Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Otak-atik Asal Penyidik

Taufiequrachman Ruki mempersoalkan penyidik independen di Komisi Pemberantasan Korupsi. Mengendur setelah ditentang sana-sini.

6 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI depan 500 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki menyampaikan rencananya mengkaji keberadaan penyidik independen. Dalam pertemuan tertutup yang berlangsung pada Selasa pekan pertama Maret lalu, pelaksana tugas Ketua KPK ini menjawab pertanyaan seorang pegawai mengenai rencana tersebut.

Ruki mengaku sudah meminta pendapat Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang tentang dasar hukum pengangkatan penyidik independen. "Pertanyaan saya kepada Ibu Chatarina, apakah ada peraturan komisi ataupun peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengangkatan penyidik KPK. Katanya tidak ada," ucap Ruki, seperti yang terdengar dalam rekaman pertemuan yang diperoleh Tempo.

Dalam rekaman itu, Ruki membeberkan soal ketidakjelasan status penyidik, yang bisa digugat para tersangka korupsi. Dia memberi contoh terdakwa korupsi proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang, Bogor, Machfud Suroso, yang menggugat eksistensi penyidik KPK di pengadilan. "Saya melihat ini peluang untuk orang lain mempersoalkan, maka saya harus mengambil kebijakan," ujar Ruki. Karena itu, dia meminta Chatarina mengkajinya sekaligus menyusun usulan draf peraturan pemerintah mengenai pengangkatan penyidik KPK.

Pertanyaan dari pegawai komisi antikorupsi itu bukanlah tanpa dasar. Soal status penyidik internal sempat dilontarkan Ruki sebelum diangkat sebagai pelaksana tugas Ketua KPK dalam acara talk show di sebuah stasiun televisi nasional. Menurut dia, penyidik itu semestinya harus berasal dari kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil. Pernyataan ini yang kemudian menimbulkan kegaduhan di kalangan pegawai KPK.

Ditanyakan soal pertemuan dengan pegawai KPK, Ruki mengaku tidak secara spesifik membahas soal penyidik independen. "Bu Chatarina memang sering saya panggil, tapi ada banyak hal yang saya bicarakan dengan dia," katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Chatarina enggan menjelaskan soal permintaan pengkajian ulang status penyidik independen, meski dia mengakui berulang kali dipanggil Ruki. "Saya dipanggil dalam kapasitas sebagai Kepala Biro Hukum. Banyak hal yang didiskusikan dengan saya," katanya.

* * * *

PENGANGKATAN penyidik berawal dari konflik antara KPK dan Markas Besar Kepolisian RI setelah penetapan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo pada 27 Juli 2012. Kepala Korps Lalu Lintas Polri yang nonaktif setelah jadi tersangka itu dijerat kasus korupsi proyek pengadaan alat simulator surat izin mengemudi dalam anggaran 2011.

Mabes Polri, yang terusik oleh pengusutan rasuah tersebut, memilih tak memperpanjang masa tugas 16 personel kepolisian yang bertugas di KPK. Di antara mereka ada yang baru setahun bertugas. Kebijakan baru ini diambil hanya sebulan setelah penetapan tersangka Djoko Susilo. Padahal sebelumnya Polri selalu memperpanjang masa tugas personelnya di KPK sampai delapan tahun.

Penarikan anggota polisi dari KPK berlangsung secara bertahap, sejak September sampai November. Sepanjang dua bulan, 28 dari 88 polisi ditarik dari KPK. Polisi berdalih penarikan tersebut dalam rangka rotasi dan pembinaan karier. Tak semua bersedia kembali ke markas polisi. Sebagian memilih bertahan di KPK.

Untuk membentengi para polisi yang memilih bertahan tadi, Abraham Samad dan empat Wakil Ketua KPK kala itu—Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain—menerbitkan surat keputusan pengangkatan penyidik KPK pada September 2012. Sebagai langkah awal, Abraham menerbitkan surat keputusan alih status 11 polisi jadi pegawai KPK, seorang di antaranya penyidik senior Novel Baswedan. Berikutnya, KPK merekrut 26 penyidik sendiri di luar polisi pada 2013.

Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, mengatakan dasar pengangkatan penyidik KPK sah dan kuat. Pertama, mengacu pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menyebutkan penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. "KPK pun sudah meminta fatwa ke Mahkamah Agung," katanya.

Menurut Abdullah, Undang-Undang KPK memang tidak memiliki turunan peraturan pemerintah karena waktu itu dituntut harus secepatnya direalisasi pembentukan lembaga KPK selambat-lambatnya dua tahun sejak undang-undang disahkan, yaitu pada 2003. "Maka dalam pasal 25 undang-undang ini diatur perihal tata kerja KPK lewat keputusan KPK. Keputusan itu setara dengan peraturan pemerintah," ujar Abdullah.

Setelah para penyidik di luar polisi tadi diangkat, mereka mengikuti serangkaian pelatihan selama enam bulan di Akademi Kepolisian Semarang dan tiga bulan di Mahkamah Agung. Lalu mereka mulai menangani perkara korupsi pada 2014. Bahkan, di antara perkara korupsi yang ditangani tersebut, sudah ada yang divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, seperti kasus korupsi Hambalang dengan terdakwa Machfud Suroso, yang dihukum enam tahun penjara.

Eksistensi para penyidik ini terusik lagi ketika KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan korupsi pada 12 Januari lalu. Pengacara Budi, Maqdir Ismail, mempersoalkan keberadaan penyidik perkara kliennya yang bukan berasal dari kepolisian dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Februari lalu.

Pendapat Ruki tersebut kembali didengungkan ketika bertugas di KPK untuk kedua kalinya, akhir Februari lalu. Ia pernah jadi Ketua KPK periode pertama, 2003-2007. Ruki menyampaikan pandangannya tersebut kepada para petinggi KPK. Namun sikap Ruki ini menuai protes di kalangan internal penyidik. Mereka menuding Ruki ingin mengamputasi KPK. Ruki membantah, "Tidak ada itu. Saya tidak pernah berpikir seperti itu."

Seorang pegawai KPK mengatakan rencana untuk mengembalikan penyidik independen ke jabatan semula dilakukan Ruki pada awal-awal masa jabatannya. Menurut dia, Ruki sempat memanggil beberapa pejabat struktural untuk mendiskusikan langkah tersebut. "Lantai delapan (lantai yang ditempati penyidik) sempat gaduh karena itu," ujarnya.

Namun rencana itu, menurut pegawai tadi, ditolak para pegawai, khususnya penyidik. Mereka menilai langkah itu akan semakin melemahkan KPK, yang sedang terpuruk setelah dua pemimpin nonaktif.

Perlawanan itu yang membuat Ruki mengendur. Ia lantas meminta Biro Hukum menyiapkan draf peraturan pemerintah tentang penyidik KPK. Setelah jadi, draf itu rencananya diusulkan ke Presiden Joko Widodo agar disetujui sebagai peraturan pemerintah.

"Saya minta segera dibuatkan peraturan pemerintah, bukan sekadar SK," kata Ruki. Menurut dia, pembuatan usulan draf peraturan pemerintah dilakukan untuk memperkuat keberadaan penyidik Komisi. "Itu namanya pemimpin, yakni yang tidak menghancurkan KPK dari dalam," ucapnya.

Rusman Paraqbueq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus