Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rakyat Timor Timur Tidak Bahagia

Wawancara sejumlah wartawan dengan ubernur Tim-Tim Mario Viegas Carrascalao tentang keterbukaan Timor Timur yang gigih diperjuangkannya ke pemerintah pusat. Ia menginginkan Tim-Tim seperti provinsi lain.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI biasa, Mario Viegas Carrascalao, 51 tahun, berbicara dengan bersemangat. Terkadang keras meledak-ledak, sebentar kemudian merendah, berbisik, tak terdengar. Apalagi topik yang dibicarakan soal keterbukaan Timor Timur yang kini gigih diperjuangkannya. Berikut nukilan dua kali pembicaraan sang gubernur terakhir Senin pagi pekan ini -- dengan sejumlah wartawan. Sekarang ini tidak ada alasan untuk menutup Timor Timur. Jika ingin membangun daerah ini, kita harus percaya bahwa pemerintah bisa memberi pekerjaan pada semua orang. Saya tahu, pihak militer sedang mengkaji masalah ini. Dulu juga ada pihak-pihak yang khawatir kalau hubungan telekomunikasi dibuka (SLJJ antara Jakarta dan Dili - Red.), akan ada hal-hal yang mengganggu. Nyatanya, sampai hari ini tak terjadi apa-apa. Benar kalau dikatakan bahwa rakyat Timor Timur saat ini tidak bahagia karena ada pembatasan-pembatasan. Tentu, dibanding dua atau tiga tahun yang lalu, mereka lebih bahagia. Tapi tidak banyak orang yang menyadari ini, karena orang tidak mengerti apa yang bisa membuat orang bahagia. Hanya itu. Kami tidak meminta sesuatu yang istimewa, atau memerlukan sesuatu yang istimewa. Kami hanya menginginkan kehidupan yang normal. Normal dalam arti bebas merdeka. Saya tahu benar apa yang dirasakan orang di sini (Timor Timur). Soal integrasi dengan Indonesia itu bukan masalah (lagi). Bukan itu isunya. Mereka cuma menginginkan perlakuan yang sama dengan orang Indonesia lainnya. Itu sebabnya terkadang ada orang bilang, "Saya baru saja mengunjungi Indonesia." Apa artinya itu? Bukankah ini semua Indonesia? Tapi kebanyakan orang merasa, ini (Timor Timur -- Red.) bukan Indonesia. Indonesia yang sesungguhnya itu baik. Di seberang perbatasan (NTT - Red.) itulah terletak Indonesia yang sesungguhnya. Dan itulah yang diinginkan semua orang. Mengapa orang di Bali, di NTT, merasa bahagia? Mengapa orang Timor Timur tidak? Saya harap mereka (pemerintah pusat -- Red.) akan menyelidiki keadaan yang sesunggguhnya. Masalah keamanan beres. Saya kira kami tidak perlu lagi pembatasan. Kami tidak punya sesuatu yang disembunyikan atau perlu disembunyikan dari orang lain. Saya kira yang terjadi saat ini adalah pengamanan yang berlebihan. Situasi memang lebih baik dari yang dibayangkan orang. Saya pergi malam-malam naik mobil ke luar kota. Tak terjadi apa-apa pada saya. Juga tidak terjadi apa-apa pada orang lain. Tidak ada satu batu pun yang digulingkan. Tidak ada satu jembatan pun yang dirusakkan -- termasuk jembatan yang cukup satu menit untuk meledakkannya. Peringatan Hari Proklamasi pekan lalu -- juga pemilu tahun silam -- juga tidak ada gangguan. Kalau jumlah Fretilin dikatakan sampai 300 sampai 400 orang, mestinya waktu itu terjadi sesuatu. Menurut saya, kegiatan mereka sekarang hanya banditisme, merampok. Sekarang ini Timor Timur sedang mengalami stagnasi. Ada kecenderungan keadaan akan menurun dalam waktu 2 atau 3 tahun mendatang. Kita akan menghadapi krisis bila masalah ini tak terpecahkan. Dan sebelum hal itu terjadi, saya ingin memberi tahu Jakarta. Keterbukaan apa yang saya inginkan ? Terbuka seperti provinsi-provinsi yang lain, tanpa istilah istimewa. Terbukanya Timor Timur memang akan mengundang datangnya pendatang. Akan timbul kompetisi. Juga akan datang "petualang-petualang". Sekarang ini banyak sekali pendatang, khususnya dari Sulawesi Selatan, di Timor Timur. Mereka menguasai bidang perdagangan. Jika orang Timor Timur tidak bisa bersaing dengan pendatang yang dominan itu, bisa timbul masalah rasial. Dan itu bisa terjadi tidak lama lagi. Terbukanya Timor Timur akan akan membuka lebih banyak kesempatan kerja pada orang-orang ini. Hotel-hotel akan berkembang, lapangan kerja meningkat. Begitu juga perdagangan. Dengan terbukanya Timor Timur, orang akan mau melakukan investasi. Orang sini pun bisa mendapat fasilitas. Mereka bisa berusaha atau bekerja sama dengan, misalnya, orang Jakarta. Bagi saya, yang terpenting bukan cuma lapangan kerja. Saya ingin agar ada orang Timor Timur yang berani mencari lapangan kerja di provinsi lain yang jauh lebih maju dari Timor Timur. Mengapa demikian? Karena selama ini tertutup, tidak ada lapangan lain buat mereka. Kalau terbuka dia akan merasa Bali juga dia miliki, NTT juga dia miliki. Karena tertutup, mereka selama ini merasa, hanya ini dunia mereka. Mereka menanya: Mengapa orang lain bisa datang, tapi mereka tidak bisa keluar? Orang yang hidup di Jakarta tidak merasakan ini. Saya sendiri juga tidak akan merasa kalau tidak mendengar mereka. Tapi kalau kita omong-omong dengan mereka, akan kita dengar pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Mengapa sampai 1976 kita dijajah, tapi kita bisa bergerak. Tapi sekarang, setelah kita merdeka, kita tidak bisa bergerak? Soal usul saya untuk membuka Timor Timur, saya tahu bahwa saya akan dipersulit. Ada orang yang akan memberi tahu Jakarta bahwa saya salah. Dan saya seratus persen yakin bahwa mereka akan melakukan hal itu. Saya siap untuk menghadapi itu. Siapa mereka? Mereka adalah sekelompok orang yang masih cukup berarti, yang bisa mempengaruhi para pembuat keputusan. Di antara mereka ada juga orang Timor Timurnya, tapi yang terkuat bukan orang Timor Timur. Merekalah yang selama ini memperoleh keuntungan dengan ketertutupan Timor Timur. Apa yang akan saya lakukan bila usul saya ini ditolak? Sikap saya akan bergan tung pada perkembangan. Saya merasa, jika saya mundur, saya akan seperti peng ecut. Saya tidak ingin sepert itu. Saya siap menghadap segala akibat yang bisa terjadi. Mungkin saya akan memberikan argumentasi yang lebih kuat terhadap usul pembukaan Timor Timur. Saya kira, usul ini tidak akan ditolak seterusnya Mungkin akan ditunda, misalnya, satu tahun. Saya tahu yang memutuskan hal itu bukan saya. Saya harus siap untuk menerima jawaban "Ya" atau "Tidak". Tapi jika saya merasa tidak bisa menjalankan tugas, saya akan minta berhenti. Yang saya lakukan ini tindakan preventif. Jika tidak dilakukan apa-apa, dalam 2-3 tahun bisa terjadi krisis. Saya tidak ingin menyaksikan hal itu terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus