Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Marsusi datang, sayuti pergi

Calon anggota DPR baru hasil pemilihan umum 1982 banyak mempunyai rencana. yang tak terpilih lagi mengkritik kekurangan-kekurangan lembaga itu.(nas)

19 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARSUSI sudah mantap. Sekarang ia benar-benar jadi anggota DPR, setelah tahun kemarin diangkat hanya untuk menggantikan rekan separtainya. Bahkan pada 1977 gagal duduk di lembaga perwakilan rakyat itu. Mulai dikenal sewaktu PDI pecah beberapa tahun lalu, ketua DPD PDI Ja-Tim ini bertekad meningkatkan pengawasan terhadap eksekutif. Di Senayan, Jakarta, dia berjanji akan memperjuangkan "pemerataan dan keadilan dalam berbagai segi". Marsusi, 48 tahun kemudian berkata: "Kalau dulu saya mengajar di lembaga pendidikan tinggi, sekarang ingin menjadi pendidik politik rakyat." Janji seperti itu juga dikemukakan Hartono Mardjono, 45 tahun, dari F-PP. Sekarang masih anggota DPRD Tingkat I DKI Jakarta, kelak ia ingin meningkatkan peranan legislatif, agar seimbang dengan eksekutif. "Selama ini DPR belum sempat bicara secara mendasar, sebaliknya terjerembab dalam soal-soal teknis," katanya. Dia juga mengatakan perlu ada kemauan politik untuk menekan korupsi. "Dan niatan itu terutama harus datang dari Golkar," katanya. Tampilnya anggota baru, dan mudamuda, membikin Sayuti Melik senang. Anggota F-KP berusia 74 tahun yang kedua belah matanya terserang penyakit catarac ini berharap mereka lebih berani bicara."Kalau tidak punya pendapat jangan ikut-ikutan, lebih baik diam," katanya. Menurut pengamatannya, DPR selama ini belum berfungsi banyak. Dalam menyusun RUU misalnya, bahannya selalu datang dari pemerintah. "Bukan karena para anggota dewan bodoh, tapi jangkauan kami memang masih terbatas. Sedang pemerintah punya fasilitas dan peralatan lengkap," ujarnya. Harapan-harapan baik juga dilontarkan oleh Imron Rosyadi, 66 tahun, yang kali ini juga tak bakal lagi mewakili F-PP. Dikenal sebagai anggota DPR yang sangat menyetujui dwifungsi ABRI, ia merasa "telah divonis mati dalam bidang politik formal" bersama 29 anggota F-PP dari unsur NU lainnya. Pernah ikut membentuk Liga Demokrasi di zaman demokrasi terpimpinnya Bung Karno, Imron yang duduk sebagai wakil rakyat selama 18 tahun ini menganggap, DPR belum menggunakan hak-haknya secara baik, seperti hak angket, hak budget, hak interpelasi. Rachmat Muljomiseno, yang juga bakal pensiun dari keanggotaan F-PP, setuju. Menurut dia, hak-hak DPR yang dilaksanakan barulah hak bertanya dan hak amandemen. Lainnya, seperti hak budget dan hak kontrol belum berjalan. "Tapi DPR memang difungsikan sampai sebegitu saja," kata Rachmat. Sehari-hari Rachmat adalah Direktur Bank Perdania, bekerjasama dengan Jepang. Bagaimana untuk menjadi anggota DPR yang baik? Sabam Sirait yang kali ini meleset meraih kursi anggota DPR untuk Sumatera Utara punya resep. "Begini", katanya. "Paling sedikit harus membaca beberapa koran, termasuk koran daerah, dan dua majalah, dalam sehari. Dan jangan lupa giat membaca buku, terutama di bidang kegiatannya." Menurut Sekjen DPP PDI itu, kalau saja anggota DPR itu mau bersungguh-sungguh, uang yang diterimanya setiap bulan itu harus disalurkan sebagai berikut Rp 200.000 sebulan untuk membeli koran, majalah dan buku. Gaji pokok anggota DPR sebanyak Rp 250.000. Ditambah dengan macam-macam tunjangan, seorang anggota DPR rata-rata bisa membawa pulang Rp 750.000 sebulan. Tapi pensiunnya paling banter Rp 200. 000 sebulan. Tapi Sabam, kini 46 tahun, nampak tenang dan banyak ketawa. Beberapa bulan yang lalu istrinya lulus dokter di Medan, namun sampai sekarang belum bisa langsung praktek. Dia sendiri "akan lebih memusatkan perhatiannya dalam partai, terutama untuk mendidik kader-kader muda," katanya. Ada juga yang bilang, jebolan Fakultas Hukum UI itu ingin kuliah lagi. Bagi Husni Thamrin, 42 tahun, anggota DPR yang baik ialah yang berpegang pada filsafat Jawa "sing bener ning yo pener" (benar tapi juga tepat sasaran). "Benar tapi tidak tepat, akan menabrak tembok, sedang tepat sasaran tapi tidak benar, itu oportunis," katanya. Tidak lagi terpilih sebagai anggota DPR, bekas Ketua Umum KAPPI itu tetap akan aktif di bidang politik lewat partainya. Seperti yang lain, ia juga berpendapat perlunya DPR punya tenaga ahli. Sedang kelemahan DPR yang menonjol, menurut dia, karena fraksi mayoritas umumnya pegawai negeri, hingga mereka tidak punya keberanian moral untuk melancarkan kritik, dan pengawasam "Dengan begitu eksekutif semakin dominan," ujarnya. Bisakah diharapkan DPR yang akan datang berubah? "Jangan berharap akan ada perubahan radikal," ujar Krissantono, 36 tahun, tokoh muda Golkar yang terpilih jadi anggota dewan. "Soalnya sekarang sudah ada landasan yang kokoh, setelah punya pengalaman di masa lalu. Sekarang ini jangan lagi mengobarkan soal mayoritas dan minoritas, yang penting kebersamaan," kata anggota Kelompok Kerja Menteri P & K bidang PMP. Sebagai anggota DPR, bekas Sekjen DPP KNPI ini nanti ingin memajukan bidang pendidikan. "Setiap kali saya ke daerah, sering saya saksikan anak-anak yang tidak bisa sekolah," tuturnya. Lain lagi Jussac M.R. Wirosubroto dari F-KP. Bapak enam anak ini belum punya rencana akan bekerja apa setelah pensiun dari DPR. Ia masih menjabat Ketua PWI Cabang Yogya, meskipun korannya, Pelopor Yogya, tak lagi beredar. Pernah jadi penasihat hukum yang laris, wartawan yang di tahun 50-an suka menulis itu berniat membikin novel lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus