Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kopra, Atau Ke Pabrik?

Sejak muncul pabrik-pabrik minyak kelapa timbul masalah persaingan antara pabrik dengan pedagang pengumpul kopra yang merasa terpukul, karena petani lebih senang menjual kelapa langsung ke pabrik. (dh)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETANI kelapa di Sulawesi Utara boleh merasa senang. Tapi dapat juga sebaliknya. Senang karena sejak bebarapa waktu lalu di daerah ini terdapat tidak kurang dari 4 buah pabrik minyak goreng. Ini berarti para petani kelapa dan langsung menjualnya kepada pabriknya melalui KUD. Tanpa harus memprosesnya: menguliti membelah memanggang mencungkilnya dari tempuru memanggang lagi memanggang terakhir kali sebelum berujud kopra memotong dan mengarungkannya. Sebelum ada pabrik-pabrik tadi kerjaan ini selalu diborongkan kepada pihak lain. Kemudian menjualnya kepada para pedagang pengumpul kopra. Pedagang inilah yang mengantarpulaukanya ke pabrik-pabrik minyak goreng di Surabaya misalnya. Dengan menjual langsung biji kelapa ke pabrik petani hanya perlu ongkos memetik. Bila melalui KUD sebiji kelapa berikut airnya berharga Rp 42 per kg dan Rp 57 per kg tanpa air. Keuntungan petani dengan adanya pabrik-pabrik tadi bukan saja dari segi waktu yang biasanya menghabiskan 10 hari untuk memprosesnya sehingga menjadi kopra. Tapi tentu juga harga. Untuk mendapatkan 1 ton kopra diperlukan sekitar 4.000 butir kelapa. Menurut harga terakhir dari 1 ton kopra ini si petani mendapat hasil Rp 150.000. Jika ini harus dipotong dengan pihak pengolah (hingga menjadi kopra) berarti jumlahnya harus dibagi dua. Tapi dengan menjual kelapa langsung ke pabrik atau KUD si petani langsung mendapat Rp 168.0000 bersih untuknya sendiri. Dengan keadaan baru itu tentu ada pihak yang terpukul. Yaitu para pedagang pengumpul kopra dan tempat pengolahan kopra. Karena itu ketika awal Maret lalu Bupati Minahasa memerintahkan agar pabrik minyak kelapa milik Murni Jaya di Teep (Kecamatan Tenga) disegel tak sedikit kalangan yang mengaitkannya dengan persaingan antara pihak pabrik dengan pedagang pengmpul kopra. Tapi menurut Sekwilda Kabupaten Minahasa drs. Sarundayang, persoalannya hanya karena pabrik itu belum memiliki izin bangunan. A. Karaseran direktur pabrik itu mengakui soal izin bangunan tadi. Tapi setelah izin itu diurus pabrik telah diperkenankan beroperasi lagi akhir Maret lalu. Ke Cara-cara Lama? Masih berkaitan dengan kemungkinan persaingan antara pabrik dengan para pedagang pengumpul kopra adalah beredarnya desas-desus di beberapa daerah bahwa mereka yang menjual biji kelapa langsung ke pabrik berasal dari hasil curiam Penyitaanpun telah terjadi beberapa kali terhadap biji-biji kelapa yang sedang diangkut untuk dijual ke pabnk. Akibatnya segera terlihat: para petani mulai takut menjual biji kelapa ke pabrik secara langsung. Maka beberapa tempat pengolahan kopra pun hidup lagi. Para pedagang pengumpul kopra juga mulai tersenyum. Petani sekarang lebih merasa aman menempuh jalan lama ini. Sebab mereka toh umumnya sulit membuktikan apakah biji kelapanya memang berasal dari kebun sendiri atau hasil tadahan dari beberapa orang pencuri. Yang pasti menurut Sarundayang di meja Bupati Minahasa bertumpuk laporan tentang adanya pencurian kelapa itu. Tapi apakah dengan demikian berarti para petani kelapa akan kembali ke cara-cara dulu juga?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus