Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

7 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Bayar Diyat Satinah

SETELAH melalui perdebatan alot, pemerintah akhirnya sepakat membayar "uang darah" atau diyat untuk membebaskan Satinah, tenaga kerja Indonesia yang divonis hukuman mati di Arab Saudi. Nilai uang yang disepakati 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar. Uang itu akan diberikan langsung oleh tim yang dipimpin mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyebutkan proses negosiasi diyat kerap berubah. Pada 2011, keluarga majikan Satinah menuntut diyat 15 juta riyal atau sekitar Rp 45 miliar. Pengadilan meringankan hukuman itu menjadi mati kisas dengan diyat 7 juta riyal dengan batas waktu pembayaran 3 April.

Permintaan keluarga majikan Satinah berubah terkait dengan metode pembayaran diyat. Awalnya mereka menawarkan agar 5 juta riyal dibayar kontan dan sisanya diangsur. Namun, setelah lobi, akhirnya disepakati pemerintah membayar dulu Rp 12 miliar (4 juta riyal) dan sisanya dicicil.

Sejumlah kalangan yang bersimpati terhadap Satinah mengumpulkan dana lewat Migrant Care. Hingga kini sudah terkumpul Rp 3 miliar.


Diyat yang Pernah Ada

Diyat merupakan denda atau kompensasi yang harus dibayarkan pelaku kejahatan terhadap keluarga korban atau walinya. Selain Satinah, ada sejumlah tenaga kerja Indonesia lolos setelah membayar diyat.

Juni 2002

  • Pengadilan Kerajaan Arab Saudi membebaskan Dedi Setiadi bin Kurnia alias Cucu, TKI asal Cirebon, Jawa Barat, dari hukuman pancung. Asosiasi Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia menyediakan diyat 30 ribu riyal dari 40 ribu. Sisanya, 10 ribu riyal, ditanggung renteng Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pihak terkait lain.

    Februari 2011

  • Darsem binti Dawud Tawar, TKI asal Subang, Jawa Barat, bebas dari hukuman pancung setelah diganti dengan diyat 2 juta riyal.

    Anggota Staf Atut Seret Rano Karno

    Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami pengakuan Yayah Rodiyah, bendahara Gubernur Banten Atut Chosiyah. Kamis pekan lalu, dalam sidang suap pemilihan kepala daerah Lebak dengan terdakwa Chaeri Wardana, Yayah mengaku mentransfer Rp 1,2 miliar ke rekening Wakil Gubernur Banten Rano Karno.

    Menurut Busyro Muqoddas, Wakil Ketua KPK, setiap fakta persidangan akan ditelaah. Alasannya, fakta itu bisa menjadi fakta hukum. "Setelah ditelaah dan ditemukan adanya bukti, itu bisa menjadi berharga," kata Busyro.

    Adapun Rano membantah menerima Rp 1,2 miliar dari keluarga Atut. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini bahkan menantang rekeningnya diperiksa dan dicek melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

    Survei dan Hitung Cepat Pemilu Diizinkan

    Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal tentang pembatasan waktu pengumuman survei dan hitung cepat hasil pemilihan umum. Dengan pembatalan itu, hasil survei dan jajak pendapat tentang pemilu tetap boleh dilakukan pada masa tenang.

    Menurut hakim konstitusi Maria Farida Indrati, pertimbangan Mahkamah membatalkan Pasal 247 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif itu karena pada 2009 Mahkamah pernah membatalkan aturan yang sama dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.

    Mahkamah berpendapat survei dan hitung cepat hasil pemungutan suara adalah bentuk pendidikan, pengawasan, dan penyeimbang penyelenggaraan pemilu. "Sejauh itu dilakukan sesuai dengan prinsip metodologis-ilmiah," demikian petikan putusan tersebut. Atas putusan itu, Komisi Pemilihan Umum menyatakan siap melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Kereta Masuk Jurang, Empat Tewas

    Kereta api Malabar rute Bandung-Malang anjlok dan masuk ke jurang sedalam 20 meter di kilometer 244 antara Stasiun Cirahayu dan Ciawi, Tasikmalaya, pada Jumat pekan lalu. Lokomotif kereta masuk ke jurang lebih dulu, disusul empat gerbong di belakangnya. Pernyataan resmi Kementerian Perhubungan menyebutkan empat orang tewas dalam musibah ini. Kementerian menduga kecelakaan terjadi akibat kereta menabrak material longsor yang menimbuni jalur kereta.

    "Panjang rel yang terkena longsor 25 meter," ujar juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang Ervan, lewat pesan pendek. Kepala Kepolisian Resor Tasikmalaya Kota Ajun Komisaris Besar Noffan Widyayoko, yang datang ke lokasi kecelakaan, memastikan masinis Malabar selamat.

    Kereta Malabar dioperasikan sejak April 2010 melalui jalur selatan dengan rute Bandung-Malang sejauh 779 kilometer. Rangkaiannya terdiri atas tiga gerbong kelas eksekutif, dua kelas bisnis, dua kelas ekonomi AC, satu gerbong kereta makan, dan dua gerbong bagasi. Akibat kecelakaan itu, jalur selatan tak bisa dilewati. Walhasil, lima rangkaian kereta dari Bandung, yakni KA Lodaya, KA Mutiara Selatan, KA Kahuripan, KA Turangga, serta KA Kutojaya Selatan, terpaksa memutar dan menggunakan jalur utara.

    Dada Rosada Dituntut 15 Tahun

    Bekas Wali Kota Bandung Dada Rosada pada Rabu pekan lalu dituntut hukuman 15 tahun penjara. Dia dan empat terdakwa lain dinyatakan terbukti menyuap hakim Setyabudi Tejocahyono dan hakim Pengadilan Tinggi Bandung agar tujuh terdakwa kasus korupsi dana bantuan sosial divonis ringan dan tak mengungkap keterlibatannya.

    Pada Desember 2012, Setyabudi memvonis ketujuh terdakwa korupsi dana Bantuan Sosial Kota Bandung itu dengan pidana satu tahun bui dan denda Rp 50 juta tanpa menyeret Dada Rosada cs.

    Abidin, pengacara Dada, mengatakan tuntutan 15 tahun penjara terlalu berat. "Pak Dada kan cuma mendapat laporan dari anak buahnya soal suap hakim."

    Siti Fadilah Jadi Tersangka

    Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat pekan lalu, menetapkan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Siti Fadilah Supari, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan buffer stock untuk kejadian luar biasa 2005. Kasus ini sempat ditangani kepolisian sebelum dilimpahkan ke KPK, Maret lalu.

    Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan KPK akan mengulang kembali proses penyidikan kasus mantan Menteri Kesehatan itu. Hasil penyidikan kepolisian sebelumnya, yang menyatakan Siti juga menjadi tersangka, hanya dijadikan rujukan.

    Nama Siti Fadilah muncul setelah disebut oleh dua bekas anak buahnya, Hasnawaty dan Mulya Hasjmy. Hasnawaty adalah ketua panitia pengadaan proyek alat kesehatan tahun anggaran 2005. Keduanya pekan lalu menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap M. Naguib, mantan direktur pemasaran anak perusahaan PT Indofarma Tbk. Naguib menjadi terdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan. Dalam proyek itu, menurut jaksa, Siti Fadilah sebagai menteri menunjuk langsung PT Indofarma sebagai pemenang proyek.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus