Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pembuat Poster All Eyes on Papua Minta Warganet Ikut Isi Petisi

Seruan "All Eyes on Papua"viral di media sosial, pembuat desain berharap masyarakat ikut mengisi petisi.

5 Juni 2024 | 11.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pandhu Tanoyo, 23 tahun, menceritakan alasannya membuat desain bertuliskan All Eyes on Papua. Ia tak menampik, desain tersebut terinspirasi dari desain AI yang bertuliskan All Eyes on Rafah. Namun, desain yang menyoroti isu Papua itu tak menggunakan AI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandhu yang merupakan seorang pembuat konten dan desainer mengaku, mulanya ia penasaran dengan isu Papua yang dibahas di X. “Saya cek sumber beritanya dari media hingga sosmed, ketemulah @greenforceid yang sudah lama menggaungkan suara ini,” kata dia kepada Tempo, Selasa, 4 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah jadi, ia mengunggah foto tersebut di akun X pribadinya, @gandawakstra_ pada 31 Mei 2024 pukul 01.07 dengan harapan dapat menyuarakan isu tersebut. Selain mengunggahnya di X, ia mencoba untuk memanfaatkan fitur template di Instagram lewat akun pribadinya, @jadipandu.

Gambar itu kemudian diunggah kembali oleh akun Instagram @sultankhmw. Sultan mengatakan setelah poster itu diunggah selama 20 jam, dampaknya belum terasa. Hingga akhirnya, ada 10 akun di X yang ikut menyuarakan. “Ini disebut snowball effect,” kata dia.

Sebab, melalui akun-akun tadi gambar tersebut menjadi viral. “Followers 10 orang ini ikutan share dan dilihat orang lain, lalu bertambah dan seterusnya. Walaupun followers kalian cuma ratusan, tapi itu berpengaruh,” kata Pandhu.

Di gambar tersebut, ia turut menambahkan kronologi kejadian sehingga pengguna media sosial bisa memahami pesan yang ingin disampaikan. Menurut pantauan Tempo, hingga Rabu pagi, 5 Juni 2024 template tersebut sudah disebar oleh 3 juta pengguna. Tak hanya itu, penggunaan desain dengan kalimat All Eyes on Papua juga diikuti oleh akun Instagram lain, misalnya @kaksproduction dan @alfinrizalisme.

Pesan All Eyes On Papua

Pandhu berharap warganet tak hanya menyebarkan template yang dibuatnya, tapi ikut mengisi petisi lewat change.org. Petisi yang dibuat sejak 2 Maret 2024 itu menargetkan 300 ribu tanda tangan. Hingga, Rabu, 5 Juni 2024 pukul 10.20 petisi itu masih ditandatangani oleh 207.519 orang.

Dalam keterangannya, petisi itu memperjuangkan masyarakat adat Marga Woro yang merupakan bagian dari Suku Awyu. Lahan seluas 36.094 hektare milik mereka terancam hilang akibat pembabatan. Masyarakat adat kemudian didampingi oleh pejuang lingkungan dari Suku Awyu, Hendrikus Woro. Mereka menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena memberikan izin kelayakan lingkungan hidup kepada PT Indo Asiana Lestari (IAL). 

Namun, mereka kalah dalam proses pengadilan Mahkamah Agung (MA). Tahapan kasasi adalah harapan terakhir bagi mereka. Padahal, hutan adat itu juga menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik Papua. Selain itu, pembukaan hutan yang sangat luas bisa mengakibatkan pelepasan emisi karbon dan memperparah krisis iklim di Tanah Air.

“Semoga dengan adanya petisi itu bisa membantu suku Awyu menemukan solusi yang dibutuhkan, yaitu kembalinya hutan ke Suku Awyu dan mengurangi emisi yang menyebabkan cepatnya pemanasan global,” kata Pandhu.

Selain suku Awyu, masyarakat adat Moi Sigin tengah berjuang dalam persidangan di PTUN Jakarta sejak Desember 2023 . Dan mengajukan ke MA pada tanggal 3 Mei 2024. Sub-suku Moi Sigin berkonflik dengan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Perusahaan tersebut berencana akan membabat seluas 18.160 hektare hutan adat Moi Sigin untuk perkebunan sawit. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus