ASPIRASI masyarakat Kalimantan Tengah memang didengar DPRD. Rabu pekan lalu, Ketua DPRD Soeshandoko, didampingi Ketua Golkar setempat H.D. Mangkusari dan Ketua Fraksi Karya Dinus Biem, terbang ke Jakarta. Tujuannya tak lain menemui Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memet untuk menyampaikan aspirasi warga Kalimantan Tengah, yang tak setuju atas terpilihnya Karna Suwanda sebagai calon gubernur. Keberangkatan mereka merupakan buntut dari demonstrasi 18 Desember lalu, yang meletus persis setelah Karna Suwanda menang dalam pemilihan gubernur. Mereka melempari sekitar 300 petugas keamanan yang mengawal gedung DPRD dengan botol minuman, kaleng, dan batu. Tak puas sampai di situ, 2.000 orang pengunjuk aspirasi demikian mereka menyebut diri mengepung gedung. Akibatnya, Gubernur Suparmanto bersama 300 orang undangan terkurung selama 2,5 jam. Aksi surut ketika Ketua Fraksi Karya Dinus Biem tampil untuk menenangkan massa. "Harap tenang, pemilihan itu belum tuntas," ujarnya lewat pengeras suara. Dinus berjanji akan terus memperjuangkan aspirasi masyarakat Kalimantan Tengah. "Kami akan menyampaikan persoalan ini ke Presiden," ujarnya lantang. Ia berseru, bila usaha itu gagal, 21 orang anggota Fraksi Karya DPRD pendukung calon dambaan masyarakat Kalimantan Tengah itu, Apuk Nihin, akan mengundurkan diri. Ancaman akan mundur itu tentu bukannya tanpa alasan. Sebab, sehari menjelang pemilihan, Ketua Golkar Kalimantan Tengah Soeshandoko berani menjamin bahwa Golkar akan memenangkan aspirasi rakyat di sana. Dan Soeshandoko tak asal ngomong. Sebelumnya, semua anggota Fraksi Karya yang berjumlah 31 orang telah membuat pernyataan tertulis akan mendukung Apuk Nihin. Namun, karena 10 anggota Golkar di DPRD itu ingkar janji, Apuk Nihin kalah. Menurut berbagai sumber TEMPO, para pembelot itu berasal dari jalur A alias dari Keluarga Besar ABRI. Boleh jadi, ini merupakan sikap solider terhadap Fraksi ABRI yang beranggotakan sembilan orang bersama Fraksi PDI dan Persatuan Pembangunan yang dari mula ikut mensponsori pencalonan Karna Suwanda. Tentu hal itulah yang membuat masyarakat provinsi itu jengkel. Sampai keluar ucapan, "Timor-Timur, Irian Jaya, dan Aceh yang pernah bergolak saja bisa dipercaya untuk dipimpin oleh putra derah, kenapa Kalimantan Tengah tidak?" kata Prof. K.M.A. Usop, Rektor Universitas Batang Garing, Palangkaraya, yang disebut-sebut punya ide unjuk aspirasi itu. Tampaknya, tuntutan rakyat Kalimantan Tengah itu kurang dianggap penting oleh Menteri Yogie. Dalam pertemuannya dengan perutusan Golkar Kalimantan Tengah Kamis silam, Yogie justru mengimbau agar masyarakat menerima Karna bekas wakilnya ketika menjadi Gubernur Jawa Barat sebagai gubernur. "Karena itu merupakan keputusan DPRD, hendaknya persoalan ini dibereskan sebelum pelantikan, tanggal 22 Januari," kata H.S.A. Yusaac, juru bicara departemen, mengutip ucapan Menteri Yogie, kepada Kukuh Karsadi dari TEMPO. Namun, tampaknya mereka masih pantang menyerah. Harapan terakhir adalah mengadukannya ke Presiden Soeharto. "Kami berharap Presiden mau melihat kenyataan yang terjadi sekarang, bahwa aspirasi masyarakat menginginkan gubernur putra daerah," kata Usop, yang juga Ketua Lembaga Musyawarah Dayak Kal-Teng. Sebab, walau sudah menang di DPRD, bisa saja terbuka kemungkinan kalau dikehendaki bukan Karna yang dilantik. Sebab, pengangkatan gubernur, bagaimanapun, adalah hak prerogatif Presiden.Andi Reza Rohadian dan Almin Hatta (Palangkaraya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini