Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Para Pengumpul 'Puzzle'

Kerja cepat tim Disaster Victim Identification kasus Sukhoi menuai pujian. Melacak identitas 45 orang dalam delapan hari.

28 Mei 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR surat yang dikirim lewat faksimile diterima Rusyad Adi Suriyanto, Sekretaris Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis tiga pekan lalu. Sang pengirim, Direktur Eksekutif Komite Disaster Victim Identification (DVI) Indonesia Komisaris Besar Anton Castilani, meminta Rusyad dan dua pakar di laboratorium ini segera terbang ke Jakarta. Tugasnya: mengidentifikasi korban Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor, sehari sebelumnya.

Rusyad berkoordinasi dengan dua seniornya: Etty Indriati (Kepala Laboratorium Bioantropologi) dan Toetik Koesbardiati (Lektor Kepala di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga Surabaya). Tiga ahli antropologi forensik yang tercatat sebagai anggota Komite DVI Indonesia itu mengambil keputusan cepat. ”Hari itu juga kami ke Jakarta. Ongkosnya patungan,” kata Rusyad kepada Tempo, Senin pekan lalu. Selain ketiganya, ikut Delta Bayu Murti, calon antropolog forensik.

Di Jakarta, Rusyad bergabung dengan tim pimpinan Anton Castilani. Tim DVI Indonesia membuka posko di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa jam setelah ada kabar Sukhoi Superjet 100 hilang. ”Kami mengumpulkan data ante-morfem,” katanya. Ante-morfem merupakan data pendukung dari keluarga korban.

Rusyad dan sejumlah anggota DVI ditempatkan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati. ”Tidak ada jenazah yang utuh. Semua hangus cerai-berai,” katanya. Satu kantong mayat bisa berisi enam jenazah. Ada potongan kaki, rangka kepala yang tidak utuh, dan gigi yang bertebaran. Ada pula badan jenazah tanpa kepala, tangan, dan kaki. Kondisi jasad mengenaskan. ”Sudah dimakan belatung,” kata Rusyad.

Tim DVI dibagi dalam enam kelompok. Setiap kelompok menerima satu-dua kantong mayat. Isi kantong ditebar di meja dan dicermati tim gabungan forensik polisi dan militer, kedokteran forensik, patologi forensik, serta odontologi forensik. ”Kami seperti bermain puzzle,” ujar Rusyad.

Terhadap 260 bagian tubuh korban yang terserak, tim mengutamakan uji deoxyribonucleic acid (DNA). Uji gigi-geligi juga dilakukan sebagai pendukung. ”Dari tes gigi-geligi, teridentifikasi lima orang korban,” kata Ketua Komite DVI Indonesia Brigadir Jenderal Polisi Musaddeg Ishaq. Selebihnya diidentifikasi melalui tes DNA.

Tawaran bantuan tiga ahli forensik Rusia ditolak. Kehadiran mereka dikhawatirkan mengganggu proses kerja tim DVI Indonesia. Ketiga ahli Rusia itu kemudian hanya menjadi peninjau. ”Semula mereka berkeras minta dilibatkan,” kata sumber Tempo.

Menurut Musaddeq, Rusia sempat ragu terhadap kemampuan tim DVI Indonesia. ”Namun mereka akhirnya mengakui keunggulan tim Indonesia setelah terkejut melihat proses kerja dan laboratorium DNA kita,” katanya.

Tiga puluh anggota tim DVI bekerja supercepat. Identifikasi 45 korban Sukhoi bisa diselesaikan dalam delapan hari dari dua minggu rencana semula. ”Ahli Rusia tidak mengira kami bisa secepat ini,” kata Kepala Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Brigadir Jenderal Agus Prayitno.

Setri Yasra, Bernarda Rurit

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus