Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Masa Depan Pengangguran

Dari seluruh siswa yang ikut tes di proyek perintis (pp) i hanya 12% saja yang diterima. masalah kelangsungan para calon yang tidak di terima. rektor ugm sukadji pernah menerima surat banyak.

26 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti yang diduga, kampus UI-Salemba ternyata sepi. Mereka yang menengok pengumuman penerimaan mahaisuaibaru untuk perguruan tinggi Proyek Printis (PP) I lewat UI Jumat pekan lalu, tak mengubah suasana halaman kampus Salemba itu. Juga keesokan harinya, setelah pengumuman yang dicetak berbentuk sebuah surat kabar setebal 26 halaman itu ditempel di dinding parkir UI Salemba. Tak banyak yang datang untuk mencari namanya. Diperkirakan karena mereka cukup di rumah mendapatkan 26 halaman daftar hasil tes PP 1, yang diselipkan di koran Kompas dan Suara Karya (untuk Jakarta) edisi Jumat lalu itu. Untuk seluruh Indonesia datar ilu dicetak 155 ribu eksemplar, Jakarta kebagian 60 ribu. Tentu, ini bagi panitia PP I pusat merupakan tambahan biaya: biaya cetak dan distribusinya. Kabarnya hanya Surabaya Post yang dengan sukarela, artinya gratis, menyelipkan lembaran itu dalam korannya. Padahal kenaikan calon mahasiswa tahun ini dibanding tahun lalu, sekitar 30%. Tahun ini calon lewat PP I (UI, ITB, IPB, UGM, Unpad, Undip, Unair, ITS, Unibraw dan USU) terdaftar 125. 761. Tahun lalu hanya 96.767. Dan UI termasuk favorit setelah UGM. Mereka yang mendaftar untuk masuk UGM 28 ribu lebih, UI 27 ribu lebih. Tentu saja yang diterima di PP I sekarang juga naik. Tahun lalu 13.732, tahun ini 14.530. Persentasenya memang turun: tahun ini tak ada 12% yang diterima, tahun lalu lebih dari 14%. Ada jalan keluar? Menurut Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono, agar lulusan SLTA terjamin kelangsungan pendidikannya, bisa diadakan pendidikan ketrampilan atau "universitas terbuka". Bukan pikiran baru, memang. Dan kelanjutannya pun masih menjadi masalah bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia. Seperti yang dikatakan Mahar juga "Pendidikan ketrampian baru sukses bila disertai kebijaksanaan pemerintah yang jelas." Maksudnya: penyediaan lapangan kerja. Juga, dibukanya dan didorongnya rangsangan berwiraswasta. Soal menganggur itu rupanya yang menjadi momok. Maka Mahar pun mensinyalir, banyak yang masuk PT hanya supaya tak menganggur. "Motivasi mereka tidak cukup kuat, mengapa melanjutkan kuliah," kata Mahar. Dan pasal menganggur itu pula, mungkin, yang menyebabkan Rektor UGM Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo mendapat kesibukan baru. Beberapa hari sebelum pengumuman ia menerima banyak surat -- konon ribuan -- dari orang-orang yang meminta agar anak atau familinya diterima di UGM. Tentu tak ada gunanya. Sebab selain "saya bukan panitia," juga seleksi dilakukan komputer. Kasus Lilin Lantas muncullah kasus lilin." Konon pada sejumlah lembar tes di PP I, ruang jawaban yang lima ini (sistem multiple choice) diisi semua: satu, yang dianggap benar, dengan pensil (seperti vang diharuskan), yang lain dengan lilin -- entah dari mana akal ini datangnya. "Ini merugikan calon itu sendiri," kata Sukadji. Sebab, biarpun komputer mencatat ada jawaban yang betul, tapi karena yang salah juga diisi, nilainya tetap nol. Semua itu menunjukkan betapa bernafsunya mereka untuk menjadi mahasiswa--untuk tidak menganggur Padahal 41 perguruan tinggi negeri dengan daya tampung mahasiswa baru 50.000 orang lebih, plus 200-an yang swasta dengan daya tampung kurang dari 50.000, diperkirakan hanya mampu menyerap 50% dari lulusan SMA yang lebih dari 200 ribu. "Masalah kita terutarna karena kepadatan penduduk," kata Ki Suratman, sesepuh Perguruan Taman Siswa beberapa waktu lalu. Memang. Lalu apa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus