AIR laut di Semenanjung Malaysia kembali minta korban. Tercatat, ada 40-an buruh gelap asal Indonesia tewas ditelan ombak di perairan Pantai Desaru, Johor, 18 Desember lalu. Tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Timur yang nahas itu adalah korban tabrakan dua kapal pom-pom pengangkut buruh ilegal. Kisah sedih itu terjadi karena ulah sebuah kapal pom-pom tanpa nama sebut saja A yang mengangkut 45 penumpang. Sebelum merapat ke pantai Desaru yang menghadap laut Cina Selatan, menurut Razak Achmad asal Tulungagung yang ditemui TEMPO di kamp imigrasi Pekan Nenas Kamis lalu, sang nakhoda dikontak lewat handphone oleh calo di darat. Pom-pom A, kata Razak yang berada di kapal itu, diinstruksikan "jangan mendarat" karena pantai dijaga ketat. Untuk menghindar dari penangkapan polisi, kapal A itu putar haluan dan tancap gas meninggalkan pantai. Malang, di kegelapan malam itu ia menabrak sebut saja kapal B karena juga tanpa nama. Penumpangnya ada sekitar 63 orang. Akibat benturan di lambungnya, kapal B miring dan penumpangnya tumpah. Menurut catatan, 23 penumpang selamat berenang ke pantai yang jaraknya tujuh mil, sedangkan sisanya ditelan ombak dan beberapa ditolong kapal A. Setelah menabrak, menurut Razak yang menjadi penumpang kapal A, nakhoda memutar lagi haluan ke pantai Tanjungpalau, tak jauh dari sasaran pertama. Penumpang didaratkan beberapa meter dari pantai. Setelah itu, kapal A kabur ke Indonesia. "Paginya, kami menerima laporan dari penduduk yang menemukan sejumlah orang Indonesia yang mengaku kapalnya tenggelam dan banyak yang hilang di laut," kata Kepala polisi distrik Kota Tinggi, Johor, Letkol Ishak Aziz, kepada TEMPO. Maka, polisi pun segera dikerahkan ke pantai itu. Mereka berhasil menahan 23 orang dari kapal B dan 45 orang dari kapal A yang baru mendarat. Berapa jumlah korban, agaknya tetap saja simpang-siur dan tergantung berapa sebenarnya yang diangkut kapal B. "Dalam interogasi pertama katanya 49 orang, tapi dalam pemeriksaan kedua ternyata ada yang bilang 54 orang," kata Ishak. Berapa pun jumlahnya, polisi Malaysia mengerahkan lima kapal patroli polisi laut, dua kapal syahbandar, dan dua pesawat polisi udara. Untuk sementara, polisi telah melaporkan bahwa 42 orang dinyatakan hilang. "Jika hingga akhir pekan ini tak membuahkan hasil, operasi akan kami hentikan," katanya. Haryono bin Sartib, pria asal Gresik yang berhasil selamat, seperti dikutip Hargiyanto Sutarto, Kepala Bidang Konsuler dari Kedubes RI di Johor, mengaku akan dipekerjakan di proyek bangunan dengan gaji 30 ringgit atau sekitar Rp 25.000 sehari oleh tekong Kasimo dari Gresik. Maka, berangkatlah Haryono bersama rombongan dari Gresik menumpang bus menuju Tanjungpriok setelah membayar uang jalan Rp 800.000, 15 Desember lalu. Sesampai di Tanjungpinang, mereka dikirim ke Johor sampai menemui musibah itu. "Saya terpaksa menyelamatkan diri dengan berenang selama empat setengah jam," kata Haryono. Sedangkan rekannya yang tak mau menyebut namanya mengaku sedih sekali tak berhasil menggaet anaknya yang baru berusia dua tahun dan istrinya yang ditelan ombak. Mereka bersama buruh gelap lainnya kini tinggal menunggu pemeriksaan untuk dideportasi. Di mana kapal A yang kabur itu? M. Simare-Mare, Kepala Tata Usaha Kanwil Perhubungan Laut di Riau, mengaku tak berhasil menemukan kapal yang mungkin telah balik ke Tanjungpinang itu. "Karena nomor registernya tak diketahui," katanya.Agus Basri (Jakarta) dan Ekram Hussein Attamimi (Johor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini