Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sengketa Partai Golkar Berlanjut
PERSELISIHAN di tubuh Partai Golkar belum akan usai. Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta dalam putusan sela pada Rabu pekan lalu mengabulkan permohonan Aburizal Bakrie. Majelis hakim meminta penundaan pelaksanaan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang komposisi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar dengan Ketua Umum Agung Laksono dan Sekretaris Jenderal Zainuddin Amali sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Putusan sela oleh hakim ketua Teguh Satya Bhakti serta dua hakim anggota, Subur dan Tri Cahya Indra Permana, juga memerintahkan Menteri Hukum Yasonna H. Laoly tidak menerbitkan surat keputusan apa pun untuk Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Ancol, Jakarta.
Konflik partai beringin ini berawal dari dua versi kepengurusan Golkar, yakni kubu Aburizal, yang menang dalam musyawarah nasional di Bali, dan Agung Laksono, yang jadi ketua umum lewat musyawarah nasional di Ancol, Jakarta. Konflik ini berlanjut di pengadilan dan di Mahkamah Partai. Berdasarkan putusan Mahkamah Partai, Menteri Hukum menerbitkan surat yang isinya mengesahkan Golkar versi Agung Laksono. Surat inilah yang digugat Aburizal lewat PTUN.
Menteri Yasonna mengaku belum menentukan sikap atas putusan tersebut. Sebab, hingga Kamis pekan lalu, pemerintah belum menerima salinannya.
Idrus Marham, Sekretaris Jenderal Golkar versi Aburizal, mengatakan, dengan adanya putusan sela ini, kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil munas di Riau pada 2009. "Yang berlaku bukan munas Ancol atau Bali," katanya. Wakil Ketua Umum Golkar versi Agung, Yorrys Raweyai, mengatakan akan mengajukan permohonan banding atas putusan sela tersebut. Ia menganggap proses PTUN itu tidak memenangkan Aburizal.
Prahara Beringin
Perpecahan di kubu Partai Golkar belum menunjukkan akan berakhir. Inilah jejak sengketa partai berlambang pohon beringin tersebut.
2014
3 Desember
Munas Bali memilih Aburizal Bakrie jadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.
17 Desember
Musyawarah Nasional Ancol memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar.
2015
7 Januari
Agung Laksono menggugat Aburizal ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
12 Januari
Aburizal menggugat Agung Laksono ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
5 Februari
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Agung Laksono.
24 Februari
Pengadilan Negeri Jakarta Barat memerintah sengketa Golkar diselesaikan lewat Mahkamah Partai.
3 Maret
Mahkamah Partai mengesahkan DPP Partai Golkar Munas Ancol dengan Ketua Umum Agung Laksono.
10 Maret
Menteri Hukum Yasonna Laoly mengeluarkan surat penjelasan yang isinya menguatkan putusan Mahkamah Partai.
23 Maret
Surat Keputusan Menteri Hukum Nomor M.HH-01.AH.11.01 tentang Komposisi DPP Partai Golkar dengan Ketua Umum Agung Laksono.
24 Maret
Aburizal Bakrie menggugat SK Agung Laksono ke Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta.
1 April
PTUN Jakarta menunda pelaksanaan SK kepengurusan Agung Laksono.
Angket Ahok Terus Bergulir
Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menetapkan agenda sidang paripurna dengan pembahasan hasil penyelidikan Panitia Angket RAPBD DKI 2015, Senin pekan ini. Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengatakan Tim Angket telah melapor ke pimpinan Dewan dan menyatakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti melanggar Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Selain itu, Dewan menuding Ahok melanggar konstitusi karena mengambil alih fungsi penganggaran dari legislatif ke eksekutif. "Sudah terlihat konstruksi pelanggarannya," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta Muhammad Taufik, Senin pekan lalu. Ahok tak mempermasalahkan langkah Tim Angket.
Guru JIS Dihukum 10 Tahun Penjara
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman, Kamis pekan lalu. Majelis hakim yang diketuai Nur Aslam Bustaman mengatakan Bantleman terbukti mencabuli tiga murid Taman Kanak-kanak JIS berinisial AK, AL, dan DA.
Bantleman juga dinyatakan bersalah dengan sengaja melakukan tipu muslihat kepada murid JIS. Nur Aslam mengatakan yang memberatkan adalah terdakwa tidak mengakui perbuatannya, tidak menyesalinya, dan tidak meminta maaf. "Terdakwa juga tak kooperatif selama persidangan." Putusan ini jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Bantleman menolak putusan ini dan berencana mengajukan permohonan banding.
TNI Ikut Kejar Kelompok Poso
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menegaskan bahwa latihan besar-besaran TNI di hutan di Poso, Sulawesi Tengah, sekaligus untuk memberantas keberadaan terduga teroris dan kelompok radikal. Jika benar bertemu dengan terduga teroris di hutan tersebut, prajurit TNI telah diinstruksikan agar bertindak tegas. "Kalau mereka melawan dan menggunakan senjata api saat berhadapan dengan prajurit, tanpa segan-segan akan kami sikat!" kata Moeldoko, Senin pekan lalu.
Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat yang digelar di Poso telah berlangsung sejak Ahad dua pekan lalu hingga Selasa pekan lalu. Latihan yang melibatkan 3.222 personel TNI dari tiga angkatan itu dilakukan seiring dengan terungkapnya jaringan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah di Indonesia. "Saya khawatir orang-orang yang pergi ke Irak dan Suriah akan pulang dan bermarkas di Poso," kata Moeldoko.
Jokowi Ungguli Trah Sukarno
Lembaga survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melirik Joko Widodo untuk menjadi ketua umum partai selain Megawati Soekarnoputri. Peneliti CSIS, Phillip J. Vermonte, mengatakan temuan itu diperoleh dari penelitian mengenai kepemimpinan di tubuh partai, yang akan menyelenggarakan kongres di Bali pada 9-12 April mendatang.
Survei dilaksanakan pada 16-19 Februari 2015 untuk menggali opini para ketua, wakil, atau sekretaris dewan pimpinan daerah dan cabang PDIP di seluruh Indonesia. "Kepada mereka, kami ajukan pertanyaan terbuka: siapakah kandidat ketua umum di luar Megawati?" katanya. Menurut Phillip, mayoritas pengurus partai banteng menyebutkan nama Jokowi. Sisanya menyodorkan nama Ganjar Pranowo, Pramono Anung, Tjahjo Kumolo, dan Maruarar Sirait.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo