Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kurang Koordinasi, Penyebab Bantuan Gempa Lombok Tidak Merata

Humanitarian Leadership Academy Indonesia mengatakan seharusnya ada satu wadah untuk mendistribusikan bantuan korban gempa Lombok.

23 Agustus 2018 | 06.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah warga korban gempa berrsalaman usai melaksanakan Salat Idul Adha 1439 H di Posko Pengungsian Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu 22 Agustus 2018. Sebanyak 1400 jiwa pengungsi korban gempa bumi di tenda pengungsian tersebut merayakan hari raya Idul Adha di tenda pengungsian dan menyembelih hewan kurban sebanyak 30 ekor sapi sumbangan dari para donatur. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Humanitarian Leadership Academy Indonesia, Victor Rembeth, mengatakan kurangnya koordinasi antar lembaga menjadi faktor utama tidak meratanya sebaran bantuan untuk pengungsi gempa Lombok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Victor mengatakan alur informasi di lapangan masih membingungkan. "Flow informasi itu ke mana? Saya tidak menyalahkan kepala daerah, tapi mereka dalam kondisi panik tidak terbiasa untuk berkoordinasi ke mana," ujar dia saat dihubungi, Rabu, 22 Agustus 2018.

Menurut Victor, kurangnya koordinasi untuk penyaluran bantuan ini menyebabkan masyarakat kebingungan. Sebab, para pengungsi ini kemudian tidak tahu ke mana untuk mendapatkan bantuan. Sehingga kebanyakan masyarakat atau korban gempa Lombok hanya menunggu.

Kondisi ini diperparah dengan akses transportasi yang sulit. Sehingga sejumlah daerah pengungsian benar-benar terisolir. Victor mengatakan, misalnya bisa saja di daerah Gili Trawangan masih belum memperoleh logistik. Kondisi itu bisa dicegah, jika alur pemberian bantuan logistik diatur. "Ketika logistik masuk, harusnya masuk ke masing-masing cluster dulu, atau ke kedeputian empat bidang logistik BNPB. Jadi semua ada koordinasinya," kata dia.

Ia mencontohkan, pada bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan berhak mengkoordinir berapa banyak dokter atau tenaga medis yang diperlukan. Akan tetapi, fakta di lapangan memperlihatkan banyak sekali orang yang langsung masuk. Victor melihat ada ketidakberesan dalam hal koordinasi.

"Begini misalnya, mereka kenal dengan bupatinya dan lurahnya, mereka langsung ke sana padahal di desa itu tidak perlu. Atau mereka langsung kirim bantuan ke desa A, padahal di desa A itu sudah ada bantuan lain dan desa B yang belum mendapat bantuan," kata Victor.

Victor menyarankan seluruh data terkait korban gempa Lombok harus dikumpulkan dalam satu wadah. "Memang bisa main sendiri jadi pahlawan, tapi ini soal distribusi, penyampaian logistik yang tepat dan bagaimana kita bisa menolong korban dengan baik," kata Victor.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus