TEKAD 140 orang itu dinyatakan di gedung DPRD Aceh Utara, Lhokseumawe, Jumat dua pekan silam. Mereka, bekas pengikut apa yang oleh aparat keamanan disebut sebagai Gerombolan Pengacau Keamanan (GPK), berikrar untuk mengganyang teman-temannya yang masih bergerak. Sehari sebelumnya, ratusan penduduk Aceh Timur menghadap Dandim setempat, Letnan Kolonel Z. Zakaria. Di depan pejabat militer itu, mereka mengucapkan tekad: menghancurkan gerombolan tersebut sampai hangus. Ratusan penduduk tersebut, yang dipimpin Helmi Mahera Al Mujahid, 30 tahun putra tokoh Aceh almarhum Husin Al Mujahid, sejak awal Agustus lalu mengangkat golok, pedang, tombak, dan bambu runcing, untuk mengejar pengacau. Helmi, anak ke-10 dari 17 bersaudara seperti diakuinya, muak melihat kelakuan gerombolan itu. Awal Januari lalu, para pengacau itu memasang bendera kuning bergambar bulan-bintang di tiang bendera SMP dan SMA Negeri Idi. Beberapa hari kemudian, salah seorang yang menurunkan bendera itu, Sersan Trimin, dibunuh konon oleh anggota GPK. Kemudian, Juni lalu, lima penduduk Kecamatan Idi disembelih. Sedang T. Daud, yang sedang menonton siaran televisi, diberondong senjata api hingga tewas. Juli lalu, gedung SMP dan SMA di Idi dibakar gerombolan. "Mereka kurang ajar," kata Helmi kepada TEMPO. Karena itulah, Helmi mengumpulkan penduduk. Dia mengajak rakyat berperang melawan GPK. Akhirnya penduduk yang dipimpinnya mirip laskar rakyat dulu ketika melawan penjajah. Laskar itu, yang berjumlah 1.500 orang, sering bergabung dengan anggota ABRI yang beroperasi menjaga keamanan di daerah tersebut. Mereka menunjukkan tempat-tempat persembunyian kawanan itu kepada anggota ABRI. Misalnya, sebuah gubuk yang jadi markas gerombolan di lereng bukit, 10 km dari pem~kiman penduduk. Terjadi baku tembak Jalam kontak pertengahan September itu, Zulfikar, 20 tahun, yang disebut sebagai bupati Idi oleh GPK, dan Nurbet, panglima GPK Idi, tewas dihajar peluru ABRI. Dalam pertemuan dengan "pasukan rakyat" dua pekan lalu itu, Dandim Z. Zakaria mengatakan supaya rakyat lainnya mengikuti cara "pasukan" di Idi tersebut. "Ini wujud sistem pertahanan keamanan rakyat semesta," kata sebuah sumber di Kodam I Bukit Barisan kepada TEMPO. Wakil Ketua DPRD Aceh Timur, M. Pitriadi, mengharapkan 31 orang dari 140 bekas pengikut GPK yang dibebaskan Pangdam I Bukit Barisan Mayor Jenderal H.R. Pramono, di gedung DPRD Lhokseumawe itu, ikut membantu Helmi. Ke-31 orang itu berasal dari Aceh Timur. Para bekas anggota gerombolan itu dibebaskan setelah dinilai keterpengaruhan mereka terhadap GPK semakin habis. Mereka ditangkap Juli lalu dari Pidie, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Pada acara yang berlangsung dua jam itu, para bekas gerombolan itu mengucapkan sumpah setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta berjanji membantu ABRI memberangus GPK. "Bila kami melanggar sumpah ini, kami akan menerima kutukan Allah," kata Yusra, 28 tahun, yang membacakan ikrar, diikuti teman-temannya. Umumnya, mereka mengaku terkecoh masuk komplotan pengacau itu. "Kami dibujuk," kata Jaelani, 3~ tahun, yang berasal dari Pidie. Ia dijanjikan akan diberi rumah berdinding tembok, beratap genting, mobil, dan macam-macam yang syur. Tapi, setelah masuk ke komplotan itu, "Kami disuruh merampok, mencuri, membunuh," kata Jaelani. Kini Mayor Jenderal Pramono meminta masyarakat agar menerima kepulangan bekas gerombolan itu. "Mereka saudara-saudara kita juga," kata Pramono. ~~MS, Affan Bey, Irwan E. Siregar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini