Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pegiat antikorupsi mengusulkan sidang etik kasus Azis Syamsuddin di MKD digelar terbuka.
Sidang terbuka akan membuat publik mengetahui perilaku anggota DPR.
Selama ini, sidang MKD selalu tertutup.
JAKARTA – Sejumlah aktivis antikorupsi dan pemantau parlemen mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang etik terbuka terhadap Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan sidang MKD sangat penting diketahui publik untuk melihat perilaku anggota Dewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zaenur mengatakan Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan membolehkan sidang pelanggaran etik dilakukan secara terbuka. Pasal 15 ayat 2 aturan itu menyebutkan sidang MKD bersifat tertutup, kecuali dinyatakan terbuka oleh Sidang MKD. Artinya, sangat mungkin bagi majelis untuk membuka persidangan. “Sidang tertutup menutup peluang masyarakat untuk mengetahui bagaimana jalannya sidang, sehingga masyarakat akan terbatas atas informasi yang didapatkan mengenai perilaku anggota Dewan,” kata Zaenur, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Zaenur, tertutupnya sidang pelanggaran etik di DPR lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya. Sidang yang tertutup hanya melemahkan kontrol masyarakat terhadap parlemen, sehingga tidak bisa disalahkan jika masyarakat menaruh curiga terhadap persidangan-persidangan MKD selama ini. Berdasarkan pengalaman, Zaenur mengatakan persidangan MKD selama ini cenderung melindungi kolega di DPR daripada menegakkan kode etik secara tegas dan profesional.
Semestinya, Zaenur mengatakan, DPR membalikkan prinsip penyelenggaraan sidang etik. Aturannya harus dibalik menjadi sidang terbuka, tapi bisa dikecualikan tertutup apabila berkaitan dengan pelanggaran kesusilaan. “Tapi, kalau kasus pada umumnya, seharusnya dibuka,” tuturnya.
Majelis Kehormatan Dewan mulai menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Azis Syamsuddin lantaran terseret kasus penyuapan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Azis ditengarai membantu Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial, koleganya di Partai Golkar, yang terseret kasus jual-beli jabatan.
Penyidik KPK membawa sejumlah barang bukti seusai melakukan penggeledahan ruang kerja Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 28 April 2021. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Azis lantas mempertemukan Syahrial dengan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, untuk meminta tolong agar penyelidikan kasusnya tidak dilanjutkan. Pertemuan itu terjadi di rumah dinas Azis pada Oktober lalu.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, mengatakan tak ada alasan bagi DPR untuk menggelar sidang etik secara tertutup ketika aturan membolehkan sidang dilakukan dengan terbuka. Dilakukannya sidang secara tertutup, kata dia, hanya akan membuka peluang bagi munculnya pertimbangan politis atau kongkalikong antara Azis dan MKD. “Rapat perdana tertutup bisa dimaklumi karena mungkin hanya membicarakan soal agenda pemeriksaan Azis yang dilakukan MKD pada hari-hari mendatang. Selanjutnya, MKD tak bisa lagi menggunakan dalih prosedural untuk melakukan rapat secara tertutup,” kata Lucius.
Ia mengatakan rapat pemeriksaan Azis penting dilakukan terbuka karena posisi Azis sebagai Wakil Ketua DPR bisa dimanfaatkan untuk mempengaruhi proses pemeriksaan. MKD, yang anggotanya terdiri atas anggota fraksi di DPR, kata Lucius, juga sangat mungkin tak bisa tajam dalam mempertimbangkan muatan keterlibatan Azis karena ingin memelihara hubungan baik atas nama sesama anggota dan sesama fraksi di parlemen.
Lucius mengatakan kebutuhan publik untuk menyaksikan keseriusan MKD merupakan persoalan penting lain yang tak bisa dianggap sepele oleh MKD. Karena itu, Lucius menekankan, MKD harus bekerja di bawah kontrol publik agar proses pemeriksaan Azis sekaligus menjadi momentum bagi DPR untuk memperbaiki kerusakan martabat, lantaran perilaku tak etis yang diduga dilakukan Azis. “Keputusan membuat rapat terbuka merupakan bentuk tanggung jawab moral MKD untuk menunjukkan keseriusan mereka menjaga kehormatan DPR,” ujar Lucius.
Wakil Ketua MKD, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan rapat MKD biasanya selalu dilakukan secara tertutup. Namun rapat bisa terbuka jika MKD memutuskan demikian. “Sekarang masih tahap pemeriksaan berkas laporan dan rencana pemanggilan pelapor,” kata Saleh.
MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo