Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

KPA: Proses Validasi Sertifikat Tanah Elektronik Bisa Perparah Konflik Agraria

Dewi menyebut titik kritis dari proses implementasi sertifikat tanah elektronikmenimbulkan pertanyaan. Misalnya, bagaimana validasi itu dilakukan.

4 Februari 2021 | 13.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika (kanan) menyampaikan keterangan pers usai memberikan laporan progres tinjauan evaluasi kebijakan reforma agraria pemerintahan Presiden Joko Widodo ke Ombundsman RI di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Seninm 4 Maret 2019. Dari pelaporan itu Ombudsman menyatakan reforma agraria selama 4 tahun jalan di tempat dan masih belum sesuai dengan terget yang ditetapkan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan proses validasi sertifikat tanah elektronik berpotensi memperparah konflik agraria.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Proses semacam ini berpotensi memperparah konflik agraria, mengukuhkan ketimpangan dan monopoli tanah oleh badan usaha swasta dan negara," kata Dewi dalam keterangannya, Kamis, 4 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dewi menjelaskan, dari sisi proses, implementasi digitalisasi sertifikat tanah akan dimulai dari tanah pemerintah, kemudian badan usaha yang akan ditarik, lalu divalidasi dan disimpan dalam sistem file elektronik dan bisa dicetak di mana saja oleh pemilik saat dibutuhkan.

Menurut Dewi, titik kritis dari proses semacam ini menimbulkan pertanyaan. Misalnya, bagaimana validasi tersebut dilakukan. "Apakah secara sepihak oleh BPN dan pemohon institusi pemerintah serta badan usaha? Bagaimana posisi masyarakat dalam validasi tersebut, sebab tanah-tanah yang sudah bersertfikat tersebut banyak yang bermasalah," katanya.

Baca: KPA Catat 9 Konflik Agraria Terjadi Selama Masa Pandemi Covid-19

Jika tidak sesuai ukuran, tumpang tindih, dan sedang bersengketa di pengadilan, sementara sistem antar instansi seperti pengadilan belum terhubung. Dewi mengatakan, proses ini juga rentan bagi rakyat.

"Banyak sertifikat badan usaha merupakan wilayah-wilayah konflik agraria struktural dengan rakyat, yang seharusnya justru dituntaskan lebih dahulu konfliknya, dilepaskan dari klaim pemerintah dan badan usaha," kata dia.

Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil sebelumnya menerbitkan Peraturan Menteri tentang Sertifikat Tanah Elektronik. Rencana peraturan ini akan menarik semua sertifikat asli dan digantikan sertifikat elektronik.

FRISKI RIANA

Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus