Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan kapal berukuran jumbo hilir-mudik di perairan Selat Madura pada Rabu pekan lalu. Beberapa di antaranya bermuatan puluhan peti kemas yang sandar di dermaga PelaÂbuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kurang dari seratus meter di sebelah barat dermaga, tampak dataran beton mengapung di atas air Teluk Lamong, yang berwarna biru kecokelatan.
Puluhan pekerja sibuk merajut besi dan mengarahkan adonan semen untuk pengerasan proyek dermaga apung Terminal Serbaguna Teluk Lamong. Dermaga yang dirintis sejak satu dekade silam ini memang seperti mengapung di tengah teluk yang terletak di perbatasan Surabaya dan Gresik itu.
Direktur PT Pelindo III Wahyu Suparyono mengatakan Teluk Lamong akan dibangun dengan cara reklamasi perairan seluas 50 hektare. Dalam rencana induknya, dermaga ini akan terus tumbuh hingga seluas 350 hektare. Menurut dia, cara ini dianggap lebih murah ketimbang membebaskan tanah. Proyek senilai Rp 3,4 triliun itu ditargetkan selesai tahun depan. "Kami ingin pada 2014 pelabuhan ini sudah bisa beroperasi," kata Wahyu awal Agustus lalu.
Terminal ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelebihan kapasitas arus barang yang keluar-masuk Tanjung Perak. Enam dermaga di Tanjung Perak—dermaga Jamrud, Mirah, Berlian, Nilam, Terminal Peti Kemas, dan Kalimas—sudah jenuh.
Antrean bongkar-muat sangat lamban. Waktu tunggu bongkar barang jenis curah cair domestik dan internasional bisa mencapai 52-73 jam. Begitu pun bongkar-muat curah kering bisa mencapai 31 jam. Padahal Tanjung Perak adalah pelabuhan terbesar kedua di Indonesia yang menjadi tulang punggung perekonomian Jawa Timur dan Indonesia bagian timur.
Pemerintah memproyeksikan Tanjung Perak sebagai sentral "Pendulum Nusantara", yang menjadi koridor utama pelayaran domestik, menghubungkan dengan lima pelabuhan utama lain di Indonesia. Secara geografis, Surabaya amat strategis karena menjadi jalan pintas pelayaran internasional.
Dengan keberadaan Teluk Lamong, Tanjung Perak akan menjadi titik penghubung bukan hanya perdagangan antarpulau, melainkan juga pelayaran internasional. Dermaga ini akan membuat jarak tempuh kapal-kapal dari Asia Timur, Eropa, bahkan Amerika menjadi lebih dekat. Dari Samudra Pasifik, kapal dapat langsung ke perairan Indonesia dan berlabuh di Teluk Lamong.
Hal itu sangat memungkinkan karena kolam peti kemas memiliki kedalaman minus 14 meter LWS (low water spring/pasang-surut terendah). Cukup untuk sandar kapal berbobot di atas 50 ribu ton bobot mati (DWT).
PT Terminal Petikemas Indonesia, anak usaha PT Pelindo, akan menjadi pengelola dermaga peti kemas ini. Teluk Lamong nantinya mampu menampung 1.555.200 peti kemas dari pelayaran internasional, 2.903.040 peti kemas pelayaran domestik, dan barang curah kering 20.736.000 ton. "Dengan kapasitas terminal baru, kami yakin beban di Tanjung Perak bisa terurai," kata Direktur Utama PT Pelindo III Djarwo Surjanto.
Data PT Pelindo III menunjukkan total muatan peti kemas saat ini sudah mencapai 2,4 juta teus (twenty-foot equivalent units/ukuran unit kapasitas kargo) dan akan melonjak menjadi 4 juta teus pada 2014. Dengan kondisi sekarang, Tanjung Perak tak mungkin mampu menampungnya. Solusinya, Teluk Lamong harus segera kelar.
Juru bicara PT Pelindo III, Edi Priyanto, mengatakan Teluk Lamong nantinya akan dilengkapi 30 unit truk pengangkut, 5 unit derek kontainer, 2 unit pembongkar barang, 2 unit ban berjalan, dan 10 unit derek otomatis penyusun barang. Di atas dermaga juga akan berdiri kompleks perkantoran seluas 7,2 hektare.
Aneka peralatan modern pun disiapkan tak kalah dengan pelabuhan di Singapura. Operasionalisasi peralatan akan menggunakan energi alternatif ramah lingkungan, seperti gas dan tenaga matahari. Secara bertahap di Teluk Lamong juga akan dibangun kompleks pergudangan peti kemas raksasa.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo yakin letak Surabaya yang strategis bisa mengangkat Pelabuhan Tanjung Perak menjadi pesaing Singapura sebagai hub internasional. Sebab, dari samudra lepas yang menghubungkan benua, kapal-kapal raksasa bisa langsung masuk ke Surabaya dan bersandar di Teluk Lamong. "Nanti barang-barang ekspor bisa langsung kita dikirim ke Amsterdam," kata Soekarwo di Lumajang awal Agustus lalu.
Selama ini, sebelum masuk ke wilayah Indonesia, kapal-kapal berukuran besar pengangkut barang impor harus mampir dulu di Singapura. Di sana, muatan dipindah ke kapal lebih kecil, baru dibawa ke Surabaya. Begitu juga proses ekspor. Akibatnya, kata dia, barang Indonesia jadi mahal.
Ketua Organisasi Pengusaha Pelayaran Nasional (INSA) Steven H. Lesawengen menilai mimpi menjadikan Tanjung Perak menyaingi Singapura terlalu muluk. "Hampir mustahil," katanya Rabu pekan lalu. Menurut Steven, Teluk Lamong hanya mengurai sedikit persoalan di Alur Pelayaran Surabaya Barat (Selat Madura).
Sempitnya alur pelayaran, yang hanya selebar 100 meter dengan kedalaman minus di bawah 10 meter LWS, membuat kapal besar tak tertarik sandar. Pipa gas Kodeco dan kabel PLN yang membentang di kedalaman minus 9 meter LWS juga menjadikan pelayaran di alur ini bak meniti di atas ranjau
Agus Supriyanto, Fatkhurrohman Taufiq
Rencana Terminal Multipurpose Teluk Lamong
Uraian | Kedalaman kolam (-mLWS) | Lapangan penumpukan(Ha) | Backup (Ha) | Kapasitas (boks dan ton) |
Peti kemas internasional | 14 | 16,4 | 300 | 1.555.200 |
Peti kemas domestik | 8 | 33,2 | - | 2.903.040 |
Curah kering | 14 | 24,7 | 50 | 20.736.000 |
SUMBER: PELINDO III
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo