Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Layanan jual beli online atau e-commerce yang tidak terakses berpotensi merugikan konsumen difabel. Masih banyak hambatan yang dihadapi konsumen dengan disabilitas ketika menggunakan aplikasi jual beli online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pengurus dan Peneliti Organisasi Penyandang Disabilitas, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel atau SIGAB, Muhammad Joni Yulianto mengatakan hambatan tersebut berupa akses informasi yang kurang tentang fungsi-fungsi pada aplikasi maupun informasi mengenai produk barang dan jasa yang ditawarkan. "Ini mengakibatkan penyandang disabilitas kerap memperoleh informasi yang keliru soal barang atau jasa yang dipesannya," ujar Joni Yulianto dalam keterangan pers, Senin, 20 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain platform yang tidak terakses, layanan purna jual juga kerap bermasalah bagi konsumen difabel. Misalkan layanan penukaran barang maupun pengaduan jika barang atau jasa tidak seperti yang dijanjikan. Menurut penelitian SIGAB, dari 160 difabel dengan berbagai ragam disabilitas, sebanyak 68 di antaranya mengalami kendala saat mengakses e-commerce. Penelitian tersebut berlangsung di empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Bali, dan Yogyakarta.
Responden yang paling banyak mengalami hambatan adalah disabilitas sensorik penglihatan, yaitu 59 orang. Kendala yang mereka alami adalah kesulitan mengakses tombol navigasi di laman dan aplikasi. "Tidak ada keterangan yang dapat dibaca oleh pembaca layar," ujar Joni Yulianto.
Sementara bagi ragam disabilitas daksa, durasi pembayaran yang terlalu singkat menjadi salah satu hambatan dalam proses jual beli online. Sebab, setiap individu daksa memiliki kemampuan gerak yang berbeda.
Penelitian SIGAB juga menunjukkan aktivitas e-commerce yang menggunakan layanan telepon tanpa teks menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas pendengaran. Kendala ini kerap terjadi dalam mekanisme pengaduan barang rusak yang harus konfirmasi melalui percakapan telepon.
Joni mengatakan, jika mengacu pada kebijakan internasional, sudah seharusnya platform e-commerce merespons kebutuhan konsumen disabilitas dalam mengakses layanan digital, seperti Web Conten Accessibility Guideline dan Phundamental Principle of Consumers Protection.
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Kementerian Perdagangan, Nina Mora mengatakan, penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik harus disesuaikan agar berpihak kepada konsumen disabilitas. "Supaya ekosistem digital juga mengakomodasi penyandang disabilitas yang cukup banyak menggunakan layanan e-commerce," katanya. Selain itu, banyak juga difabel yang memproduksi atau mendistribusikan produk dan jasa berkualitas.
Sub Koordinator Survei Dampak UMKM, Direktorat Ekonomi Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Puti Adella Elvina mengatakan, hasil penelitian SIGAB tadi menjadi informasi penting dalam literasi digital. "Kami terus menggalakkan pogram literasi digital dengan target 12 juta masyarakat Indonesia mendapat pengetahuan, kemampuan, keamanan, etika, dan budaya digital," kata Puti. Saat ini, terdapat 26 ribu UMKM yang digerakkan oleh penyandang disabilitas dan menjadi target pemberdayaan pada 2021.
Baca juga:
Sambut Hari Difabel Sedunia, Simak Kisah Inspiratif dari The Able Art
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.