SEHARI setelah koran ibukota dilarang terbil sementara,
produksi desas-desus mendadak meningkat. Tak kurang dari empat
jenderal didesas-desuskan telah ditahan. Maka orangpun ramai
bergunjing di seputar "penangkapan" itu di pesta koktil
kedutaan, di pesta perkawinan, bahkan sampai arisan para Ibu.
Beberapa perwakilan kantor berita asing di Jakarta tak
ketinggalan dapat telepon dari sana-sini. Bukan cuma menanyakan
perihal kabar angin itu, tapi malah kadang memberi info.
"Sumbernya bukan orang sembarangan pula," kata seorang wartawan
asing. Ghafur Fadyl dari kantor berita AP Jakarta juga merasa
pusing mendapat info telepon yang bertubi-tubi. "Tapi semua itu
tentu harus saya cek dulu," katanya.
Para wartawan--termasuk yang korannya dilarang terbit sementara
- kontan menanyakan kepada Kas Kopkamtib Sudomo selepas
pelantikan KASAD di Istana Negara pekan lalu. Sudomo, yang sudah
tak lagi kelihatan tegang, dan kembali gemar berkelakar dengan
para wartawan, memberi penjelasan. "Begini. Setelah ada tindakan
dari pemerintah, desas-desus memang meningkat," katanya. Bahkan
ada desas-desus tentang siapa yang melontarkan desas-desus.
Dikabarkan: Radio Australia yang menyiarkan adanya beberapa
jenderal yang ditahan. Misalnya Letjen Kemal Idris, HR Dharsono,
bekas Gubernur Ali Sadikin sampai Jenderal Surono.... Semua itu
tegas dibantah oleh Kas Kopkamtib.
Bantahan itu memang perlu cepat dikeluarkan. Sebab kalau tidak
masyarakat akan bingung melihat Ali Sadikin masih menonton
pertandingan sepakbola final kejuaraan PSSI di Senayan malam
Minggu lalu. Sementara Dharsono masih berkantor di Pejambon
(lihat: Ternyata Tak Dipecat 'Kan?), jenderal Surono dengan
stelan jas biru tua bergaris putih, bersama isteri tampak hadir
dalam resepsi Hari Australia di rumah kediaman Dutabesar Richard
Woolcott di Jl. Teuku Umar, Jakarta pekan lalu. Sedang Kemal
Idris, bekas Panglima Kostrad dan bekas Dubes RI di Yugoslavia
yang Pebruari ini sudah akan dipensiun, beberapa hari lalu masih
bekerja di kantornya di Jl. Melawai, Kebayoran Baru. Ia sejak
tahun lalu jadi Dir-Ut perusahaan Griya Wisata Hotel. "Lebih
enak begini," katanya.
Tapi mengapa lagi-lagi Radio Australia yang dianggap sebagai
penyiar desas-desus itu? Allan Morris, Kepala Seksi Siaran
Bahasa Indonesia Radio Australia, kepada TEMPO pekan lalu
menyatakan bahwa radionya tak pernah merasa menyiarkan berita
itu.
Sebuah sumber di Hankam, setelah mengecek, juga membenarkan
siaran tentang ditahannya beberapa jenderal bukan dari Radio
Australia. Tapi disebutkan sumbernya memang berasal dari salah
satu radio asing. Sumber itu tak menyebutkan apakah siaran itu
dari Suara Amerika, BBC atau Hilversum. "Pokoknya ada," katanya.
Gempa di Palu
Sebagai pencari berita, Radio Australia bukan pertama kalinya
menjadi korban desas-desus. Barangkali karena siarannya punya
banyak penggemar di Indonesia. Sebulan lalu radio yang berpusat
di Melbourne itu juga disebutkan telah menyiarkan berita gempa
di Palu hingga membuat penduduk jadi panik mengungsi. Gubernur
Sulawesi Tengah konon sampai menelpon Menteri Perhubungan Emil
Salim menanyakan ihwal ramalan gempa yang katanya akan datang 29
Desember lalu. Tapi setelah dicek ternyata pihak Radio Australia
di sini jadi kaget, karena merasa tak pernah membuat siaran
begitu.
Radio Australia memang bisa lebih cepat menyiarkan berita
dibanding media koran. Berita tentang ditahannya 143 mahasiswa
dan 10 orang di luar kampus sudah mengudara di hari yang sama
ketika Sudomo memberi keterangan tentang itu. Sudomo yang
rnemberi keterangan selepas pelantikan KASAD Letjen Widodo,
menyatakan masih ada 10 mahasiswa yang belum ditahan.
Diperkirakan yang ditahan itu umumnya berasal dari kampus di
Jawa. Di Jakarta misalnya drs Arief Rachman Pembantu Rektor III
IKIP Jakarta, seperti dinyatakan Sudomo di Istana Negara hari
itu juga, termasuk salah satu unsur kampus yang ditahan.
Gelombang penahanan itu rupanya tak terbatas pada mahasiswa dan
unsur kampus. Tapi, seperti kata Sudomo, ada 15 orang non kampus
yang sudah ditangkap. "Saya perkirakan mereka ada hubungannya
dengan gerakan mahasiswa ini," katanya.
Gerakan penangkapan itu menurut Sudomo dilakukan untuk mencegah
timbulnya peristiwa seperti Malari dulu. "Mereka itu sudah
merencanakan mau meledakkan gerakan pada 21 Januari dengan
mengerahkan pelajar SLP-SLA," kata Sudomo. Dalam pemeriksaan
yang sekarang tengah berlangsung, Sudomo berjanji akan
melepaskan para tertuduh itu kalau terbukti tak bersalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini