Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Aliran Dana ke Mardani Maming

Mardani H. Maming diduga berkali-kali menerima uang dari pengusaha lewat orang kepercayaan ataupun perusahaan terafiliasi pada kurun waktu 2014-2020. Penerimaan uang itu diduga berhubungan dengan persetujuan pengalihan IUP operasi produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara.

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Bupati Tanah Bumbu juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan dan bendahara umum PBNU, Mardani H Maming, setelah menjalani pemeriksaan pasca menyerahkan diri di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 28 Juli 2022. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mardani H. Maming diduga menggunakan kamuflase kerja sama untuk menerima uang dari perusahaan swasta.

  • Setelah sempat berstatus buron, Maming ditahan di Rutan KPK sejak dua hari lalu.

  • Tercatat Maming, lewat orang kepercayaan ataupun perusahaan terafiliasi, diduga berkali-kali menerima uang dari swasta.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan adanya aliran dana kepada perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Mardani H. Maming, Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018. Tapi KPK belum membeberkan secara detail aliran dana tersebut karena masih tahap penyidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Nanti, ketika penyidikan selesai dan dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi, pasti kami buka seluas-luasnya,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri, Jumat, 29 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK menetapkan Maming sebagai tersangka kasus suap izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) PT Bangun Karya Pratama Lestari seluas 370 hektare di Tanah Bumbu kepada PT Prolindo Cipta Nusantara milik Henry Soetio. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kalimantan Selatan itu diduga menerima suap sebesar Rp 104,3 miliar pada kurun waktu 2014-2020 atas terbitnya pengalihan IUP OP tersebut.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan bahwa Henry Soetio berkeinginan mendapatkan IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari di Kecamatan Angsana, Tanam Bumbu, pada 2010. Lalu Henry mendekati Maming untuk memudahkan dirinya memperoleh IUP tersebut.

Satu tahun berikutnya, kata Alexander, Maming mempertemukan Henry dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu saat itu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Maming lantas memerintahkan Raden Dwidjono membantu Henry. Kemudian Maming menerbitkan surat keputusan pengalihan IUP OP PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara, milik Henry.

“Diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat berwenang,” kata Alexander saat konferensi pers, dua hari lalu.

Di samping itu, kata Alexander, Maming meminta Henry mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan, yang akan dikelola PT Angsana Terminal Utama. Tujuannya untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan perusahaan milik Henry.

Tersangka mantan Bupati Tanah Bumbu yang juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan, dan Bendahara Umum PBNU, Mardani H. Maming, menyerahkan diri di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 28 Juli 2022. TEMPO/Imam Sukamto

 

Menurut Alexander, PT Angsana Terminal Utama dan sejumlah perusahaan lain merupakan perusahaan fiktif yang dibuat untuk mengelola usaha pertambangan serta pelabuhan di Tanah Bumbu. Sebagian perusahaan itu diduga milik Maming atau terafiliasi dengan Maming.

PT Angsana Terminal Utama mulai membangun pelabuhan yang sumber dananya berasal dari Henry. Pembangunan pelabuhan itu berlangsung selama dua tahun.

Sesuai dengan salinan kronologi yang diperoleh Tempo, setelah pembangunan itu tuntas, ada perjanjian bagi hasil antara PT Angsana Terminal Utama dan PT Trans Surya Perkasa—perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Maming—yang diteken pada 20 Agustus 2014. Ada juga perjanjian mengenai fee atas jasa penunjang kegiatan usaha antara PT Pelindo Cipta Nusantara dan PT Permata Abadi Raya—perseroan yang diduga terafiliasi dengan Maming—pada 2016.

Pemilik mayoritas saham PT Permata Abadi Raya pada periode 2015 hingga Juli 2021 adalah PT Batulicin Enam Sembilan Pelabuhan. Adapun pemilik mayoritas saham PT Batulicin Enam Sembilan Pelabuhan adalah PT Batulicin Enam Sembilan. Maming disebut-sebut tercatat sebagai pemegang saham PT Batulicin Enam Sembilan sejak 9 September 2019.

Masih dalam salinan kronologi tersebut, perusahaan-perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Maming itu lantas menerima uang, baik secara tunai maupun lewat transfer dan giro, dari Henry serta perusahaannya.

 

Salinan kronologi itu sejalan dengan penjelasan Alexander Marwata. Ia mengatakan KPK menduga Henry beberapa kali memberikan uang ke Maming lewat perantara orang kepercayaannya ataupun perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.

“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020,” kata Alexander.

Dua hari lalu, Maming diperiksa KPK sebagai tersangka untuk pertama kalinya, setelah sempat ditetapkan sebagai buron. Seusai pemeriksaan, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu ditahan di Rumah Tahanan KPK.

Tempo menyambangi branch office PT Batulicin Enam Sembilan di District 8 Treasury Tower, Sudirman Central Business District, Senayan, Jakarta, untuk meminta konfirmasi hubungan kerja sama perusahaan tersebut dengan PT Pelindo Cipta Nusantara. Namun pihak Batulicin Enam Sembilan belum berkenan ditemui dan menyatakan belum dapat memberikan keterangan.

Pengacara Maming, Irfan Adham, juga tak bersedia mengomentari dugaan aliran dana dari Henry dan PT Pelindo Cipta Nusantara ke perusahaan yang terafiliasi dengan Maming. “Maaf, saat ini saya belum bisa kasih komentar dulu,” kata Irfan, kemarin.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia, Boyamin Saiman, menduga Mardani H. Maming menggunakan kamuflase kerja sama untuk menerima uang dari perusahaan swasta. Sebab, “Kerja sama Maming ini dua-duanya punya Henry,” kata Boyamin.

IMA DINI SHAFIRA | MUTIA YUANTISYA | ANT 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus