Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Represif terhadap GAM?

Pemerintah akan melakukan pendekatan represif terhadap GAM. Keputusan itu diambil setelah surat tanpa kop dibagikan di Kantor Menko Polkam. Gus Dur diintervensi militer?

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERGANTIAN abad tampaknya datang lebih cepat di Kantor Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam). Itu bukan karena pesta sudah digelar di sana. Justru millenium bug-lah yang meledak di sana. Banyak kekacauan terjadi dalam acara konferensi pers Rabu pekan lalu. Surat keterangan pers dari Presiden Gus Dur sebanyak sembilan halaman yang dibagikan kepada wartawan itu tidak disertai kop resmi. Penulisan nama Gus Dur pun salah. Yang lebih aneh, sang tuan rumah yang punya hajat justru tak kelihatan batang hidungnya. Ke manakah Wiranto? Menurut Wayan Karya, juru bicara Menko Polkam saat acara dilangsungkan, atasannya itu mendapat tugas dari Gus Dur. "Bapak tak bisa hadir saat release karena ada urusan lain," kata Wayan. Sore harinya, surat itu kembali beredar dengan revisi nama Gus Dur dan dilengkapi kop Sekretariat Negara. Namun, isinya sama sekali tak berubah, yakni keputusan pemerintah untuk melakukan pendekatan represif terhadap separatisme di Aceh. Pernyataan itu berbeda dengan langkah Gus Dur sebelumnya. Ditilik dari isinya, tampaknya surat ini tak sepenuhnya maunya sang Presiden itu. Agaknya, langkah Gus Dur terhadap kasus Aceh yang berkesan lamban membuat ada pihak yang tak sabar. Keterangan pers ini juga terbilang istimewa. Sebab, semenjak menjadi presiden, Gus Dur baru sekali membuat keterangan pers, yakni ketika mengklarifikasi tak terlibatnya Yusril Ihza Mahendra dalam KKN tiga menteri. Selebihnya, ia lebih suka menyampaikannya langsung kepada wartawan. Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, yang ditemui di Beijing saat menyertai perjalanan Presiden, membenarkan bahwa surat itu diajukan Menko Polkam kepada bosnya. "Pak Wiranto sendiri yang membacakannya," katanya. Tapi, ujarnya lagi, surat itu ditandatangani setelah Gus Dur mengetahui isinya. Soal pencantuman kalimat pendekatan represif dalam soal Aceh, itu merupakan hal yang wajar. "Kalau sudah inkonstitusional, kan, memang harus represif. Itu wajar," katanya. Bahkan, di negara sedemokratis Amerika Serikat pun, pendekatan represif dilakukan. Ia menunjuk tindakan bersenjata yang diambil Negeri Paman Sam itu saat menghadapi kasus sekte Koreshian yang dipimpin David Koresh di Waco, Texas, beberapa tahun silam. Namun, sumber TEMPO di Istana mengatakan bahwa Gus Dur tidak sepenuhnya menyetujui tindakan itu. Pendekatan represif yang dimaksud Gus Dur itu akan dilakukan bila GAM melakukan aksi militer. Sumber ini juga menegaskan bahwa beredarnya surat keterangan pers itu merupakan tekanan yang dilakukan Wiranto terhadap Gus Dur. "Menjelang kepergian Presiden ke Cina pekan silam, Wiranto ditemani Ali Rahman sengaja menemui Gus Dur untuk menyerahkan surat itu," katanya. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Sudradjat menyatakan tidak tahu-menahu soal keterangan pers tersebut. Malah, ia belum melihat surat itu. Namun, prinsipnya, kata dia, TNI tidak akan melakukan tindakan sebelum ada perintah atau keputusan dari Presiden. Di samping itu, ia tidak tahu secara pasti mengenai penempatan pasukan baru TNI di Tanah Rencong itu. "Saya akan mencari informasi dulu tentang penempatan pasukan baru di sana," katanya. Walau begitu, menurut sumber TEMPO, jauh sebelum surat itu beredar, TNI sudah menurunkan sekitar satu batalyon marinir dalam keadaan siaga. Mereka adalah unsur satuan tugas Rencong yang siap dialihfungsikan. Pasukan lainnya, 1,5 batalyon marinir dan 1 batalyon Brimob, juga sudah sampai di Aceh. Pasukan ini bersiaga menyambut perayaan HUT GAM. Kehadiran pasukan itu merupakan antisipasi bila pasukan GAM melakukan gerakan militer pada 4 Desember. Di luar itu, gabungan kekuatan 2,5 batalyon marinir dan 1 batalyon Brimob ini akan ditugasi untuk melakukan operasi keamanan terbatas yang difokuskan di tiga kabupaten yang rawan di Aceh, yaitu Pidie, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Operasi keamanan yang ditujukan untuk mengatasi maraknya aksi perampokan itu juga ditargetkan untuk membatasi manuver GAM dengan operasi teritorial. Bila keadaan memburuk, operasi itu serta-merta akan ditingkatkan menjadi operasi tempur. Satu batalyon Angkatan Darat yang dalam keadaan siap-siaga siap untuk diberangkatkan. Bila keadaan sudah seperti itu, sebagai panglima tertinggi TNI, Gus Dur tentu harus segera membuat kondisi di Aceh lebih baik. Namun, persiapannya tentu harus matang dan tak sekisruh seperti ketika menyusun pernyataan persnya. Irfan Budiman, Karaniya Dharmasaputra, Arif A. Kuswardono, Darmawan Sepriyossa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus