Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK tengah menyeleksi para koruptor untuk dilibatkan dalam pendidikan antikorupsi.
KPK hendak menjadikan pengalaman para koruptor untuk menyadarkan penyelenggara negara dan masyarakat.
Rencana KPK memberi panggung kepada para koruptor dianggap salah kaprah dan mendegradasi upaya pemberantasan korupsi.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggandeng narapidana kasus korupsi untuk memberikan pendidikan antikorupsi kepada masyarakat. Saat ini KPK tengah menyeleksi para koruptor yang dianggap layak mengikuti program tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati Kuding, mengatakan program ini merupakan bagian dari upaya lembaganya meningkatkan pencegahan korupsi melalui pendidikan antikorupsi secara komprehensif. Salah satu caranya, kata dia, adalah melibatkan koruptor untuk mendidik masyarakat. KPK melibatkan narapidana korupsi karena lembaga ini beranggapan semua elemen masyarakat punya kesempatan berperan dalam pemberantasan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Narapidana korupsi ini akan diminta memberikan testimoni tentang pengalamannya selama menjalani proses hukum, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun dalam kehidupan sosialnya," kata Ipi, kemarin.
Ia menjelaskan, pengalaman pahit para koruptor selama di penjara diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat. Para narapidana korupsi diharapkan akan mengajak masyarakat untuk tidak mengikuti jejak mereka dalam melakukan kejahatan.
Menurut Ipi, saat ini lembaganya belum menentukan narapidana korupsi yang akan menyampaikan testimoni dalam pendidikan antikorupsi tersebut. KPK sudah menjaring para koruptor calon pemberi testimoni melalui dua kali kegiatan penyuluhan antikorupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin dan Lapas Wanita Tangerang pada 31 Maret dan 20 April lalu. Calon pemberi testimoni itu merupakan narapidana korupsi yang tengah menjalani proses asimilasi dan masa tahanannya akan segera berakhir.
Dari dua kali penyuluhan tersebut, kata Ipi, banyak narapidana yang bersedia memberikan testimoni. Namun, dari hasil penjaringan lembaganya, hanya tujuh narapidana korupsi yang dianggap memenuhi kriteria untuk dijajaki lebih lanjut. Ketujuh narapidana itu masih akan mengikuti proses penjaringan lanjutan sebelum perekaman testimoni.
Dalam proses seleksi ini, KPK melibatkan psikolog dan menggunakan pendekatan ilmu psikologi untuk memetakan narapidana yang sedang menjalani asimilasi. Tim seleksi juga melakukan komunikasi dua arah kepada calon pemberi testimoni. Tujuannya untuk mengenali kepribadian, menganalisis gestur alias bahasa tubuh, vibrasi suara, serta goresan tulisan mereka.
Salah satu terdakwa kasus korupsi seusai mengikuti sidang lanjutan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 6 Juli 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Deputi Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menambahkan, mereka sempat menguji 50 koruptor dari Lapas Sukamiskin dan Lapas Wanita Tangerang. Setelah menjalani ujian oleh psikolog, hanya tiga narapidana dari Lapas Tangerang yang dinyatakan memenuhi syarat. "Dari Lapas Sukamiskin, melalui beberapa tes, hanya empat orang yang memungkinkan," kata Wawan.
Ia mengatakan KPK berharap narapidana korupsi ini bisa menyampaikan pengakuan yang akan menjadi pelajaran bagi para penyelenggara negara dan masyarakat umum. Testimoni itu akan berisi tentang kehidupan para koruptor selama di penjara serta berbagai tahapan menjadi seorang tahanan kasus korupsi.
Wawan menjelaskan, banyak cerita narapidana korupsi yang menyedihkan. Cerita tersebut belum direkam dalam testimoni. Tapi tim KPK sudah mendengarkannya.
Sesuai dengan rencana, kata Wawan, KPK akan berkeliling ke dua penjara koruptor tersebut untuk merekam testimoni. Perekaman testimoni itu akan dilakukan setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Agenda pencegahan antikorupsi ini menuai kecaman berbagai kalangan, termasuk pegawai KPK. Perwakilan pegawai KPK, Hotman Tambunan, mengatakan program tersebut justru memberi panggung kepada para koruptor untuk mendapat simpati publik.
"Padahal sebenarnya mereka itu pelaku, tapi seolah-olah dianggap sebagai korban," kata Hotman.
Menurut Hotman, korban kejahatan korupsi sebenarnya adalah publik, yang seharusnya mendapat pelayanan dari negara. Tapi publik urung mendapat pelayanan karena kejahatan itu terjadi. Ia mencontohkan kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Karena bantuan sosial ini dikorupsi, banyak warga tidak berkesempatan menerima bantuan sosial Covid-19 yang layak.
Hotman juga menganggap agenda pelibatan koruptor dalam gerakan antikorupsi tersebut sangat kontradiktif dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh KPK selama ini. Padahal KPK semestinya menjunjung tinggi integritas, independensi, dan transparansi dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebaliknya, pimpinan KPK justru mendegradasi pemberantasan korupsi dengan berencana memberi panggung kepada para koruptor.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menganggap keputusan tersebut merupakan bagian dari sikap keberpihakan pimpinan KPK kepada terpidana korupsi. "Narapidana itu, kan, simbol korupsi, justru disuruh memberi penyuluhan tentang antikorupsi. Ini bagian dari upaya pemulihan nama koruptor tersebut," kata Asfinawati.
Ia menyebutkan pendekatan pendidikan antikorupsi yang dilakukan KPK salah kaprah. Sebab, korupsi merupakan kejahatan struktural dan sistematis. Jadi, siapa pun berpeluang berbuat korupsi ketika sistem negara lemah.
Asfinawati menilai pendekatan psikologis yang dilakukan terhadap narapidana korupsi tidak berhubungan dengan upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Bahkan, selama di penjara, para koruptor itu tidak menderita. Sebaliknya, mereka justru menikmati berbagai fasilitas mewah di dalam penjara.
AVIT HIDAYAT | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo