Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

MK Gelar Sidang Sengketa Pilkada Mulai Awal Januari 2025

Saat ini, MK masih membuka kesempatan pasangan calon untuk melaporkan gugatan sengketa Pilkada.

10 Desember 2024 | 16.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pendaftaran pada loket Penerimaan Perkara Konstitusi di gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta, 9 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK, Enny Nurbaningsih, mengatakan instansinya bakal menggelar sidang sengketa perselisihan hasil Pilkada serentak pada awal Januari 2025. Namun MK belum memastikan tanggal persis pelaksanaan sidang sengketa Pilkada tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"(Sidang) dimulai awal Januari," kata Enny saat dihubungi, Selasa, 10 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini, MK masih membuka kesempatan pasangan calon untuk melaporkan gugatan sengketa Pilkada. Berdasarkan situs mkri.id yang diakses pada Selasa, 10 Desember 2024 pukul 14.55, tercatat sudah ada 211 permohonan gugatan sengketa, baik dari pemilihan gubernur, bupati, maupun wali kota.

Gugatan sengketa Pilkada paling banyak terdaftar untuk pemilihan bupati, yaitu sebanyak 170 permohonan. Sementara permohonan gugatan sengketa untuk pemilihan wali kota tercatat ada 39 dan dua permohonan lainnya berasal dari pemilihan gubernur.

Dua permohonan gugatan sengketa Pilgub yang sudah masuk ke sistem pelaporan MK berasal dari Provinsi Papua Selatan. Permohonan gugatan sengketa Pilgub Papua Selatan pertama kali didaftarkan oleh pemohon bernama M. Andrean Saefudin secara daring pada Senin, 9 Desember 2024. Gugatan kedua menyusul sehari setelahnya yang diajukan oleh Ir Saparuddin. Kedua pemohon menggugat Komisi Pemilihan Umum atau KPU Papua Selatan atas perselisihan hasil Pilkada.

Enny mengatakan bahwa seluruh permohonan yang teregister akan dibawa ke dalam rapat permusyawaratan hakim atau RPH. Forum itu untuk menentukan hakim panel di setiap perkara yang diproses.

Dia berujar bahwa MK juga mempertimbangkan sejumlah hal untuk memastikan pembagian hakim panel di setiap perkara tidak menimbulkan konflik kepentingan. Di antaranya ialah independensi dan imparsialitas sesuai kode etik hakim mahkamah.

"Misalnya daerah, seperti saya tidak mengadili perkara yang diajukan dari wilayah Jogja," kata lulusan S3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana UGM ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus