BANTUAN yang mengalir untuk para korban kelaparan di Kabupaen
Sikka, Flores sampai akhir April tampaknya sudah mencukupi.
Sejumlah 250 ton beras dan Rp 5 juta dari Departemen Sosial
sudah sangat berarti untuk daerah yang saban tahun kekurangan
beras 20 ton itu. Belum lagi dihitung dengan bantuan yang datang
dari lembaga-lembaga swasta seperti PT Caltex Pacific Indonesia
yang menyerahkan sumbangan susu dan obat-obatan sejumlah US$
10.000.
Pejabat pemerintah di sana, sekarang ini sedang bergumul
menghadapi berbagai masalah dalam membagikan sumbangan tersebut
yang ditumpuk di sebuah gudang di lapangan terbang Maumere dan
di Pos Komando yang terletak di seberang kantor Pj. Bupati Dan
Woda Palle. Untuk mempercepat sampainya bantuan, sebuah
helikopter Puma sejak 22 April lalu mondar-mandir di udara
mendrop bahan makanan ke daerah bencana yang diisolir hutan dan
bukit terjal. Semula bantuan itu akan dibawa lewat jalan darat,
tapi kemudian batal karena untuk mencapai daerah bencana terjauh
seperti Wolobela diperlukan perjalanan satu hari jalan kaki.
Dengan heli, daerah tersebut bisa dicapai dalam 10 menit tapi
biayanya cukup besar. Sebab jenis heli ini menelan Rp 700.000
untuk tiap jam terbang.
Bagaimana pun bantuan itu akhirnya sampai juga ke
kampung-kampung pusat kelaparan seperti Lekebai, Wolofeo,
Wolobela dan Woloara. Ditumpuk dan dibagi-bagikan di rumah
kepala desa. Woloara tercatat sebagai daerah yang paling cepat
membagikan bantuan. Tapi penduduk Wolobela yang sudah tak sabar
lagi berjumpa dengan nasi, sampai akhir April masih harus
tertunggu-tunggu.
4 Tahun 5 Kg
Pada 26 April penduduk dari daerah yang berbatu-batu itu sudah
berkeluaran dari rumahnya dan antri untuk menerima jatah beras
400 gr per hari untuk orang dewasa, dan 250 gram untuk
anak-anak. Tapi mendadak sontak barisan antri itu bubar dengan
kecewa karena pembagian ditangguhkan. Menurut keterangan, Pj.
Bupati Palle ingin menyisipkan unsur pendidikan dalam pembagian
tersebut. Karena itulah dia tidak menyamaratakan penduduk
daerah tersebut yang berjumlah 2500 sebagai berhak menerima
bantuan. Hanya 1600 orang yang boleh. Kepala desa Wolobela
sendiri sejak semula berniat untuk membagi rata sumbangan tadi
kepada penduduknya. "Sebab semua orang kelaparan di sini.
Lihatlah lumbung mereka," katanya kepada wartawan dari Jakarta
dan anggota DPRD Sikka, Steph Wula serta Donatus Hure, Ketua
Biro Sosial Maumere. Kepala Desa Djama Siga nampak cemas akan
menanggung beban dari penduduknya kalau-kalau pembagian tetap
didasarkan pada klasifikasi penderita kelaparan berat dan
ringan. "Saya akan berangkat ke Maumere untuk mencari jalan
keluar pada bupati," katanya di tengah-tengah timbunan beras di
rumahnya.
Kekurangan makan di daerah pedalaman baian timur dari Kabupaten
Sikka yang berpenduduk 18.000 (10% dari jumlah penduduk Sikka
yang 206.000), nampaknya sudah merupakan penyakit yang menahun.
Panen padi hanya sekali setahun, selebihnya jagung. Kekurangan
makanan akan jadi tambah menghantam kalau terjadi serangan angin
seperti Januari lalu, yang merontokkan bunga tanaman tersebut.
Gambaran keadaan kekurangan gizi penduduk bisa terlihat dari
sekitar 500 anak-anak (termasuk sebagian orang tua) yang
ditampung dalam Taman Gizi yang diselenggarakan oleh Biro Sosial
Maumere. Lebih dari 30% dari anak-anak tersebut setelah
ditimbang berada dalam kategori kekurangan gizi yang buruk. Di
Wolobela ada seorang anak yang berumur 4 tahun dengan berat
badan 5 kg. Anak umur sebegitu dalam keadaan normal, beratnya 15
kg. Sementara seorang tua berusia 37 tahun bernama Paga di
Wolofeo (bersama dua anaknya masuk Taman Gizi), bobot tubuhnya
hanya 24 kg.
Pemerintah tampaknya tidak mau pengalaman pahit ini terulang
lagi. Sumber bencana yang datang dari sistim pertanian rakyat
yang berpindah-pindah mengakibatkan erosi dan hilangnya hutan
sebagai penadah air, akan diatur secara mendasar. Mulai Juni
mendatang diharapkan sudah dapat dimulai pelaksanaan
rehabilitasi hutan dengan penanaman lamtoro dan penterasan untuk
areal 1000 ha. Daerah seluas itu akan mencakup 1500 kepala
keluarga. Masing-masing KK akan menangani areal tanah 2 Ha dan
kepada mereka akan didrop biaya sebesar Rp 75 juta. Diharapkan
kelaparan tak terulang lagi. Suatu beban yang dibawa sampai mati
oleh Pejabat Gubernur NTT El Tari, 52 tahun. Ia meninggal Sabtu,
29 April yang baru lalu, akibat serangan jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini