Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Maksiat, oh hoo.. oh ho...

Sembilan remaja ditangkap, dituduh dalang dan pelaku pembakaran hotel dan gedung bioskop yang berbau maksiat.

15 Mei 1993 | 00.00 WIB

Maksiat, oh hoo.. oh ho...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KOTA kecil itu kini menjadi gerah. Selebaran gelap beredar dari tangan ke tangan, delegasi masyarakat mendatangi DPRD silih berganti. Terakhir, Rabu pekan lalu, 24 penduduk kota itu Kisaran, 180 km di selatan Medan menggelar poster di gedung DPRD Sumatera Utara, di Medan. ''Satu yang bermaksiat, semua Kisaran kena laknat,'' begitu bunyi salah satu poster. Lalu, kepada pemimpin DPRD yang menerima mereka, delegasi ini melaporkan soal maksiat di kota mereka: sejumlah salon dan hotel yang berdekatan dengan mesjid dan musala menyimpan pelacur. Akhirnya mereka berharap sembilan remaja yang ditahan polisi bisa dilepas. Para remaja itu ditangkap seusai Lebaran lalu. Mereka empat di antaranya masih pelajar SMP dituduh sebagai dalang perusakan dan pembakaran gedung bioskop Star dan Hotel Kencana di kota itu, 21 Maret lalu. Pada malam bulan Ramadan itu Star memutar film Filipina, Some Girl. Tiba-tiba penonton panik mendengar teriakan Allahu Akbar. Sekitar seribu remaja mengepung gedung itu, merobohkan kantin dan tempat parkir. Lalu api pun marak membakar bagian gedung, sementara teriakan Allahu Akbar masih terdengar. Gedung itu tak sampai musnah karena diselamatkan mobil pemadam kebakaran. Tapi dua sepeda motor di situ terbakar. Massa berpindah ke Hotel Kencana yang hanya berjarak 750 meter dari situ. Diskotek dan salon hotel ini pun porak-poranda diamuk remaja ini. Dua wanita yang diduga wanita tunasusila lari pontang-panting meninggalkan hotel. Lalu massa membakar empat sepeda motor. Tak salah lagi, ini aksi anti-maksiat. Gerakan para remaja ini tampaknya merupakan puncak protes masyarakat yang sudah sering disampaikan ke arah Pemda Asahan. Soalnya, tiga tahun terakhir, di kota itu bermunculan tempat hiburan, yang oleh masyarakat dituduh berbau seks. Sejumlah tokoh masyarakat dan pemimpin ormas Islam telah membuat surat protes ke Pemda, tapi tanpa hasil. ''Soalnya, seorang pejabat penting di sini berpendapat, tanpa salon-salon itu kota ini kolot,'' kata seorang pemuka agama di sana. Gawatnya lagi, di bulan puasa lalu, salon-salon itu tetap buka di siang hari. Maka, pada 26 Februari lalu, sejumlah massa yang baru usai salat tarawih di Mesjid Raya Kisaran menghujani Salon Joli terpisah hanya 30 meter dari mesjid itu dengan batu. Salon lainnya, Istana Dangdut, Salon Memori, dan rumah biliar Hotel Wisata di kawasan itu juga jadi sasaran. Ternyata, setelah peristiwa ini, tempat hiburan itu tetap buka seperti sediakala, dan terjadilah aksi pembakaran tadi. Yang aneh, yang dituduh sebagai dalang dan pelaku hanya anak-anak SMP dan SMA. Setelah itulah, secara beruntun DPRD Asahan ramai dikunjungi pelbagai kelompok solidaritas. Misalnya, Kelompok Solidaritas mahasiswa Islam, 30 April lalu, berdelegasi ke DPRD. Sehari kemudian, delegasi lainnya yang menamakan diri Kelompok Masyarakat Islam meminta DPRD setempat mendesak Pemda Asahan menyelesaikan kasus penahanan para pelajar itu. ''Soal ini jangan hanya dilihat dari segi hukum. Pertimbangan agama dan budaya juga harus dilihat,'' kata Bustami H.S., salah seorang mahasiswa anggota delegasi. Sekalipun sudah ingar-bingar seperti ini, semua tempat hiburan itu masih tetap beroperasi. Padahal, menurut Humas Pemda Asahan Amiruddin Lubis, Pemda telah memerintahkan tempat-tempat itu ditutup. ''Jika masih buka, itu karena mereka bandel,'' katanya. Kok bisa? Tak jelas. Tapi belakangan ini banyak beredar selebaran gelap di kota itu: menuduh Bupati Asahan Kolonel Rihol Sihotang memiliki saham di Hotel Kencana. Disebut pula Pak Bupati ini adalah mitra bisnis Wacin pemilik tempat hiburan itu membuka perkebunan kelapa sawit. Sayang, tuduhan ini tak bisa dikonfirmasi. Kepada TEMPO, Bupati hanya berkata, ''Oh, hoo... oh, hoo.'' Bersihar Lubis, Irwan E. Siregar, Mukhlizardy Mukhtar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus