Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) Indonesia Asrorun Niam Sholeh meminta setiap pihak menghormati lembaga negara dan tidak mendelegitimasinya seiring perkembangan sosial kemasyarakatan pasca-Pemilu yang mengkhawatirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rapat pleno Komisi Fatwa MUI menyerukan untuk menghormati lembaga negara yang diberikan tugas dan kewenangan oleh konstitusi, mempercayakan kepada lembaga yang memiliki kewenangan dan kompetensi untuk menjalankan tugas secara baik terkait dengan proses Pemilu hingga tuntas," kata Niam dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, 3/05.
Dia mengajak masyarakat untuk tidak jangan saling curiga serta menyebarkan informasi yang menyebabkan keresahan di masyarakat. Jangan pula membangun opini menyesatkan yang melemahkan fungsi negara. Menurut dia, jika ada masukan, ketidakpuasan, kritik, atau protes terhadap kinerja lembaga negara agar disampaikan dengan cara yang baik sesuai mekanisme yang dibenarkan.
"Tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik dan dampak yang ditimbulkan juga baik," kata dia.
Di lain pihak, dia mengatakan MUI mengimbau agar aparatur negara bekerja penuh dedikasi dan amanah untuk kemaslahatan bangsa.
Terkait penyelenggaraan acara Ijtima' Ulama III, Asrorun Niam mengatakan acara itu tidak terkait MUI. Dia menegaskan MUI memiliki skema ijtima sendiri yang diselenggarakan secara berkala. Artinya jika ada ijtima' ulama serupa, itu berbeda (tak sama dengan MUI). "Ijtima Ulama Komisi Fatwa dilaksanakan rutin setiap tiga tahun, sejak 2003," kata dia.
Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional III non MUI ini dilaksanakan di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 1 Mei 2019. Ijtima ulama pro-calon presiden Prabowo Subianto ini menelurkan lima poin utama yang dibacakan di akhir musyawarah oleh Ketua Dewan Pengarah Ijtima Ulama 3, Yusuf Martak.
Di poin pertama, mereka sepakat pemilihan presiden 17 April lalu telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Atas dasar itu, mereka merekomendasikan poin kedua, yakni agar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, untuk mulai bergerak mengajukan keberatas tentang adanya kecurangan.
Pada poin ketiga, Yusuf Martak dan kawan-kawan mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
Asorun mengatakan Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI diikuti oleh seluruh pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan pondok pesantren, pimpinan fakultas syariah PTAI serta individu yang memiliki kompetensi di bidang hukum Islam.
Lingkup pembahasan dalam Forum Ijtima' Ulama, kata Niam, adalah masalah-masalah keagamaan kontemporer untuk jadi panduan dan pegangan umat dan pemerintah. “Baik terkait dengan masalah strategis kebangsaan (masail asaiyyah wathaniyyah), masalah fikih kontemporer (masail fiqhiyyah muashirah) maupun masalah hukum dan perundang-undanganan (masail qanuniyah)," kata dia.
ANTARA