Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Massa Aksi 22 Mei di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terlibat bentrok dengan polisi. Kericuhan ini berawal ketika massa pengunjuk rasa dari Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat akan berjalan pulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekumpulan pengunjuk rasa kemudian memprovokasi polisi dengan menyanyikan lagu yang menyindir keberpihakan polisi dalam pemilu. "Pak polisi tugasmu mengayomi, Pak Polisi jangan ikut kompetisi," seru demonstran di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Mei 2019.
Sekitar pukul 18.20, lempar dari kerumunan massa sudah mengarah ke blokade polisi anti huru-hara. Selain itu, massa juga mulai menembakkan mercon dan petasan ke arah polisi dan Kantor Bawaslu.
Salah satu pimpinan pengunjuk rasa, Bernard Abdul Jalal mencoba menenangkan massa dengan memperingatkan dari atas mobil komando. "Aksi kita, aksi damai, tenang karena risiko besar seperti kemarin, saat tujuh orang teman kita menjadi mujahid," ujar Bernard.
Massa semakin brutal dengan mulai membakar beberapa benda di pintu samping kantor Bawaslu. Lemparan dan mengarahkan kembang api ke arah kantor Bawaslu. Terdengar suara teriakan bakar dari arah kerumunan yang mengarah ke Pasar Tanah Abang. Nyala api semakin membesar yang berada di sekitar pagar Bawaslu.
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Komisaris Besar Harry Kurniawan meminta tolong kepada pimpinan aksi yakni Bernard dan koordinator lapangan Jumhur Hidayat untuk menenangkan massa. "Tolong Pak Bernard, Pak Jumhur kami juga rakyat, wartawan sampai ada yang kena batu ini, kasian mereka," ujar Harry melalui pengeras suara.
Sebagian massa kemudian mencoba memadamkan api yang sudah mulai membesar. Kondisi sempat tenang. Pukul 19.00, Bernard mencari Jumhur yang tidak berada di atas mobil komando. "Karena Korlap sudah tidak berada di mobil komando, sekarang mobil komando harus mundur," kata dia.
Massa Aksi 22 Mei tetap bertahan di Jalan Thamrin dan kembali menyanyikan lagu-lagu. Beberapa mencoba menggoyang pembatas kawat duri dengan melapisi terpenuhi dahulu dengan spanduk. Sampai saat ini massa masih bertahan di Jalan Thamrin.