuk disewa.
•••
WARGA Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, tak hanya berselisih dengan pemerintah Sumatera Barat karena mengusulkan investasi PT Abaco Pasifik Indonesia. Masyarakat lokal juga berhadapan dengan sejumlah koperasi yang menguasai ribuan hektare perkebunan sawit. Antara lain, Koperasi Serba Usaha (KSU) Air Bangis Semesta dan Koperasi Serba Usaha Hutan Tanaman Rakyat (KSU HTR) Air Bangis Semesta.
KSU Air Bangis dibentuk untuk mengelola kebun plasma seluas 374 hektare dari PT Bintara Tani Nusantara. Tahun ini pengelolaan kebun KSU Air Bangis berpindah ke PT Hutan Rakyat Nusantara. Sedangkan KSU HTR Air Bangis memegang izin perhutanan sosial dengan skema hutan tanaman rakyat. Anggotanya lebih dari 1.500 orang. Keduanya mengelola area kebun yang terpisah.
Meski menguasai lahan yang berbeda, PT Hutan Rakyat Nusantara dan KSU HTR Air Bangis saling terkait. Titin Suharni sempat tercatat sebagai Komisaris Utama PT Hutan Rakyat yang menguasai 1.900 lembar saham perseroan, ekuivalen dengan Rp 1,9 miliar. Titin juga didapuk sebagai Ketua KSU HTR Air Bangis.
Dimintai konfirmasi pada Kamis, 10 Agustus lalu, Bendahara KSU HTR Air Bangis Efif Syahrial membenarkan kabar bahwa Titin juga menjabat komisaris utama di PT Hutan Rakyat. Menurut dia, Titin mau bergabung dengan koperasi itu karena diminta para pengurus. “Mereka ingin orang besar yang memimpin koperasi ini,” kata Efif.
Titin tak menanggapi pertanyaan yang dikirim ke nomor telepon selulernya hingga Sabtu, 12 Agustus lalu. Tempo juga berupaya mendatangi rumahnya di Jalan Pasir Putih Raya, Kecamatan Koto Tangah, Padang—sebagaimana tercatat di akta perusahaan. Griya bercat merah itu tampak kosong. Masyarakat sekitar juga tak ada yang mengenal Titin.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat Wengki Purwanto bercerita, masyarakat Air Bangis awalnya memanfaatkan kebun yang mereka punyai dengan menanam palawija, cokelat, dan cengkih. Komoditas sawit kemudian populer sehingga perkebunan kelapa sawit juga meluas di Air Bangis.
Kebutuhan kebun sawit yang tinggi mendorong perusahaan dan koperasi memperluas konsesi yang dimiliki. Tak terkecuali KSU HTR Air Bangis. Koperasi ini mengajukan permohonan izin perluasan hutan tanaman rakyat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada September 2021 sebesar 15.250 hektare.
Menurut Wengki, perluasan izin itu berpotensi tumpang-tindih dengan area perkebunan milik masyarakat yang tak menjadi anggota koperasi. “Konflik selalu muncul,” tuturnya.
Kondisi Jorong Pigogah Pati Bubur, Nagari Air Bangis, usai dipulangkan Polda Sumbar, Pasaman Barat, 5 Agustus 2023. Tempo/Fachri Hamzah
Ibrahim Munthe, warga Air Bangis, mengaku sudah lama menggarap kebun di sana. Namun, pada 2016, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat mengklaim bahwa lahan masyarakat berada di dalam kawasan hutan produksi yang tak boleh dirambah warga. Batas kawasan hutan produksi itu pun tak jelas sampai sekarang.
Menurut Ibrahim, kaburnya garis batas hutan produksi membuat masyarakat khawatir saat berkebun. Sebab, ada petani yang pernah ditangkap karena dituduh memanen di dalam kawasan hutan produksi. “Belum jelas soal batas, kini datang masalah proyek strategis nasional,” ujar Ibrahim.
Warga Air Bangis lain, Guntur, mengaku datang ke sana pada 1996. Dia berasal dari Rantau Prapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Sepanjang mata memandang, kata Guntur, wilayah Air Bangis masih berupa hutan lebat.
Mencari nafkah, Guntur dan puluhan keluarga rantau menggarap lahan di sana. Dia berupaya mencari pemilik tanah, tapi tak pernah menemukannya. Menggarap lahan selama hampir tiga dekade, Guntur tak pernah dipersoalkan siapa pun. Namun dia terancam kehilangan lahan karena rencana proyek strategis nasional di Air Bangis. “Padahal kami yang membuka lahan ini,” ucap Guntur.
Area perkebunan KSU HTR Air Bangis kini dijaga polisi. Sekitar 20 personel Brigade Mobil berjaga di dekat peron koperasi. Ini adalah tempat khusus untuk menampung dan menjual buah sawit. Aparat mendirikan bivak di sana dan tak satu pun petugas menenteng senapan laras panjang.
Seorang warga Air Bangis menyebutkan puluhan polisi menjaga kebun KSU HTR Air Bangis sejak akhir 2022. Menurut dia, warga awalnya tak mau menjual hasil kebun mereka ke peron milik koperasi. Setelah polisi berjaga, ada penduduk yang dipaksa menjual sawitnya ke koperasi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Barat Komisaris Besar Dwi Sulistyawan mengatakan anggota Brimob hadir di lahan milik KSU HTR Air Bangis untuk menjaga keamanan. “Biar tak ada konflik dengan masyarakat,” ujar Dwi.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mendesak pemerintah mengevaluasi rencana proyek strategis nasional dan kepemilikan lahan di Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat. Menurut dia, proyek itu mengancam hak atas tanah dan lingkungan hidup yang bersih. “Proyek itu tak boleh dipaksakan,” kata Usman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fachri Hamzah dari Padang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul" Huru-hara Setelah Katebelece"