Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Andi, Giliran Anas
SETELAH memeriksa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Komisi Pemberantasan Korupsi berencana meminta keterangan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Komisi sedang menyelidiki penyimpangan dalam pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga nasional di Hambalang, Bogor. ”Seperti yang dikatakan pimpinan KPK berkali-kali, yang bersangkutan memang hendak dimintai keterangan,” kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Kamis pekan lalu. Johan tak mengetahui kapan tepatnya pemeriksaan Anas.
Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Demokrat, menuding ada korupsi dalam proyek tersebut. Menteri Andi disebut menerima Rp 20 miliar dari PT Adhi Karya, penggarap proyek. Demikian pula Anas. Menurut Nazaruddin, Anas mendapat jatah Rp 50 miliar dari PT Adhi Karya. Andi dan Anas membantah menerima duit tersebut. Menurut pengacara Anas, Firman Wijaya, Anas siap memberikan keterangan bila KPK betul melayangkan panggilan. l
Hambalang untuk Siapa
NAZARUDDIN menyebutkan Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng menerima duit Hambalang. Di luar Anas dan Andi, sejumlah nama juga disangkut-pautkan.
Anas Urbaningrum Rp 50 miliar, imbalan memenangkan Adhi Karya
Belakangan KPK mengendus Adhi Karya memberikan mobil Toyota Harrier kepada Anas pada 2009.
Bantahan Anas: ”Tak ada uang. Cuma ada daun jambu.” 20 Januari 2012
Andi Mallarangeng Rp 30 miliarr, jatah kementerian dari Adhi Karya
Mindo Rosalina Manulang dalam percakapan BlackBerry Messenger menyebutkan ada duit Rp 10 miliar untuk ”Pak Joyo” dan ”Pak Menteri”. Tak jelas siapa ”Pak Joyo” dan ”Pak Menteri” yang dimaksud. Adik Andi, Zulkarnain ”Choel” Mallarangeng, juga disebut-sebut menerima jatah.
Bantahan Andi: ”Itu tidak benar.” 25 Mei 2012
Bantahan Choel: ”Enggak ada itu. Saya enggak ngerti ada proyek Hambalang.” 16 Januari 2012
Wafid Muharam Rp 5,5 miliar, pelicin proyek Hambalang dari Grup Permai
Bantahan Wafid: ”Saya tak tahu soal itu.” 15 Mei 2012
Patek Terancam Penjara Seumur Hidup
TERDAKWA teroris Umar Patek terancam hukuman penjara seumur hidup. Jaksa menilai Patek sengaja dan terencana membunuh 192 korban Bom Bali I. ”Tidak ada fakta yang bisa menghapus kesalahan Patek,” kata jaksa Bambang Suharyadi dalam sidang di Pengadilan Jakarta Barat, Senin pekan lalu.
Enam dakwaan dijatuhkan jaksa untuk Patek, antara lain dianggap menjadi aktor peledakan enam gereja pada Desember 2000. Dia juga didakwa memasukkan senjata api dari Filipina ke Indonesia serta membantu sejumlah teroris menguji coba senjata M-16.
Patek mengakui kesalahannya dan meminta maaf. ”Saya, Hisyam alias Umar Patek, menyesali perbuatan saya dan memohon maaf kepada korban serta keluarga,” katanya. Pengacara Patek, Ahyar, justru menganggap dakwaan jaksa terlalu berat. Ahyar menilai bom yang dirakit Patek berdaya ledak rendah. Pekan ini sidang dilanjutkan dengan pembelaan Patek. l
Wa Ode Nurhayati Segera Disidang
KASUS korupsi anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, segera dibawa ke persidangan. Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan lembaganya telah melimpahkan berkas pemeriksaan Nurhayati ke tahap penuntutan. ”Pemanggilan WON (Wa Ode Nurhayati) untuk penyerahan tahap II, yaitu P-21 (berkas lengkap),” kata Johan saat pemeriksaan Wa Ode Nurhayati, Rabu pekan lalu.
Wa Ode Nurhayati diduga terlibat dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Anggota Partai Amanat Nasional itu diduga menerima suap Rp 6,9 miliar dari Fadh A. Rafiq, kader Partai Golkar yang juga menjadi tersangka, dan pengusaha Haris Andi Surahman. Tujuannya, agar Fadh dan Haris mendapat proyek dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah Rp 40 miliar di tiga kabupaten di Aceh, dan di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Belakangan hanya dua daerah, Aceh Besar dan Bener Meriah, mendapat dana infrastruktur sebesar Rp 19,8 miliar dan Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris menagih Wa Ode Nurhayati mengembalikan uang mereka. Nurhayati tak mau berkomentar soal kelanjutan kasusnya. Dalam beberapa kesempatan, ia mengaku telah mengembalikan duit tersebut.
Penyerang Petinggi Demokrat Diburu
KEPOLISIAN dan Badan Intelijen Negara mengejar para penyerang Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan Edhie Baskoro Yudhoyono. Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo mengatakan para pelaku bakal ditindak tegas. ”Kalau memang ada pelanggaran hukum, kami proses,” katanya Rabu pekan lalu. Kepala BIN Letnan Jenderal Marciano Norman menyatakan sudah mengerahkan tim mencari penyebab insiden di Ternate, Maluku Utara, itu.
Anas dan Edhie Baskoro datang ke Ternate diamuk sekitar 150 orang di Bandar Udara Sultan Babullah, Rabu pekan lalu. Para penyerang yang mengenakan seragam Demokrat menolak rombongan Anas menghadiri Musyawarah Daerah Demokrat Maluku Utara. Aksi ini diduga dilatarbelakangi pemilihan Ketua Demokrat setempat. Polisi dan tentara berhasil mengevakuasi rombongan Anas. Rombongan kembali ke Jakarta dengan pesawat yang sama melalui Manado, Sulawesi Utara. Edhie Baskoro menyatakan pengurus pusat bakal menginvestigasi kasus itu. l
Fadel Bakal Diperiksa
KEJAKSAAN Tinggi Gorontalo telah mengagendakan pemanggilan mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. ”Dalam waktu dekat ini,” kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Gorontalo Muhammad Sunarto, Kamis pekan lalu.
Pemanggilan Fadel sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan anggaran Provinsi Gorontalo tahun 2001 sebesar US$ 583,2 ribu (Rp 5,4 miliar) ini dilakukan setelah Kejaksaan memeriksa lebih dari 10 saksi. ”Mereka adalah para mantan anggota DPRD provinsi dan yang masih menjabat,” kata Sunarto.
Kolega Fadel di Partai Golkar menuduh kasus Fadel bermuatan politis. ”Ini akan menjadi preseden buruk bagi pejabat publik karena kasus lama diungkit-ungkit kembali,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Setya W. Yudha. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto membantah soal itu. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo