Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kasus Hatumena

Jakob Hatumena, 59, seorang Maluku warga negara Belanda diusir dari Indonesia karena berusaha menghidupkan kembali jaringan pendukung RMS di Maluku. Masyarakat Maluku menolak ide RMS.(nas)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWAL minggu ini, di gedung Parlemen Belanda Binnenhof, Den Haag, mulailah perdebatan tentang Nota Kabinet Van Agt tentang "Problematik Minoritas Maluku di Negeri Belanda." Terang, itu soal intern pemerintah Belanda. Namun hanya sehari sebelum debat di Binnenhof dimulai, seorang Maluku berkewarganegaraan Belanda telah diusir dari Indonesia. Jakob Hatumena, 59 tahun, dalam surat pengusiran yang ditandatangani Menteri Kehakiman 31 Mei lalu, dituduh melakukan kegiatan subversif di Maluku. Jakob masuk ke Indonesia secara legal, dengan visa turis keluaran KBRI di Den Haag. Sebelumnya dia sudah pernah dua kali mengunjungi Indonesia pula (1974, 1975). Tapi ketika ia mengunjungi Ambon dari tanggal 6-25 Maret lalu, begitu menurut laporan masyarakat yang diterima Laksusda Maluku, Hatumena berusaha menghidupkan kembali jaringan pendukung 'RMS'. Khususnya sayap gerakan separatis itu yang dipimpin bekas sersan KNIL Isaac Julius Tamaela. Tamaela, 64 tahun, kini sering di New York, memimpin kantor perwakilan 'RMS' dengan bantuan lobbyist Yahudi David Horowitz. Atau di Benin (d/h Dahomey), negara kecil di Afrika Barat yang mendukung Tamaela, Fretilin maupun 'OPM'. Kunjungan Jakob Hatumena ke Ambon sebelumnya sudah dipersiapkan oleh seorang 'aspri' Tamaela di Belanda. Tugasnya menghubungi orang di Maluku yang diperkirakan mau mendukung 'RMS' kembali. Untuk itu Hatumena sudah dilengkapi dengan foto-foto kegiatan Tamaela di Benin, kaset rekaman pidato Tamaela, tanda pengenal 'pasukan komando RMS', serta brosur Partai Revolusioner Siwa Lima. Di Maluku, Hatumena lantas membuat serangkaian foto bersama di hutan dengan orang Maluku yang diberi seragam 'tentara RMS' itu. Maksudnya memberi kesan seolah gerilya 'RMS' masih aktif. Juga dibuatnya rekaman percakapan dengan teks yang disiapkan bersama, seolah-olah masyarakat Maluku di tanah-air sudah siap membantu perjuangan 'RMS' di Belanda. 25 April, saat dibacakannya 'proklamasi RMS' oleh Manuhutu 28 tahun yang lalu, akibat bisikan Hatumena ada orang Maluku yang mencoba mengibarkan bendera biru-putih-hijau-merah, bendera 'RMS'. Ini bocor ke telinga Laksusda. Maka ditemukanlah sejumlah pamflet, brosur, kaset pidato Tamaela, dan tanda pengenal 'RMS' lainnya. Sebagian diakui masyarakat diterima dari Jakob Hatumena. Tapi banyak yang masuk ke Maluku lewat orang dari Belanda yang berkunjung ke Ambon. Atau, ada pula yang disinyalir masuk lewat pos biasa. Para petugas Kodam XVI/Pattimura tak segera menangkap Hatumena di sana. 25 Maret lalu, dia sudah terbang dari Ambon ke Jakarta. Dari Jakarta dia punya rencana terus balik ke Negeri Belanda. Namun di Kemayoran, aparat keamanan yang sudah mendapat kabar dari Ambon segera menahan orang ini. Seminggu lamanya ditahan di sini, Mabes Polri menyerahkannya kembali kepada Laksusda Maluku di Ambon untuk diperiksa Total jenderal setelah ditahan sebulan lamanya, baru Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Kebon Sirih mendapat nota pemberitahuan dari Deparlu di Pejambon. Reaksi Pers Pertengahan Mei lalu seorang pegawai Bagian Konsuler Kedubes Belanda terbang ke Ambon, menjenguk warganya yang ditahan itu. Mengingat reaksi pers, parlemen dan masyarakat Maluku di Belanda yang sudah mulai rarnai menanyakan nasib Hatumena, juga mengingat debat Parlemen yang makin menjelang, Kedubes Belanda minta orang itu dibebaskan saja dan dipulangkan ke Belanda. Walhasil, setelah diterbangkan lebih dulu ke Jakarta, Jakob Hatumena diusir pulang ke Negeri Belanda berdasarkan SK Menteri Kehakiman Moedjono SH. Puspen Hankam dalam siaran persnya berkenaan dengan pengusiran Hatumena, memuji "spontanitas serta kesadaran masyarakat Maluku untuk menolak ide RMS". Terbukti dari laporan orang-orang Maluku sendiri yang tak menyukai tindak-tanduk Hatumena di sana. "Ini merupakan jaminan bahwa tak ada peluang bagi oknum-oknum gerakan bekas Tentara Kolonial Belanda itu melakukan petualangan politiknya di wilayah Indonesia, khususnya di Maluku," begitu menurut siaran pers tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus