Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Meredakan Konflik dengan Kota Baru?

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Des Alwi, bekas ketua tim khusus Presiden B.J. Habibie untuk masalah Ambon, mengusulkan agar ibu kota Maluku dipindah dari Ambon ke Masohi. Kota yang diusulkan ini terletak di Kecamatan Amahai, Pulau Seram, Maluku Tengah, sejauh dua mil perjalanan laut dari Ambon. Alasan Des, Ambon, yang porak-poranda oleh kerusuhan sejak Januari 1998, telah hancur secara sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Sekadar menunjuk contoh kerusakan, data Kepolisian Republik Indonesia Maret 1999 menyebutkan jumlah bangunan yang rusak: 18 masjid, 18 gereja, 3.544 unit rumah, 667 unit kios, dua unit bank, lima unit pasar, 338 unit toko, satu unit bioskop, empat unit sekolah, 11 unit kantor pemerintah, dan tiga unit hotel. Sekarang, dipastikan jumlah itu lebih banyak lagi. Tapi, bagaimana Masohi bisa menjadi jalan keluar dari konflik? Pemerintahan daerah Maluku kini memang praktis lumpuh, dan itu memicu situasi vakum yang tampaknya punya andil dalam memperluas dan memperliar konflik. Bayangan tentang ibu kota dan pemerintahan baru serta peluang untuk membuka lembaran baru di Masohi, sebagai alternatif dari kerusakan yang mereka saksikan di Ambon, mungkin akan bisa membantu meredakan konflik. Lebih dari itu, konflik yang meledak di Ambon belakangan ini tampaknya memang merupakan konsekuensi logis dari daya dukungnya yang merosot, baik secara fisik maupun sosial. Urbanisasi besar ke Ambon telah memicu perkembangan permukiman kumuh di sudut-sudutnya. Selain itu, ada persoalan cadangan air bersih yang mengancam masa depan. Sebelum 1970, debit air mencapai 150 debit per menit. Angka ini menurun drastis setelah 1970, menjadi hanya 60 debit per menit. Menipisnya debit air itu karena pegunungan sekitar sumber air bersih telah gundul. Pulau Seram, yang luasnya sekitar empat kali lipat Pulau Bali, bisa menjadi alternatif ideal bagi Ambon, yang luasnya cuma 5.000 hektare. Dengan luas 18 ribu kilometer persegi dan jumlah penduduk hanya 250 ribu jiwa, Pulau Seram bisa menampung limpahan warga Ambon yang mencoba melupakan konflik dengan membangun kehidupan baru. Apalagi pulau itu memiliki potensi ekonomi yang beragam: kelautan, pertanian, perkebunan, dan pertambangan. Modal dasar berupa infrastruktur pun ada: sebuah bandara dan dua buah pelabuhan. Wilayah yang luas diperkirakan juga niscaya bisa memperkecil gesekan sosial antarkelompok masyarakat yang berbeda. Memang, sesekali konflik antarkelompok merembes ke situ dari Ambon. Tapi, secara umum, ketegangan antarkelompok agama dan etnis belum separah Ambon. Pendek kata, Pulau Seram tidaklah "seseram" Ambon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus