Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pukat Harimau, Setelah Berbagai SK

Gubernur Sum-Ut, Tambunan mengeluarkan SK baru mengenai surat izin operasi kapal penangkap ikan yang dianggap sebagai penyempurnaan SK. no 848/1977 di mana semua pengurusan izin di pusatkan di propinsi.(dh)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH untuk menertibkan pukat harimau bulan lalu Gubernur EWP Tabunan mengeluarkan SK baru. Isinya menetapkan pengurusan surat izin operasi kapal penangkap ikan kecil (di bawah 3 ton) cukup diurus pada Dinas Perikanan Kabupaten. Ukuran di atas itu (yang banyak mengenai pukat harimau) tetap di tangan instansi tingkat propinsi. Ketentuan ini boleh dianggap sebagai penyempurnaan SK no. 848 yang dikeluarkan akhir 1977. Dalam SK Gubernur Marah Halim (ketika itu) semua pengurusan izin operasi kapal nelayan dipusatkan di Dinas Perikanan Propinsi. Akibatnya para nelayan yang nun jauh di pantai sana harus menyerahkan nasib pengurusan surat-suratnya kepada para calo. sukan saja biaya tak sedikit harus keluar tapi juga yang namanya izin itu bertele-tele. Dan nelayan banyak nganggur sementara menunggu surat izin. Meskipun demikian tak dapat dimungkiri bahwa SK 848 itu sedikit banyak telah menggusur pukat-pukat harimau yang selama ini menguras rezeki nelayan kecil di perairan Sumatera Utara. Sebab SK menyebutkan terhadap pukat harimau dilakukan penelitian secermat mungkin sebelum diberi izin. Maka pukat-pukat ganas itu banyak yang nganggur atau lari mencari sasaran di tempat lain. Dan lebih-lebih setelah SK itu disempurnakan Gubernur Tambunan belum lama ini. Sebab lautan yang lama sepi setelah SK 848 itu ternyata memberi kesempatan isi laut bertumpuk. Sehingga begitu para nelayan kecil mendapat izin beroperasi lagi sejak bulan lalu mereka sendiri terkejut melihat hasil yang didapat. Masih Lambat Akhir Maret lalu misalnya sebuah perahu nelayan berukuran « ton dengan 3 orang awak telah menjadi tontonan nelayan lainnya di Desa Bagan Asahan. Perahu bermotor itu sarat dengan hasil tangkapannya sebanyak 200 kg udang kelong -- jenis udang ekspor dengan harga Rp 3.500 per kg. Menurut Hubban Ali (55 tahun) pemilik perahu ini adalah hasilnya yang luar biasa banyaknya. Belum pernah terjadi selama 17 tahun ini kata Hubban selama musim pukat harimau paling-paling kita hanya dapat 3 kg udang kelong. Tapi semua itu tak berarti pukat harimau telah bersih dari perairan daerah ini. Di pantai Asahan misalnya menurut Djamal S. Pane ketua BP3H (organisasi lokal yang tak jemu-jemunya mengganyang pukat harimau) masih terdapat sekitar 30 buah pukat harimau. Tentu saja liar. Dan beroperasi hanya pada malam hari karena belum mengantongi izin sesuai dengan SK 848. Meskipun begitu menurut Djamal kehidupan nelayan kecil di wilayahnya pelan-pelan menunjukkan kemajuan. Ia menunjukkan contoh akhir-akhir ini di Asahan tak kurang dari 500 buah sampan nelayan kecil sudah memakai mesin. Keadaan serupa terjadi pula di Tanjung Tiram. Menurut Syarif Anwar Ketua BUUD setempat tak kurang dari 200 nelayan kecil telah memiliki perahu bermesin. Meskipun jumlah ini sudah dianggap lumayan tapi jika ditilik bahwa di sini terdapat 3.000 nelayan motorisasi lewat BUUD itu nilai masih lambat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus