Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Patah Selera Dan Mati

Sapi bantuan presiden asal Australia untuk petani di Sumatera Barat dan Jambi banyak yang mati karena pertukaran iklim dan pemeliharaan yang kurang baik. Rumput khusus tidak disediakan.(dh)

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAPI bantuan Presiden Soeharto (banpres) untuk petani-petani di Sumatera Barat dan Jambi tak sedikit yang mati. Dari 700 ekor yang diterima pemelihara sejak Nopember tahun lalu hingga bulan lalu diketahui mati 41 ekor. Di Jambi dari 234 ekor, mati 23 ekor. Hewan-hewan itu kebanyakan (300 ekor) dipelihara oleh transmigran asal Wonogiri di Sitiung. Seratus ekor diberikan kepada penduduk asli sekitar Sitiung. Dan sisanya disebar di beberapa kabupaten dan kotamadya di propinsi itu. Itu memang biasa, risiko sapi impor, kata drh Nasri Gayur, Kepala Dinas Kehewanan Sumtet. Barat ketika ditanya soal kematian sapi-sapi itu. Selain karena cara pemeliharaan yang kurang baik, penyebab kematian juga umumnya karena pertukaran iklim. Sebagai diketahui sapi-sapi jenis brahman dan drought master itu berasal dari Australia. "Banyak juga yang tidak mau makan rumput di sini" kata seorang dokter hewan yang turut melakukan penelitian terhadap penyebab kematian itu. Sapi India Para petani pemelihara hewan banpres itu menuturkan pula betapa susah memelihara ternak asal luar negeri itu. Di negara asalnya hewan-hewan tadi dilepas begitu saja di padang rumput luas. Dan liar. Di tangan petani kita sapi itu diikat. "Jika mau didekati, sapi itu seperti mau mengamuk dan berusaha lari" kata seorang pemelihara di Padang Pariaman. Menurut Nasri Gayur di negara asalnya sapi-sapi itu memakan jenis rumput khusus, seperti rumput benggala, gajah dan meksiko. Di kampung-kampung Sumatera Barat tak ada jenis itu. Maka sapi-sapj tadipun patah selera. Akibatnya kurus. Usaha untuk menanggulangi kematian itu memang cepat dilakukan oleh pihak Dinas Kehewanan. Sebuah tim khusus disebar ke daerah-daerah untuk memberi penyuluhan, sekaligus pengobatan. Sementara itu sebagian petani mulai memperdengarkan tanggapan bahwa jenis sapi dari Australia itu kurang cocok bagi mereka. "Barangkali sapi India lebih sesuai" kata seorang peternak kepada TEMPO. Pihak Dinas Kehewanan Propinsi Sumatera Barat agaknya tetap memandang sapi Australia lebih cocok. "Berat badan sapi India terbatas, kurang baik untuk pengembangan" kata drh Rusli Harahap. Tapi diakui iklim Sumatera Barat memang lebih cocok bagi sapi India. Para petani yang menerima sapi banpres itu ternyata punya risiko juga. Dalam jangka waktu 6 bulan pertama memang mereka bebas dari tanggungjawab, hanya memelihara dan berusaha mengembangkannya. Malahan jika hewan itu mati sebelum waktu 6 bulan, si petani menerima ganti rugi Rp 75.000 jika mati tanpa dagingnya sempat dimakan (dijual) dan hanya Rp 10.000 jika dagingnya sempat dijual. Semua ini tercantum dalam Sk. Gubernur Sumatera Barat yang khusus mengatur soal sapi-sapi itu. Sebaliknya, jika hewan itu mati setelah lewat waktu 6 bulan, si pemelihara tak mendapat ganti apa-apa. Bahkan kewajibannya untuk mencicil kredit (yang tiap bulan minimal Rp 7.500 untuk jangka waktu sekitar 1 tahun) berjalan terus sampai lunas. Ganti rugi tadi dimaksudkan agar petani mampu membeli sapi baru, meski masih kecil sekali pun. Sebab harga seekor sapi dewasa di daerah ini rata-rata di atas Rp 100.000. Untung juga bahwa peristiwa kematian sapi baru-baru ini sebelum waktu 6 bulan yang ditentukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus