UPACARA itu berlangsung secara sederhana dan singkat. Laksamana
Muda A. Rahman menyerahkan sebuah map warna hijau pada
Pangkowilhan I Letjen G. H. Mantik. Lalu meletakkan tongkat
komandonya ke atas baki. Juga tali komando berwarna merah yang
susah dicopot hingga harus dibantu ajudannya.
Begitulah, 24 November lalu, serah terima komando dan tanggung
jawab operasi Halilintar telah berlangsung di Tanjung Pinang.
Dibentuk pada 1 Juli 1979, Opstar yang semula langsung di bawah
Menhankam kini dilimpahkan pengendaliannya pada Laksusda.
Banyak pejabat Tanjung Pinang yang kaget atas serah terima ini.
Karena sehari sebelum upacara itu berlangsung, masih beredar
cerita bahwa Opstar akan dipertahankan dan hanya panglimanya
yang akan diganti. Bahkan Laksda A. Rahman sendiri pada 22
November menyebut nama Laksda Ruly Hardjodipuro sebagai calon
penggantinya. Kabarnya penunjukan ini berdasar kawat Wapangab
Sudomo tanggal 20 November. Tapi rupanya siang 23 November
datang kawat baru Wapangab yang mengubah kawat terdahulu.
Isinya: pembatalan penunjukan Laksda Ruly dan instruksi
penyerahan tanggung jawab dan komando Opstar pada Pangkowilhan I
selaku Laksusda Sumatera dan Kalimantan Barat.
Kakap dan Teri
Kekaburan ini sedikit terungkap oleh keterangan Letjen G.H.
Mantik setelah menerima penyerahan. Dilimpahkannya komando dan
tanggung jawab pengendalian Opstar pada Laksusda, menurut
Mantik, justru merupakan penyempurnaan dan peningkatan fungsi
komando itu. Kini di tangan Laksusda, menjadi lebih luas sampai
seluruh Sumatera dan Kalimantan Barat. "Jadi lebih mudah dan
lebih efektif," ujarnya.
Apakah itu berarti tugas utama Opstar memberantas penyelundupan
dari membendung arus pengungsi Vietnam akan dihapus? "Tidak.
Opstar tidak bubar dan akan jalan terus," lanjut Mantik. Malah,
khusus sebagai penangkal terhadap penyelundupan, Opstar akan
lebih ketat.
Yang bakal lebih ketat diawasi rupanya penyelundupan
tradisional. Selama ini terkesan penyelundupan jenis ini diberi
kelonggaran untuk terus berlangsung. Dalam berbagai kesempatan,
Laksda Rahman sendiri selaku Panglima Opstar diberitakan minta
agar yang tradisional itu tidak diganggu, sepanjang benar
menyangkut urusan mencari makan penduduk yang hidup di daerah
perbatasan. Malah pada 22 November, dalam peragaan sistem
pemberantasan penyelundupan di depan sejumlah pejabat Riau yang
bertugas menangani penyelundupan, Laksda Rahman "menggaris
bawahi" agar penyelundupan tradisional ini tidak diterkam.
Namun Letjen Mantik rupanya mempunyai penilaian lain. "Bagi
saya, penyelundupan itu tak ada istilah kakap atau teri,"
ujarnya. Terbunuhnya seorang anggota Babinsa di Batam belum lama
ini (TEMPO, 10 November 1979) dianggapnya menunjukkan adanya
semacam "perlawanan".
Karena itu, menanggapi himbauan terutama dari kalangan Pemda
Riau agar kehidupan penduduk di perbatasan yang masih amat
tergantung pada Singapura itu dipahami, Mantik malah minta agar
orientasi itu segera diakhiri. "Mestinya yang jadi pusat ekonomi
mereka bukan Singapura, tapi Tanjung Pinang," kata
Pangkowilham itu.
Pernah Laksda Rahman selaku Panglima Opstar mengajukan usul agar
pada sejumlah kebutuhan pokok daerah Kepulauan Riau itu bisa
diberi keringanan bea masuk sampai 40%. "Tapi oleh Menteri
Perdagangan ternyata ditolak," lanjut Mantik. Alasannya adalah
masalah integritas.
Artinya, belum cukup penting alasan untuk memberi suatu
keistimewaan khusus pada daerah ini untuk berbeda dari daerah
lain. Makanya Mantik minta agar diusahakan suatu sistem,
bagaimana ketergantungan yang sudah sangat lama itu bisa segera
diubah. Caranya? "Itu tergantung pada pihak Pemda Riau lah,"
katanya.
Apa yang sudah dicapai Opstar dalam usianya yang 5 bulan itu?
Menurut penilaian Mantik, Opstar sudah jalan. Setidaknya arus
pengungsi Vietnam yang masuk sudah berhasil ditekan. Meskipun
menurut data yang ada masih ada yang lolos. Oktober lalu
misalnya, masih sekitar 400 pengungsi baru yang masuk.
Mengenai penyelundupan, sudah 40 kasus ditangani. Terakhir 19
November lalu, ratusan biji barang elektronik seperti TV
berwarna, video tape dan radio kaset yang nilainya lebih Rp 30
juta berhasil digerebek satuan tugas darat Opstar.
Menurut pengamatan beberapa kalangan di Tanjung Pinang,
penyelundupan masih terjadi karena masih adanya bermacam
dispensasi dan kebijaksanaan. Misalnya ada feri yang bisa
membongkar barang di gudang swasta. Apakah setelah opstar
menjadi bagian Laksusda penyelundupan akan menurun masih harus
ditunggu.
Toh hasil Opstar dinilai positif. "Setelah adanya Opstar
pendapatan Bea Cukai menyolok naik," kata Haryono Sumantri
Kepala Wilayah Bea Cukai II Tanjung Balai Karimun tanpa mau
memberi angka. Tapi penyelesaian kasus penyelundupan menurut
prosedur hukum rupanya masih tetap seret. Malah beberapa kasus
tak kedengaran lagi kelanjutan pengusutannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini