Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Menyidik Saksi Polisi
KOMISI ÂPemberantasan Korupsi mulai menyidik keterlibatan Inspektur JenÂderal Polisi Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi uji mengemudi. Setelah perdebatan panjang tentang kewenangan mengusut kasus ini, Komisi akhirnya bisa memeriksa empat polisi bawahan Djoko, Jumat pekan lalu.
Keempat saksi polisi yang diperiksa itu adalah Ajun Komisaris Wisnu Budhhaya, Ajun Komisaris Wandi Rustiwan, Komisaris Endah Purwaningsih, dan Komisaris Ni Nyoman Sumartini. Mereka diperiksa untuk menambah bukti keterlibatan Gubernur Akademi Kepolisian Semarang itu.
Djoko diduga menerima duit Rp 2 miliar dari proyek simulator senilai Rp 196 miliar. Duit itu diserahkan oleh Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto, sebagai uang suap setelah memenangi tender melalui Tiwi, sekretaris pribadi Djoko saat menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI.
Selain memeriksa empat perwira polisi, Komisi memeriksa Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto. “Saya ditanya seputar mekanisme pencairan anggaran untuk proyek ini," katanya setelah diperiksa.
KPK Versus Polisi
Proyek simulator: Rp 196 miliar
Kerugian negara : Rp 110 miliar
KPK dan Markas Besar Polri sama-sama memiliki hak mengusut kasus ini. Tapi Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa kewenangan penyidikan ada di tangan Komisi.
Tersangka versi Polisi:
Tersangka versi KPK:
Semua Partai Wajib Verifikasi
MAHKAMAH Konstitusi mewajibkan semua partai politik yang ingin berlaga pada Pemilihan Umum 2014 menjalani verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum. “Baik partai yang punya wakil di parlemen, nonparlemen, maupun partai baru. Supaya adil," tutur Mahfud Md., Ketua Mahkamah, pekan lalu.
Komisi Pemilihan Umum Daerah akan mengecek perwakilan semua partai hingga tingkat ranting di kabupaten. “Ini musibah nasional," kata Sekretaris Nasional Forum Persatuan Nasional Didi Supriyanto. Sebagai partai baru dan kecil, partai Didi kesulitan memenuhi syarat itu. Akibatnya, peserta Pemilu 2014 hanya akan diikuti beberapa partai besar.
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso menambahkan, aturan ini akan menyulitkan partai berbasis agama. Ia mencontohkan, partai Kristen akan kesulitan memiliki cabang di Aceh, yang berbasis syariah Islam.
Afriyani 'Sopir Maut' Digugat Lagi
TAK cukup dihukum 15 tahun penjara, Afriyani Susanti bakal digugat keluarga korban tabrak maut. Menurut salah seorang kerabat korban, Nurhayati, setelah hakim mengetuk vonis pada Rabu pekan lalu, gugatan untuk pengendara Xenia itu secara perdata berupa ganti rugi materi.
Gugatan ini bentuk kekecewaan sembilan keluarga korban karena hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak menghukum pekerja biro iklan 29 tahun itu secara maksimal 20 tahun seperti tuntutan jaksa. Ketua majelis hakim Antonius Widyanto, yang membacakan putusan, menilai Afriyani terbukti melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Terdakwa dengan sengaja mengemudikan kendaraan dalam keadaan yang membahayakan keselamatan orang lain," kata Antonius. Dari hasil uji laboratorium, Afriyani terbukti sedang teler setelah pesta narkotik. Sebaliknya, pengacara Afriyani akan mengajukan permohonan banding dan berharap hukuman jadi turun menjadi 12 tahun. l
Polemik Masa Kerja Komnas HAM
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken perpanjangan masa kerja 11 komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang berakhir 30 Agustus lalu. Perpanjangan ini berlaku hingga terpilihnya komisioner baru.
Namun keputusan itu dinilai cacat hukum karena penetapan masa kerja Komisi berdasarkan undang-undang. Menurut ahli tata negara Refly Harun, semestinya perpanjangan itu dituangkan dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang. “Kalau malas membuat perpu, kosongkan saja jabatan sampai terpilih yang baru," katanya.
Pengaduan bisa ditangani Sekretariat Jenderal Komisi. Bedanya, tak ada rekomendasi atau penyidikan atas kasus-kasus yang diadukan. l
Teroris Mengincar Polisi
SOLO dikejutkan oleh serangkaian penembakan terhadap polisi. Kamis malam pekan lalu, Brigadir Kepala Dwi Data Subekti tewas ditembak orang tak dikenal. Ini adalah serangan ketiga terhadap polisi di Solo. Pada 17 Agustus lalu, pos pengamanan mudik di Gemblekan diberondong orang tak dikenal. Dua polisi terluka di pinggul dan jari kaki. Pada 18 Agustus, pos pengamanan mudik di Gladak dilempar granat.
Menurut polisi, saksi-saksi di tempat kejadian penembakan Brigadir Dwi menyebutkan pelaku mengendarai sepeda motor Smash hitam bernomor polisi AS-2434-HB. Seseorang bersaksi, penembak memakai pistol laras pendek.
"Kami masih mendalami kaitan penembakan dengan kejadian sebelumnya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, ÂJumat pekan lalu. Ia mengatakan 13 saksi sudah diperiksa.
Jumat malam pekan lalu, polisi bergerak. Di Jalan Veteran, Serengen, Solo, baku tembak pecah antara polisi dan orang-orang yang diduga pelaku penembakan Brigadir Dwi. Saksi mata mengatakan tiga penunggang motor tersungkur setelah serentetan letusan senjata. Mabes Polri menyatakan seorang anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror bernama Bripda Suherman dan dua tersangka teroris tewas dalam insiden tersebut. Seorang tersangka lain tertangkap.
Gubernur Yogya Tetap Sultan
SULTAN Hamengku Buwono X tetap menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta secara otomatis. Aturan dalam Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta yang diketuk Kamis pekan lalu ini menghentikan polemik tentang perlu-tidaknya Sultan dipilih secara langsung.
Selain itu, wakil gubernur otomatis dijabat pemangku Adipati Pakualam. Meski tak berubah, beleid baru ini memberi konsekuensi tambahan atas otomatisasi jabatan tersebut, yakni Sultan tak boleh menjadi anggota partai politik. “Sebagai gubernur, Sultan harus netral," kata Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Hakam Naja.
Selama ini Sultan Hamengku Buwono menjadi kader Partai Golkar. “Inti undang-undang ini, saya harus keluar dari Golkar, cuma itu," ujar Sultan mengomentari pengesahan aturan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo