Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) menuai sejumlah polemik. Salah satunya mengenai rancangan desain istana negara yang menyerupai burung Garuda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga asosiasi profesional menolak permintaan pemerintah untuk memperkaya desain itu. Mereka adalah Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), dan Green Building Council Indonesia (GBCI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walau begitu, rancangan istana negara yang di desain oleh pematung asal Bali, Nyoman Nuarta, tersebut telah disetujui Presiden Jokowi pada 2 April 2021 lalu.
Menanggapi polemik itu, Nyoman Nuarta akhirnya angkat bicara dalam diskusi daring “Menuju Ibu Kota Negara Baru” pada Rabu, 23 Februari 2022 lalu.
“Indonesia memiliki lebih dari 1.000 suku bangsa. Ini tidak mungkin diserap di satu bentuk bangunan. Maka dari itu saya pilih Garuda," kata Nyoman dikutip dari Antara.
Partisipasi Nyoman dalam hal ini membuat desain dasar sebanyak 12 bangunan. Sedangkan konsep bangunan istana buatannya harus merepresentasikan budaya Indonesia yang beraneka ragam banyaknya.
Karena itu, kata dia, simbol garuda dan 12 bangunan lainnya tidak identik pada salah satu budaya saja. Nyoman juga memastikan istana negara ini tetap menghindari efek rumah kaca dan radiasi. Dia memastikan standar kenyamanan akan baik dengan adanya sirkulasi udara.
"Di dalam sayap (Garuda) itu ada hutannya. Jadi kalau Bapak Presiden ingin rapat di bawah pohon tetapi tidak kehujanan maka di situ tempatnya," ujarnya.
Menurut dia, lokasi IKN memiliki kontur yang ekstrem menjadi tantangan. Ia mengaku telah melibatkan 70 ahli, seperti arsitek, ahli jalan, jembatan, green desain, interior, dan lanskap untuk memenuhi syarat gedung yang modern.
"Bahkan lokasi Istana Garuda itu, 88 meter dari permukaan laut, jadi menanjak, maka dari itu kita buat sedikit berputar. Elevasinya kita sesuaikan," kata dia.
RAHMAT AMIN SIREGAR