BEBERAPA jam setelah mengumumkan pengunduran dirinya, Kamis pekan lalu Margaret Thatcher tampil di Majelis Rendah Parlemen Inggris. Dalam busana biru terang, berkalung mutiara seperti biasanya, dengan rambut ditata rapi, dengan tenang ia melangkah ke jejeran bangku paling depan, tempat duduk yang telah dipakainya selama 11 1/2 tahun. Sambutan meriah diberikan kubu Partai Konservatif -- termasuk Michael Heseltine, tokoh yang menjatuhkan Thatcher. Sementara itu, pihak oposisi, seperti biasanya, memekikkan suara mencemooh. Seperti biasanya pula, Margaret Thatcher mudah meng-KO segala upaya kubu lawan. Dengan terampil Maggie -- nama panggilan Thatcher -- menjawab jitu segala pertanyaan garang kubu Partai Buruh, yang Kamis sore itu mengajukan usul mosi tak percaya. (Mosi tak percaya itu digagalkan dengan perbandingan suara 367 lawan 247). "Penampilan prima," komentar seorang tokoh kubu minoritas Partai Liberal Demokrat. Berdebat memang salah satu kekuatan Margaret Hilda Thatcher, anak pemilik toko dan cucu pembuat sepatu itu. Pada usia 11 tahun, Margaret kecil sudah dibawa ayahnya, Alderman Roberts, ke kuliah-kuliah tambahan di universitas. Di sana sang gadis cilik dipaksa sang ayah agar tiap kali mengajukan pertanyaan. Tentu saja, tak asal bertanya. Margaret Hilda saat itu sudah berbekal pengetahuan politik dan ekonomi, berkat buku-buku yang dibacanya serta kebiasaan diskusi politik dan ekonomi dengan ayahnya. Ketika gadis-gadis kecil sebaya masih membincangkan harga boneka, Maggie sudah mahir menganalisa. Misalnya, "Sosialisme itu merupakan sebuah versi lain komunisme." Anak kedua keluarga pemeluk Kristen Metodis yang lahir 13 Oktober 1925 ini memang tumbuh menjadi anak yang kelewat serius. Sang ayah secara rutin menggiring Manggie ke perpustakaan. Untunglah, ia memang berotak encer. "Kamu tidak harus mengikuti kelakuan orang. Kau harus punya sikap sendiri," tutur Thatcher, menirukan suara ayahnya, pada wartawan majalah Vanity Fair. Bisa jadi, karena kata-kata ayahnya itu Thatcher jadi tahan banting dan punya mental baja. Sebaliknya banyak tokoh yang kelimpungan setelah bertemu atau bekerja sama dengan Maggie. (Bekas Menlu dan Deputi PM Sir Geoffrey Howe, konon, selalu minta disediakan kompres handuk dingin pada istrinya, setiap pulang dari pertemuan dengan Maggie). Neil Kinnock, pemimpin Partai Buruh, enam tahun terakhir kerap mejadi bulan-bulanan Thatcher di sidang parlemen Inggris. Margaret Thatcher, yang sarjana kimia dan pernah jadi pengacara ini, memang wanita luar biasa. Ia orang kedua dalam sejarah Inggris yang terpilih menjadi PM tiga kali berturut-turut. Sejak 1979 menghuni rumah dinas Downing Street 10, PM Inggris yang bekerja tujuh hari seminggu selama 20 jam sejak mahasiswa ini tampak jauh lebih muda ketimbang saat masih jadi anggota parlemen, menteri pendidikan, ketua Partai Konservatif yang memimpin kubu oposisi. Bukan cuma busana dan dandanan rambut Maggie yang lebih menawan, gaya dan nada bicaranya pun mempesona. Tak percuma jika Thatcher belajar bicara dan mengatur tekanan suara pada ahlinya. Ia sendiri mengaku ingin dan senang menjadi pusat perhatian. Kekerasan dan kepercayaan pada diri sendiri yang amat besar membuat Thatcher sekaligus dikagumi dan dibenci. Di Amerika dan di Eropa Timur, ia dipuja. Tapi kekerasan sikapnya menentang mekanisme penyatuan moneter Masyarakat Eropa membuat sebagian besar pemimpin Eropa Barat hilang kesabarannya. "Ia memang punya bibir seperti Marilyn Monroe, tapi matanya seperti Caligula," ujar Presiden Prancis Francois Mitterrand, yang tak menyembunyikan ketidaksukaannya pada PM wanita Inggris itu. Mitterrand tentunya berlebihan. Di bawah Maggie -- yang tak suka seni, olahraga, dan tak memiliki hobi karena tak punya waktu -- Inggris sempat naik pamor di mata internasional, bukannya seperti Roma yang jatuh karena dipimpin Caligula. Terutama setelah ia memenangkan Perang Malvinas. Sikap keras dan tak mau tunduk Thatcher pada aksi teror juga membuahkan sikap segan sejumlah pemimpin garis keras di Timur Tengah, macam Qadhafi dan Saddam Hussein. Di dalam negeri sendiri, Thatcher mampu menaklukkan serikat-serikat buruh Inggris, yang aksi mogoknya mampu melumpuhkan pemerintahan Partai Buruh. Thatcher juga dianggap sukses memperbaiki perekonomian Inggris (setidaknya sampai dua tahun silam). Kini banyak pihak yang tak bisa membayangkan Margaret Thatcher, yang biasa sibuk dan penuh energi, cuma jadi ibu rumah tangga biasa. Walau cuma mendapat uang pensiun sebesar 17.500 poundsterling setahun, Thatcher yang selama ini jarang ambil cuti itu tak bakal kekurangan duit. Denis Thatcher, sang suami, bisa disebut berharta. Yang pasti, sebuah rumah berhalaman luas berlantai dua di Dulwich, dekat padang golf, sudah dibangun sang suami. Karier politik Maggie pun tak akan begitu saja hilang. Banyak pengamat menilai, Margaret Thatcher bakal tetap berpengaruh di parlemen Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini