Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md, angkat bicara soal laporan PPATK yang mengungkap adanya aliran dana kampanye bersumber tambang ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud memita Bawaslu untuk menyelidiki laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu. “Bawaslu harus menyelidiki itu dan mengungkap itu uang apa,” kata Mahfud dalam keterangan video yang Tempo terima pada Ahad petang, 17 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Calon wakil presiden nomor urut 3 itu menyebut kerap kali fenomena seperti itu kalau terjadi di politik biasanya adalah pencucian uang, yaitu uang haram untuk dihalalkan dengan berbagai cara. Dia mengatakan kalau memang benar demikian, Bawaslu harus mengambil sikap. “Kalau itu pencucian uang, ya, ditangkap, supaya tidak terjadi supaya diperiksa,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut Bawaslu juga bisa memeriksa rekening dari penerima aliran uang itu untuk ditelusuri. Apalagi, kata Mahfud, cara seperti itu merupakan cara yang tidak sah dalam menerima dana politik. “Jadi jangan diam Bawaslunya. Saya giring itu untuk diperiksa,” kata Mahfud.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandan menegaskan sudah menyampaikan hasil analisisnya kepada Komisi Pemilihan Umum atau KPU dan Bawaslu.
“Waktu itu pernah kami sampaikan indikasi dari illegal mining. Dari macam-macamlah,” kata Ivan saat diitanya wartawan pada Jumat, 15 Desember lalu. Memang ternyata pendanaan kampanye pada Pilpres 2024 ini dari berbagai macam sumber, termasuk kegiatan ilegal.
Penegak hukum mengatakan pendanaan kampanye itu juga ada yang bersumber dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di salah satu daerah Jawa Tengah. Pencairan pinjaman yang seharusnya digunakan untuk modal kerja debitur-debitur, namun diduga digunakan untuk kepentingan simpatisan partai berinisial MIA.
Selama 2022-2023, total pencairan dari BPR di salah satu daerah di Jawa Tengah ke rekening 27 debitur mencapai Rp 102-an miliar. Dari pencairan pinjaman itu, pada waktu yang bersamaan atau berdekatan dilakukan penarikan tunai. Duit itu lalu disetorkan kembali ke rekening MIA. MIA diduga sebagai pihak pengendali atas dana pinjaman tersebut.
Menurut penegak hukum tersebut, total dana yang masuk ke rekening MIA yang bersumber dari pencairan kredit mencapai Rp 94 miliar. Dari rekening MIA, dana-dana itu dipindahkan kembali ke beberapa perusahaan seperti PT BMG, PT PHN, PT BMG, PT NBM, beberapa individu, serta diduga ada yang mengalir ke Koperasi Garudayaksa Nusantara. Beberapa perusahaan yang menerima aliran dana pinjaman melalui rekening MIA itu di antaranya terafiliasi dengan Koperasi Garudayaksa Nusantara.