TIBA-TIBA Perdana Menteri Margaret Thatcher membuat putaran "U". Ia tak melanjutkan mencalonkan diri sebagai ketua Partai Tory. Kamis pekan lalu, hal itu dinyatakannya di depan kabinetnya, dengan -- konon -- ketabahan tapi tetap saja matanya berkaca-kaca. Begitu kabar tersebut tersebar, reaksi yang datang bermacam-macam. Michael Heseltine, bekas menteri pertahanan, saingan utamanya, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Sementara itu, rangkaian mawar dan bunga lili berdatangan ke Downing Street 10, tempat kediaman resminya. Harga saham pun naik seketika meski dalam penutupan pasar hari itu juga harga kembali normal. Sesungguhnya, hal ini sudah bisa ditebak ketika Deputi PM Sir Geoffrey Howe, 1 November lalu, mengundurkan diri. Hove dan Thatcher berbeda sikap dalam menanggapi penyatuan mata uang Eropa, pada 1992 nanti. Howe menyampaikan pidato pengunduran resmi di parlemen, dua pekan lalu, dengan mengecam keras Thatcher. Peluang ini rupanya dimanfaatkan oleh Micheal Heseltine, yang mundur dari kabinet pada 1986. Heseltine mengumumkan tantangan melawan kepemimpinan Thatcher. Dukungan atas Heseltine bertambah setelah hasil pengumpulan pendapat koran The Times dibeberkan: bahwa Partai Tory bakal menang dalam pemilu mendatang jika dipimpin oleh Heseltine. Dari keseluruhan 372 suara, dalam pemungutan Selasa pekan lalu, Thatcher masih bisa meraih 204 suara, Heseltine 152, dan 16 abstain. Namun, peristiwa selanjutnya lebih menentukan: setidaknya 20 anggota parlemen sudah mengancam akan berbalik memilih lawannya, dan sejumlah sesepuh Tory juga sudah menganjurkan agar dia mundur sebelum dipermalukan. Ada beberapa penyebab mengapa Thatcher terpaksa mundur. Di antaranya: * Fakta bahwa Thatcher sudah terlalu lama memerintah Inggris. Walau usia 65 tahun belum terlalu tua untuk standar PM Inggris, Thatcher sudah 15 tahun memimpin partainya dan 11 setengah tahun memimpin Inggris. Banyak orang mulai jenuh, frustrasi, dan ingin perubahan. * Keberhasilan Thatcher mengangkat ekonomi Inggris dua tahun terakhir mulai kedodoran. Tingkat inflasi yang pada 1988 bisa ditekan rata-rata 4%, kini hampir 11%, naik menjadi lebih dari dua kali lipat. Tingkat bunga pun membubung sampai 15% sehingga banyak pemilik rumah -- yang biasanya dengan cara kredit -- menjerit. * Penerapan pajak baru "tax Pol" yang dinilai sangat mencekik rakyat. Banyak tokoh Partai Konservatif berang atas pemberlakuan pajak kontroversial ini. * Cara Thatcher menangani masalah (penyatuan) Eropa. Pernyataan wanita besi ini sering membuat berang para pemimpin Eropa Barat lainnya dalam hal mata uang bersama, bank sentral gabungan, kebijaksanaan keuangan terpadu. Ada tiga calon resmi pengganti Thatcher, yang bersaing dalam pemilihan babak kedua Selasa pekan ini: Douglas Hurd (menteri luar negeri), John Major (menteri keuangan), dan Heseltine. Dua yang pertama merupakan anggota kabinet Thatcher yang terakhir. Michael Heseltine merupakan kandidat favorit. Ia didukung oleh tiga tokoh senior Howe, Nigel Lawson (bekas menteri keuangan), dan Lord Carrington (bekas menteri luar negeri). Di antara ketiga kandidat cuma Heseltine berpredikat jutawan. Tokoh yang dijuluki pers Inggris sebagai "Tarzan" -- karena rambut gondrongnya -- ini pemilik perusahaan penerbitan Heymark Magazine Group. Pada usia 22 tahun, pria pemalu tapi energetik ini sudah memiliki mobil Jaguar mewah, dan ke mana-mana pakai sopir -- bahkan saat mendaftarkan diri untuk wajib militer. Dengan modal kekayaan dan pendidikan terpandang (ia lulusan Universitas Oxford), Heseltine mudah diterima kubu Konservatif. Apalagi saat kuliah ia pernah menjabat ketua tim debat, modal baik untuk terjun ke kancah politik. Pada usia 33 tahun pada 1966, ia berhasil masuk parlemen. Inilah awal karier politiknya. Pada 1979, ia masuk kabinet Thatcher sebagai menteri lingkungan. Kepiawaian mengatur orang dan kegilaannya akan kerja membuat ayah tiga anak ini pada 1983 diangkat menjadi menteri pertahanan. Sejak awal Heseltine dan bosnya sering cekcok. Di belakang punggung, ia memanggil sang bos dengan sebutan "cewek sialan". Puncaknya 1986, Heseltine mundur gara-gara penjualan pabrik pembuatan helikopter Inggris "Westland" (Heseltine ingin bantuan datang dari Eropa, Thatcher condong ke Amerika). Sejak itu Heseltine diam-diam kampanye untuk bisa menyaingi Thatcher. Ia turun ke jalan-jalan, berpidato, atau memberikan wawancara pers dengan gaya -- menurut media Inggris -- calon presiden AS. Ia menggunakan kelemahan Thatcher untuk merebut simpati: menjanjikan perubahan peraturan perpajakan -- yang disebut menguntungkan si kaya dan memukul si miskin -- dan lebih lembut menghadapi Masyarakat Eropa. Ia juga mengaku penuh perhatian pada warga yang tak punya rumah dan hidup menggelandang, dan menjanjikan perbaikan tingkat kesejahteraan. Tokoh yang dijagokan Thatcher, konon, John Major. Inilah tokoh termuda dari ketiga kontestan. Banyak anggota parlemen kubu Tory ingin penyegaran dengan munculnya tokoh muda. Namun, tak sedikit yang menyebut Major kelewat muda dan kurang pengalaman, untuk pos setinggi PM. Yang pasti, Major, anak pemain trapeze di sebuah sirkus, dikenal mudah bergaul. Sebagai menteri keuangan, ia dinilai lebih menguasai masalah ekonomi. Sebelum meniti karier di perbankan, Major, yang putus sekolah pada usia 16 tahun, sempat menjadi penganggur dan buruh bangunan. Di dunia bank kemampuan intelektual Major berkembang pesat. Pada 1979 ia terpilih menjadi anggota parlemen dan sejak itu karier politiknya melesat, sampai 1987, ketika ia diangkat sebagai wakil menteri keuangan. Namanya sering disebut sebagai calon PM, sejak diangkat menjadi menteri keuangan tahun silam. Konon, Thatcher kagum pada Major, yang gemar menonton opera dan main kriket ini, karena kedudukannya yang tinggi tak menciptakan musuh. Douglas Hurd, 60 tahun, bekas diplomat karier, juga disebut berpeluang besar. Hurd asal keluarga politisi (ayah dan kakeknya juga anggota parlemen). Hurd pernah menjadi dubes di Cina, PBB, dan Italia. Setelah beberapa kali diangkat sebagai menteri muda, baru pada 1984 ia kebagian pos menteri urusan Irlandia Utara. Setelah menjabat menteri dalam negeri, tahun silam ia menduduki pos menlu yang sudah lama diincarnya. Walau kerap bersilang pendapat dengan Thatcher, Hurd dikenal sangat loyal. Politisi yang juga novelis ini -- ia sudah menulis tujuh buku yang cukup laris -- punya lima anak dari dua istri. Siapa pun yang terpilih bakal mengemban beban berat. Ia bukan hanya harus menggalang persatuan di kubu Tory untuk menghadapi pemilu 1992, dan memecahkan masalah ekonomi, tapi juga "mengusir" bayang-bayang nama besar Margaret Thatcher, primadona di arena politik internasional dan dalam panggung politik negeri Inggris. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini