UCAPAN acap membawa petaka. Ini yang dialami Dr. Thoby Mutis, Direktur Penelitian dan Pengembangan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Ia diminta mundur dari jabatannya itu karena, menurut Ketua Dekopin Sri Edi Swasono, telah offside, keluar garis. Dalam rapat pimpinan harian dewan itu, kata Sri Edi, Thoby pernah diperingatkan karena sikapnya yang konfrontatif dengan Menteri Koperasi. "Padahal, keberadaan Departemen Koperasi itu atas usulan Dekopin," katanya kepada TEMPO. Apa ucapan Thoby sebenarnya? Dalam penjelasannya kepada TEMPO, ia mengemukakan pandangannya bahwa Pemerintah terlalu jauh mencampuri koperasi. Ia mengambil contoh sepele. Untuk pemilihan ketua KUD saja, departemen yang dipimpin Menteri Bustanil Arifin itu ikut campur. "Koperasi dijadikan seperti BUMN," katanya. Ahli perkoperasian dari South East Asia Interdisciplinary Development Institute di Filipina ini menganggap campur tangan Pemerintah sudah keterlaluan. Departemen Koperasi sering mengedrop barang-barang yang belum tentu diperlukan suatu koperasi, seperti alat pertanian atau perahu untuk nelayan. "Departemen itu tak lagi berusaha mengembangkan perkoperasian, tapi lebih memimpin koperasi," katanya. Menurut penulis buku Pengembangan Koperasi ini, seharusnya koperasi sebagai lembaga ekonomi yang demokratis tumbuh dari bawah. Seperti di Jepang, koperasi berkembang dari arisan masyarakat. Hal serupa juga terlihat di Swedia dan Jerman Barat. Di Indonesia, katanya, juga ada koperasi tradisional yang bisa berkembang karena tak dicampuri Pemerintah seperti Masiodopari di SumUt, Lumbuang Nagari di Sum-Bar, atau koperasi di perusahaan-perusahaan swasta. "Mereka bisa tumbuh sehat, terutama yang bersikeras tak mau bergabung dengan KUD," kata pengagum Bapak Koperasi Bung Hatta itu. Untuk menyehatkan koperasi, Thoby mempunyai ide, Departemen Koperasi itu dihapuskan saja. Urusan koperasi cukup diurus seorang menteri negara yang mengkoordinasi berbagai potensi di instansi pemerintah. Fungsi Departemen Koperasi bisa diserahkan ke departemen lain yang berhubungan langsung dengan urusan koperasi, seperti Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, dan Departemen Keuangan. "Bantuan Pemerintah menjadi lebih sesuai dengan bidang departemen itu," katanya. Untuk mendirikan koperasi, katanya, akte cukup dibuat di depan notaris yang disahkan Menteri Kehakiman. "Sekarang ini banyak bank yang ragu memberikan kredit kepada koperasi karena aktenya dari Departemen Koperasi," katanya. Pandangan ini disebut Sri Edi keluar garis. "Usulannya untuk menghapuskan Departemen Koperasi itu musykil," kata Sri Edi, yang disebut-sebut sebagai salah satu calon Menteri Koperasi dalam kabinet mendatang. Bahkan, katanya, dalam dengar pendapat di DPR bulan lalu, Dekopin menegaskan kembali bahwa Departemen Koperasi masih diperlukan. "Jadi, dia telah melangkahi saya," kata menantu Bung Hatta itu. Sri Edi juga menyalahkan Thoby, putra Ruteng, Timor, kelahiran 45 tahun lalu itu, yang tak melihat pentingnya kemitraan antara koperasi dan departemen itu. "Kami harus pintar mengikuti irama politik untuk kemajuan koperasi," katanya. Sri Edi menyangkal isu pencopotan Thoby karena tekanan dari Menteri Koperasi sendiri atau "alasan lain". Sementara itu, Menteri Bustanil memilih diam ketika ditanyai soal "campur tangannya" dalam pendepakan Thoby dari Dekopin. "Diam itu emas," katanya. "Jadi, sebaiknya saya diam saja." Awal bulan ini, Thoby memang tak berkantor lagi di Dekopin. Kursinya telah ditempati oleh J.K. Lumunon, yang sebelumnya direktur hubungan luar negeri dewan tersebut. "Sekarang saya bahagia," kata Thoby, yang sudah offside. AB dan Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini