Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Beberapa Milyar Rupiah dari Ongko

PN Jakarta Pusat mulai mengadili Jusup Handoyo Ongkowidjaja, pimpinan Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM). Dituduh korupsi, praktek bank gelap, menggunakan akta notaris palsu dan melakukan penipuan.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA tidak lagi menenteng tongkat berkepala naga. Ia juga tak lagi berbaju batik. Jusup Handoyo Ongkowidjaja kini tak tampil seperti ketika ia masih berkantor di Jalan K.H. Zainul Arifin, tak jauh dari pusat perbelanjaan Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat. Di kantor pusat Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) itu, orang yang disingkat namanya jadi "Ongko" itu memang sang ketua. Kini lelaki berumur 47 tahun itu memakai seragam putih. Bajunya tanpa kerah Rambutnya panjang mencecah bahu, jenggot dan cambangnya tumbuh panjang tak terurus dan di sana-sini ditumbuhi uban Setidaknya begitulah ia ketika Sabtu pekan lalu tampil di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang hari itu mulai mengadili perkaranya. Sebuah kitab Injil bersampul biru tampak tak lepas dari tangannya. Sekitar 200 pengunjung -- sebagian besar anggota YKAM -- tampak mengelu-elukannya. Apa salah Ongko di mata Negara? Jaksa Tumbur Simanjuntak menuduh Ongkowidjaja telah melakukan setidaknya empat kejahatan. Pertama, tindak pidana korupsi sebagai yang diatur UU nomor 3 tahun 1971 (tuduhan primer). Ia menghimpun dana masyarakat secara melawan hukum. Tindakannya itu untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara seperti yang dimaksud oleh pasal tindak pidana korupsi. Ia juga dituduh melakukan praktek bank gelap (tuduhan subsider). Tuduhan selanjutnya, Ongko telah mempergunakan akta notaris yang isinya palsu. Di dalam akta pendirian YKAM ia mengaku memiliki modal Rp 500 juta, padahal sebenarnya cuma Rp 1 juta. Dalam tuduhan ketiga, jaksa menyebutkan bahwa ketua YKAM ini telah mempergunakan, menjual, menawarkan, dan menyimpan sejumlah meterai palsu. Tuduhan yang keempat, ia melakukan penipuan terhadap anggota yayasannya, seperti diancam oleh pasal 378 KUHP. Banyak anggota sudah menyetorkan uang tabungan tapi uang itu tak bisa dikembalikan Ongko. Yang terberat tampaknya adalah tuduhan yang pertama, tindak pidana korupsi. Untuk itu, bila terbukti, Ongkowidjaja bisa dihukum penjara seumur hidup ditambah denda Rp 30 juta. Bersalahkah Ongko sebenarnya? Sudah diketahui, Ongko sejak Juni 1987 menjalankan praktek aneh. Ide usahanya ini, seperti diakui bekas pendeta asal Medan itu kepada polisi, diperolehnya setelah membaca artikel "surat berantai dengan uang" yang dimuat majalah berbahasa Cina, Xiansheng, terbitan Kuala Lumpur, tahun 1986. Rumus-rumus surat berantai itu ia perbaiki. Maka, jadilah apa yang disebutnya kemudian "tabung-pinjam gotong-royong". Caranya mudah saja: Anggota diharuskan membayar uang pendaftaran Rp 50.000, kemudian menabung Rp 30.000 tiap bulan (belakangan ia naikkan jadi Rp 40.000). Enam bulan kemudian, setelah anggota itu menabung tujuh kali atau Rp 210.000, si anggota akan memperoleh kredit Rp 5 juta. Dengan kemudahan yang memikat itu usaha Ongko, yang kemudian bernaung di bawah Yayasan Keluara Adil Makmur, begitu cepat mengumpulkan puluhan ribu anggota. Kantornya di kawasan Jakarta Pusat setiap hari luber oleh ribuan orang, kebanyakan ingin menjadi anggota baru. Sesekali Ongko muncul di hadapan anggota yang berdesakan itu dan berpidato melalui pengeras suara untuk mempertegas dialah penyelamat rakyat kecil dan pedagang ekonomi lemah. Sampai Februari 1988 yang lalu, misalnya, YKAM sudah mengumpulkan 44.770 anggota lebih (di Jakarta dan puluhan cabangnya di kota-kota lain) yang terdiri atas 70.000 paket. Jumlah anggota memang lebih kccil dari jumlah paket karena seorang anggota boleh mengambil maksimal 10 paket. Dari 70.000 paket itu, menurut jaksa, Ongko telah mengumpulkan dana sekitar Rp 18 milyar. Dari 70.000 paket anggota itu yang telah menerima paket kredit Rp 5 juta cuma 2.337 anggota. Nilai seluruhnya Rp 12.06.723.500. Bila angka itu akurat, soalnya kemudian: Ke mana selisih uang yang hampir Rp 6 milyar lagi? Hanya sebagian kecil yang terungkap. Di antaranya, ia gunakan untuk biaya operasional kantor pusat dan kantor-kantor cabang dan perwakilan. Selain itu, Rp 92 juta dipakainya untuk membayar utang pribadi. Sebesar Rp 60 juta ia berikan kepada Endang Wahyuni (istri barunya), dan Rp 150 juta membeli kantor pusat YKAM di Jakarta Pusat itu -- atas nama Ongko. Dalam pada itu, terungkap Rp 300 juta dipakai untuk membeli rumah di Pluit yang ia berikan kepada putrinya, Ribkah Handayani. Rp 460 juta untuk uang muka pembelian 23 ha tanah di Lembang aawa Barat), Rp 100 juta untuk membeli tanah di Bekasi, Rp 27 juta untuk membeli rumah untuk James, adik Ribkah, kemudian Rp 200 juta ia berikan kepada seorang yang disebut sebagai Arie Freddy Pantaow. Freddy adalah sekretaris di Hanurata Coy. Ltd. Ia mengatakan kepada TEMPO bahwa uang itu adalah "kredit lunak Ongko pribadi". Ongko mengaku kepadanya sebagai pemegang saham sebuah bank di Singapura dan Tokyo. Kredit dari Ongko ini, menurut Freddy, digunakannya untuk proyek pembibitan buah-buahan dan perikanan di Ciomas, Jawa Barat. Juga untuk proyek perluasan Taman Ria di Manado. "Saya belum kembalikan kredit itu karena keburu yayasan itu dilarang," ujar Freddy. Yang jelas, Ongko kemudian kesulitan mengeluarkan paket kredit untuk anggota yang sudah jatuh tempo, terutama setelah Menteri Keuangan ketika itu, Radius Prawiro, mengimbau masyarakat agar hati-hati pada YKAM. Sementara itu, Ongko sudah mengumumkan bahwa pada 18 Februari 1988, ia akan mengeluarkan 291 paket kredit dengan nilai Rp 1 milyar lebih. Padahal, ketika itu uang kontan yang ada hanya Rp 30-an juta. Akhirnya, sehari sebelum hari gawat itu Ongko menyerahkan diri kepada polisi. Ia rupanya tak berniat melarikan diri. Paspornya saja sudah mati. Setelah perkara ini di tangan polisi dan uang serta barang berharga milik Ongko dan pengurus YKAM lainnya disita, cuma terkumpul uang kontan Rp 160 juta, 15 mobil, selain rumah, kantor, dan tanah tadi. Seluruhnya paling banter Rp 1 milyar. Bagi jaksa soalnya tampak jelas. Bagi mereka yang dulu sudah menyetor uang ke YKAM, pertanyaannya: Bagaimana mungkin uang anggota itu bisa kembali? Amran Nasution, Moebanoe Moera, Muchsin Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus