Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI mata Muhammad Nasir Abas, 40 tahun, Noor Din Mohammad Top adalah sosok yang selalu ingin mengatur. ”Ia punya bakat manajemen dan ambisius,” kata Nasir, Rabu pekan lalu. Keduanya memang telah lama saling kenal. Noor Din adalah bekas anak buah Nasir ketika memimpin Mantiqi III Jamaah Islamiyah Asia Tenggara, organisasi yang berafiliasi ke Al-Qaidah. Nasir kini meninggalkan organisasi itu dan banyak membantu polisi mengungkap jaringan teroris.
Noor Din, kata Nasir, sejak 1995 ikut pengajian di Madrasah Luqmanul Hakiem, Kampung Sungai Tiram, Ulu Tiram, Johor, Malaysia. Saat itu ia adalah mahasiswa Universiti Teknologi Malaysia dan mengagumi Usamah bin Ladin pemimpin Al-Qaidah. Guru mengaji Noor Din adalah Abdullah Sungkar, yang pada 1992 mendirikan Luqmanul Hakiem. Nasir bertemu Sungkar pada 1987 dan dibaiat menjadi anggota Negara Islam Indonesia. ”Ustad Sungkar mengatakan perjuangan Islam tak mengenal batas negara,” kata Nasir.
Abdullah Sungkar adalah salah seorang pendiri Pondok Pesantren Ngruki, Solo, Jawa Tengah. Itulah sebabnya, kurikulum dan metode belajar Luqmanul Hakiem sama dengan Ngruki. Abdullah Sungkar bermukim di Malaysia karena diburu pemerintah Soeharto dengan tuduhan terlibat organisasi Negara Islam Indonesia. Di Malaysia, Abdullah Sungkar mendirikan Jamaah Islamiyah pada 1993. Luqmanul Hakiem menjadi pusat Mantiqi (wilayah kerja) I, meliputi Malaysia, Singapura, dan Brunei.
Dua tahun mengaji di Luqmanul Hakiem, Noor Din kemudian masuk Jamaah Islamiyah. Ia mendapat posisi ketua fiah, semacam komandan regu yang punya enam hingga sepuluh anggota. Dr Azahari, yang saat itu dosen Universiti Teknologi Malaysia, juga menjadi anggota.
Regu Noor Din berada dalam komando Nasir, yang disebut kirdas atau semacam peleton. Kirdas membawahkan tiga fiah. Sebagai komandan peleton, Nasir mengajar latihan dasar kemiliteran. Noor Din mendapat latihan menggunakan senjata, meracik bom, membaca peta, taktik perang, dan sejenisnya.
Di sini Noor Din menampakkan talenta memimpin. Menurut Nasir, Noor Din selalu minta penugasan. ”Ini ciri orang ambisius,” kata Nasir. Noor Din juga yang sering memberikan pekerjaan kepada Azahari. Meski bergelar doktor, Azahari tak punya bakat pemimpin. Dalam organisasi ia bertindak sebagai tukang.
Noor Din menjadi mudir atau semacam kepala sekolah di Luqmanul Hakiem setelah Abdullah Sungkar meninggal pada 1999. Luqmanul Hakiem juga mempertemukan Noor Din dengan Ali Ghufron alias Mukhlas. Bersama Amrozi dan Imam Samudra, Mukhlas meledakkan bom di Bali pada Oktober 2002.
Seorang anggota jaringan Jamaah Islamiyah mengatakan, Noor Din tinggi besar dan berkulit putih. Tingginya sekitar 170 sentimeter dan berat 70-80 kilogram. Noor Din orang yang tenang. Di kalangan anggota Jamaah Islamiyah, ia dikagumi karena bersahaja dan berwibawa. Sumber Tempo mengenal Noor Din bukan sebagai orang yang pandai elektronik apalagi merakit bom. ”Ia hanya pandai manajerial,” katanya.
NOOR Din lahir di Kluang, Johor, Malaysia, 11 Agustus 1968. Kluang berjarak sekitar 60 kilometer utara Ulu Tiram. Dulu, sesuai dengan namanya, daerah ini banyak keluang atau kalong. Di sini banyak perkebunan karet dan kelapa sawit.
Universiti Teknologi Malaysia, kampus Noor Din, terletak di Skudai, Johor. Kampus ini berada dalam posisi segitiga akses antara Ulu Tiram dan Kluang. Suasana kampung ini beda dengan kampung di Melayu lainnya. Rumah dan jendela banyak tertutup. Tegur sapa pun barang mahal di sana. Padahal umumnya kampung di Malaysia membuka pintu lebar-lebar dan penuh keramahan.
Sejak kuliah, kata Nasir, Noor Din banyak berada di Luqmanul Hakiem. Sidney Jones, penasihat senior International Crisis Group Jakarta, organisasi yang mengkaji terorisme di Asia Tenggara, mengatakan Hambali sangat mewarnai sikap radikal Noor Din. Hambali adalah Ketua Mantiqi I Jamaah Islamiyah yang berpusat di Johor. Noor Din berkiblat pada Usamah bin Ladin, yang pernah menganjurkan serangan terhadap Amerika dan antek-anteknya. Hambali ditangkap di Thailand enam tahun lalu. Kini ia ditahan di kamp Guantanamo.
Noor Din terusir dari Malaysia tak lama setelah serangan teroris terhadap World Trade Center, Amerika Serikat, 11 September hampir delapan tahun lalu. Malaysia menghantam anggota Kumpulan Mujahidin Malaysia dengan menggunakan peraturan Internal Security Act (ISA). Pemerintah Malaysia menutup Luqmanul Hakiem. Noor Din lari ke Riau untuk kemudian menikah dengan Rahma, adik Rais, terpidana bom Marriott 2003 (lihat ”Kawin, Beranak, dan Menghilang”).
Kini Rais sudah bebas dan tinggal di Pekanbaru. Rais sempat dua tahun ikut perang bersama Taliban di Afganistan dan balik ke Indonesia pada malam serangan gedung pencakar langit WTC New York. Kepada Tempo, Rais pernah mengatakan sangat benci orang Barat. Ketika dihubungi kembali Jumat pekan lalu, Rais tak mau banyak bicara. ”Saya kena malaria. Kepala rasanya pusing,” katanya.
Noor Din mengajak Rais pindah ke Bukittinggi, Sumatera Barat, beberapa bulan setelah Rais tiba di Riau. Mereka membuka bengkel shock breaker mobil. Noor Din dan Azahari mulai diburu karena dianggap terlibat bom Bali I, yang membunuh 202 orang. Keduanya juga terlibat dalam bom Bali II, Oktober empat tahun lalu. Sebulan setelah bom Bali II, Azahari tewas diberondong peluru polisi di Batu, Jawa Timur.
Tewasnya Azahari tak membuat Noor Din surut. Sidney Jones meyakini, Noor Din banyak berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Terkadang, ia masuk ke Jawa Barat. Tapi, kata Jones, Noor Din menjadikan Jawa Tengah sebagai basis untuk merekrut orang dan melarikan diri. Di sana, masih ada orang atau jaringan yang masih memberikan perlindungan kepada Noor Din. Itu yang membuat Noor Din merasa ”nyaman” di provinsi itu.
Menurut Jones, Noor Din kerap mengendarai sepeda motor. Dengan kendaraan itu ia bisa menutupi wajahnya dengan helm. Demi alasan keamanan, Noor Din tak pernah berlama-lama tinggal di suatu tempat. Jika merasa keberadaannya tercium polisi, ia segera pindah.
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Jupernalis Samosir (Rokan Hilir), Bibin Bintari (Malang), Aris Andrianto (Cilacap)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo