Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Ia Makin Keras Berbicara

Mendagri Rudini menjelaskan: bahwa Timor Timur akan dijadikan daerah terbuka seperti provinsi-provinsi lain di Indonesia. Berdasar pengamatan sejumlah wartawan keamanan Timor Timur kini tak lagi menjadi masalah.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENARKAH Timor Timur akan memperoleh hadiah Natal berupa "pembukaan" provinsi itu? Harapan Menteri Dalam Negeri Rudini, yang diucapkan pekan lalu di Istana Merdeka, diterima dengan harap-harap cemas di Timor Timur. Rudini memang tidak memastikan kapan terlaksananya hal itu, karena keputusan berada di tangan Presiden. Lagi pula, ada departemen-departemen lain yang langsung berkepentingan terhadap terbuka tidaknya Tim-Tim, antara lain Departemen Hankam dan Mabes ABRI. Toh ucapan Rudini itu menggembirakan Carrascalao. "Ucapan Pak Rudini itu menimbulkan harapan baru bagi masyarakat Timor Timur yang selama ini masih diperlakukan diskriminatif," kata Gubernur Tim-Tim Mario Viegas Carrascalao di Dili Senin pagi lalu. Yang gembira dengan kemungkinan terbukanya Tim-Tim terutama pihak-pihak yang melihat keuntungan dari mengalirnya pendatang. "Terbukanya Tim-Tim akan membuat banyak turis datang ke sini," kata Alex Samara, general manager Hotel Turismo, Dili. Buat Hotel Turismo, yang punya 49 kamar, membanjirnya turis memang sangat diharap. Selama ini hotel di kota yang berpenduduk sekitar 100 ribu itu hanya penuh jika ada penataran. Biasanya tingkat hunian Turismo cuma sekitar 30%. Harapan Alex memang seperti rekomendasi delegasi parlemen Eropa, yang pekan lalu mengunjungi provinsi ke-27 RI itu. "Yang terpenting dalam rekomendasi itu itu adalah memberikan dukungan kembali kepada Gubernur Timor Timur untuk membuka wilayah itu serta memperlakukannya sama dengan provinsi lain di Indonesia," kata Jannsen van Raay, anggota parlemen Eropa dari Belanda yang menjadi pimpinan rombongan. Persoalannya, apakah kini Timor Timur memang siap untuk dinyatakan sebagai daerah terbuka. Selama ini orang luar bisa keluar-masuk Tim-Tim hanya bila memiliki surat izin. Dan ini, kata Carrascalao, menyebabkan rakyat Tim-Tim tidak bahagia (lihat Rakyat Timor Timur tidak Bahagia). Karena itu, Juni lalu ia mengusulkan agar Tim-Tim dinyatakan sebagai daerah terbuka. Selama ini masalah keamanan selalu dijadikan alasan bagi tertutupnya Tim-Tim. Tapi, menurut Carrascalao, kini Tim-Tim 99% aman. Cuma di kawasan Timur, Viqueque, Los Palos, dan mungkin Baucau, masih ada gangguan keamanan. Bahwa keamanan Tim-Tim sangat baik telah dibuktikan oleh banyak pihak. Delegasi parlemen Eropa yang pekan lalu meninjau Tim-Tim bahkan menyatakan bahwa Tim-Tim bukan masalah militer lagi. Wartawan TEMPO, yang pekan lalu mengunjungi provinsi ini selama empat hari bersama sejumlah wartawan dalam dan luar negeri, juga membuktikan hal ini. Ukuran damainya Tim-Tim mungkin bisa dilihat dari jumlah tahanan politik yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Dili. Pada Agustus 1987 tercatat ada 155 tahanan GPK di situ. Akhir pekan lalu cuma 10 yang belum dibebaskan. Pulau Atauro, yang pada 1982/1983 pernah dipakai sebagai tempat tahanan sekitar 5 ribu orang, tatkala dikunjungi hari Minggu pekan lalu sama sekali tak menunjukkan kesan "Pulau Tahanan". Laut biru yang jernih, pantai yang bersih, dan tumbuh-tumbuhan yang meranggas karena musim kemarau lebih mengesankan pulau yang kesepian, agak miskin dan kering. Di altara sekitar 6 ribu penduduknya, kini terdapat 200-an bekas anggota GPK yang dimukimkan kembali karena tidak ingin kembali ke desa asal mereka. "Memang masih ada masalah keamanan tapi intensitasnya sangat kecil," kata Kolonel Moch. Ma'ruf, Komandan Korem 164/ Wira Dharma yang membawahkan daerah Tim-Tim. Jumlah sisa Fretilin ditaksir sekitar 300, kadernya sekitar 100, dan mereka tersebar dalam kelompok-kelompok kecil. Senjata mereka ditaksir sekitar 100, umumnya senjata lama, seperti Lee Enfields, Garrand, dan Mauser. Menurut Moch. Ma'ruf, kebijaksanaan yang ditempuhnya adalah mengajak rakyat berbicara pada mereka yang masih tinggal di hutan, yang ada hubungan famili, untuk mengajak mereka turun dan membangun bersama. "Kami sama sekali tidak memakai cara interograsi militer," katanya. Hasilnya, pada 1988 (sampai Agustus) ada sekitar 25 anggota GPK yang menyerah. Ini tidak berarti tidak ada kontak senjata. Kelompok kecil GPK terkadang turun dan merampok, hingga terjadi pertempuran dengan hansip desa yang dipimpin Babinsa. Tahun ini, kata Kolonel Ma'ruf, ada 16 GPK yang tewas oleh perlawanan rakya Namun, tercatat ada 4 atau orang, terutama Babinsa, tewas Bagaimana tanggapannya jika Tim-Tim dijadikan daerah terbuka? "Tak ada masalah buat ABRI. Kami tinggal menunggu instruksi dari Jakarta," jawab Ma'ruf. Bila keamanan tidak lagi menjadi masalah, apa lagi yang bisa menjadi ganjalan bagi terbukanya Tim-Tim? Gubernur Carrascalao secara tidak langsung memang mengisyaratkan bahwa salah satu pihak yang keberatan adalah kelompok yang selama ini memperoleh keuntungan dari tertutupnya Tim-Tim, tapi ia tidak mau menuding. Ada juga gagasan agar terbukanya Tim-Tim dilakukan secara selektif. Ini untuk menghindari agar tidak terjadi guncangan sosial akibat tidak mampunya penduduk Tim-Tim -- yang kebanyakan pendidikan dan kemampuannya masih rendah -- bersaing dengan pendatang. "Turis boleh datang. Demikian juga tenaga kerja yang kualitasnya belum ada di Tim-Tim," kata seorang pejabat Pemda Tim-Tim. Gereja Katolik Tim-Tim tampaknya juga mempunyai pendapat serupa, dengan alasan yang sama. "Terbukanya Tim-Tim ini tidak terbuka begitu saja, tapi ada pembatasan," kata uskup Dili Mgr. C.P. Ximenes Belo. Namun, Carrascalao tampaknya tak terlalu mengkhawatirkan itu. Ia rupanya lebih waswas pada "krisis" besar yang bisa terjadi. Misalnya rasialisme. Selama 12 tahun integrasi, pendidikan di Tim-Tim memang maju pesat, padahal kesempatan kerja sangat minim. Dari 7 ribu pencari kerja yang tercatat pada 1987 cuma 71 yang tertampung. Keresahan pun muncul. Dua pekan lalu pun terjadi "unjuk rasa" -- mungkin yang pertama terjadi di Dili -- tatkala 300-an lulusan SMP memprotes karena tidak mempeoleh tempat di SMTA. Maka bisa dimengerti bila belakangan Carrascalao makin keras berbicara. Susanto Pudjomartono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus