AMBISI daerah untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden bisa juga ditempuh dengan menghalalkan segala cara. Contohnya, Nyonya Hamdah dari Kecamatan Laras, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Desember tahun lalu ia berhasil memboyong Upakarti (penghargaan bagi pembina industri kecil) dari Presiden Soeharto. Keberhasilannya itu kemudian diketahui hanya "akal-akalan" dari beberapa oknum Kantor Departemen Perindustrian Kabupaten Tapin dengan menggunakan Nyonya Hamdah, pedagang hasil kerajinan anyaman rotan. Kasus membuat rekomendasi "aseli tapi palsu" itu dilakukan dengan memalsukan tanda tangan di beberapa surat keterangan. Menurut Hamdah, yang mengaku tak bisa bacatulis, sekitar bulan Juni 1991 ia didatangi dua orang yang sudah dikenalnya dari Kantor Perindustrian Kabupaten Tapin. Kedua pejabat itu menyodorkan surat-surat yang harus ditekennya. Surat itu pula yang kemudian direkomendasikan oleh Bupati Tapin H.A. Makkie dan Kepala Kanwil KalSel Baharudin Kalo untuk diteruskan ke panitia nasional di Ditjen Industri Kecil, Jakarta. Setelah tim juri memeriksa berbagai persyaratan, Hamdah tampil sebagai satu-satunya penerima Upakarti asal Kal-Sel di Istana Negara, Jakarta. Namun Upakarti "aspal" itu tak berumur panjang. Tiga kelompok perajin -- masing-masing "Kemuning", "Sederhana", dan "Hasrat Maju" -- yang membuat anyaman rotan merasa tak pernah dibina Ny. Hamdah. "Hubungan kami dengan Hamdah tak lebih dari sekadar perajin dan tengkulak. Ia datang ke kelompok kami dan membeli hasil kami untuk dijual ke Banjarmasin," kata Norhidayah dari "Kemuning" kepada TEMPO. Ketiganya lantas mengadukan Hamdah ke polisi karena dianggap telah memalsukan berbagai surat keterangan. Hamdah sendiri sudah diperiksa polisi, termasuk beberapa pejabat Kantor Perindustrian Kabupaten Tapin. Sabtu pekan lalu polisi juga memeriksa Kepala Kanwil Perindustrian Kal-Sel Baharuddin Kalo di kantornya. "Saya disuruh meniru tanda tangan tiga ketua kelompok perajin itu," katanya. Surat yang dimaksud adalah "Pernyataan Mitra Usaha Industri Kecil" yang menjelaskan perannya sebagai pembina tiga kelompok perajin rotan dalam membuat desain dan pemasaran. Padahal, katanya, ia memang benar-benar sekadar pedagang. "Sekali-sekali memberikan desain sesuai dengan pesanan," katanya polos. Pemalsuan surat keterangan ini sebenarnya pernah diselimuti dengan perdamaian yang diprakarsai oleh camat Candi Laras Selatan Roswan Noviar, Kepala Kantor Perindustrian Tapin, Bupati Tapin, dan Kepala Kanwil Perindustrian Kal-Sel. Hamdah disuruh minta maaf kepada tiga kelompok perajin itu dan mengembalikan penghargaan Upakarti ke Kabupaten Tapin. Namun, Kepala Polres Tapin Letkol Hendrawan Razief, perdamaian itu urusan intern mereka, "Polisi akan tetap mengusutnya karena ini menyangkut nama Presiden," katanya. Samsi M.T., yang meluncurkan surat rekomendasi pertama, membenarkan bahwa Hamdah tahu banyak soal industri rotan. Kepala Kanwil Perindustrian Baharuddin juga menyebutkan bahwa Hamdah beberapa kali ikut pameran kerajinan rotan, termasuk di Taman Mini, Jakarta. Namun kedua pejabat itu mengakui tak pernah membentuk tim khusus untuk meneliti peran Hamdah. Menurut sumber di Departemen Perindustrian Jakarta, tim pusat seharusnya mengecek setiap calon yang diajukan untuk memperoleh penghargaan. Tapi mengapa Hamdah lolos? Belum ada tanggapan karena masih menunggu proses pengecekan di Kal-Sel. Diah Purnomowati, Bina Bektiati (Jakarta), Almin Hatta (Banjarmasin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini