Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Melempar Fatwa, Siapa Ikut?

Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Bandung mengeluarkan fatwa gerakan sesat atas sebuah kelompok Islam. Meskipun dibolehkan agama, sebaiknya dilakukan dengan berhati-hati.

24 Februari 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASJID Istiqomah Bandung akhir pekan lalu tampak ramai. Jemaah terlihat tekun menyimak penuturan seorang gadis remaja berusia 18 tahun. Si penutur yang berkerudung itu adalah mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Bandung. April, sebut saja begitu namanya, ber-cerita bahwa beberapa waktu lalu ia dibujuk supaya ikut dalam kegiatan sebuah kelompok Islam. Sesuatu yang dianggapnya wajar. Namun, rasa herannya mucul ketika mengetahui materi yang diajarkan kelompok ini sangat jauh dari Islam yang ia kenal. Kelompok ini, misalnya, menerima uang penebusan dosa, mengharamkan zakat, salat, puasa, dan ibadah haji sebelum terbentuk sebuah Negara Islam Indonesia atau Negara Karunia Allah. Dari sinilah April tahu bahwa kelompok ini adalah aktivis Negara Islam Indonesia Komandeman Wilayah Sembilan (NII KW 9). Pengakuan seperti yang dituturkan April, menurut K.H. Athian Ali Mohammad Dai, M.A., Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), sudah sering mereka terima. Karena itu, FUUI terdorong melakukan pengecekan. Hasilnya, FUUI menemukan sembilan ciri kesesatan di gerakan NII KW 9. Di antaranya adalah tuduhan kafir serta penghalalan darah muslim di luar gerakan mereka, adanya uang penebusan dosa, penghalalan segala macam cara untuk mendapatkan uang bagi kegiatan kelompok, serta salat fardu dianggap tidak lebih utama ketimbang aktivitas gerakan. Berdasarakan temuan itu pula, dua pekan lalu Forum Ulama Umat Indonesia mengeluarkan Fatwa FUUI No. 3/Dzulqaidah/1422 H, yang menyatakan bahwa gerakan NII KW 9, yang mengatasnamakan Islam, sangat menyesatkan. Adapun kelompok yang dimaksud, menurut keterangan saksi lainnya, terkait dengan Pondok Pesantren Al-Zaitun di Indramayu pimpinan Syah A.S. Panji Gumilang, lembaga pengajaran Islam yang modern. Di sinilah soalnya. Satu kelompok mengeluarkan fatwa untuk kelompok yang lain, meskipun keduanya berlandaskan agama Islam. Namun, menurut Athian, keluarnya fatwa sesat ini memang berdasar, yakni kewajiban umat Islam untuk saling memberikan tausiyah (nasihat) agar jangan sampai keluar dari ajaran Islam. "Apakah itu dalam bentuk fatwa atau imbauan, yang penting umat harus diberi kesadaran, dan itu sah," kata ulama berpengaruh di Bandung ini. Karena umat sedang bingung mencari jalan kebenaran, apalagi mereka juga menghadapi hasutan, bujukan, bahkan ancaman dari penganut ajaran sesat, kata dosen Agama Islam ini, fatwa tersebut wajib diberikan. Keluarnya sebuah fatwa dalam pandangan Islam memang dibolehkan. Adapun yang memiliki otoritas untuk mengeluarkannya adalah kalangan ulama yang memiliki kafa'ah (kapasitas) dalam hukum-hukum Islam. Bahkan, menurut Din Syamsudin, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia, fatwa sebagai pendapat hukum boleh saja ditujukan untuk kelompok yang lain (lihat boks). Adapun isi fatwanya sendiri, menurut Anis Matta, cendekiawan muda di Partai Keadilan, bisa bersifat mengikat bisa pula tidak. Menurut dia, fatwa akan mengikat ketika seseorang atau kelompok meminta pendapat hukum ulama tentang suatu perkara yang menyangkut diri atau kelompoknya. Fatwa yang keluar ini sifatnya mengikat pihak yang meminta pendapat itu. Sedangkan fatwa lain yang dikeluarkan secara umum, terutama ketika sebuah fatwa keluar atas inisiatif seorang atau sekelompok ulama, bersifat tidak mengikat. Karena itu, menurut Anis, besar-kecilnya pengaruh sebuah fatwa akan sangat bergantung pada kredibilitas ataupun integritas moral seorang ulama yang memberikan fatwa. Itu sebabnya, tidak secara otomatis sebuah fatwa akan diikuti. Meskipun para ulama memiliki kredibilitas untuk mengeluarkan fatwa, ada semacam kode etik di kalangan ulama untuk tidak gegabah dalam membuat fatwa sesat ataupun kafir sampai semua bukti terpenuhi. Fatwa seperti ini dalam pandangan Islam, menurut Anis, memiliki konsekuensi yang berat. Sebab, jika apa yang difatwakannya ternyata tidak terbukti, fatwa tersebut akan berbalik kepada yang mengeluarkan fatwa. Akan tetapi, kondisi demikian tidak menjadikan fatwa semacam ini dilarang. Bahkan dalam beberapa hal diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada umat sebagai kewajiban moral ulama. Fatwa sesat itu sendiri tidak dipedulikan Al-Zaitun. "Biarkan saja. Yang penting program kami berjalan terus," ujar Abbas Nasution, Sekretaris Yayasan Al-Zaitun, kepada Ivansyah dari TEMPO. Pimpinan Al-Zaitun, Syah A.S. Panji Gumilang, menilai fatwa gerakan sesat itu hanya tudingan sekelompok ulama yang tidak jelas. Pria dengan banyak nama ini menilai, maksud dan tujuan fatwa sesat ini tidak berdasar. Ia kemudian memilih tidak ber-komentar atas fatwa sesat ini. "Kami tidak akan peduli. Emang gue pikirin...," kata Panji sambil terbahak. Agus Hidayat, Upiek Supriyatun (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus