Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Penembak Dari Angkatan 1984

KOMISARIS Jenderal Budi Waseso ternyata gemar berburu. Hobi itu mengalir dari ayahnya, seorang perwira Angkatan Darat dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, pasukan cikal-bakal Komando Pasukan Khusus. Dia juga gandrung bongkar-pasang mobil tua sejak masih menjadi taruna Akademi Kepolisian.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISARIS Jenderal Budi Waseso ternyata gemar berburu. Hobi itu mengalir dari ayahnya, seorang perwira Angkatan Darat dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, pasukan cikal-bakal Komando Pasukan Khusus. Dia juga gandrung bongkar-pasang mobil tua sejak masih menjadi taruna Akademi Kepolisian.

Inspektur Jenderal Arif Wachjunadi, kawan seangkatan Budi Waseso, menuturkan, hingga kini keduanya masih suka berburu bersama. Boleh jadi, sebagai orang yang suka berburu dan menembak, Budi Waseso paham dia perlu tiarap dulu dari bidikan wartawan. Seorang perwira di Badan Reserse Kriminal menyebutkan bosnya sengaja "diam" untuk meredakan serangan para pesaing yang ikut berlaga menggantikan Budi Gunawan, calon Kepala Kepolisian RI yang batal dilantik Presiden Joko Widodo.

Nama Budi Waseso jadi pembicaraan orang ramai setelah dia mendadak menggantikan Suhardi Alius sebagai Kepala Bareskrim. Pernyataan Budi yang menuding ada pengkhianat di lingkup internal Polri melahirkan kontroversi keras. Apalagi saat dia diketahui berada di balik perintah penangkapan dan penyidikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto-serta kriminalisasi terhadap sejumlah pemimpin KPK.

Dibesarkan di Bogor dalam lingkungan tentara, Budi Waseso masuk seleksi taruna kepolisian di Jakarta pada 1980 dan lulus empat tahun kemudian. Menurut kawan seangkatannya-kini juru bicara Markas Besar Polri-Brigadir Jenderal Ronny F. Sompie, Budi adalah orang yang lugas dan setia pembela teman. Bakatnya memimpin dan berorganisasi muncul sejak dia masih taruna. Budi menjadi wakil angkatannya di Lembaga Musyawarah Taruna bersama Ketut Untung Yoga dan Sumartono Yohanes, yang kini menjadi Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur.

Saat berkarier di Divisi Pengawasan Internal, dia bertemu dan bekerja sama dengan Budi Gunawan, seniornya dari angkatan 1983 serta kawan satu klub menembak saat taruna. Hubungan keduanya berlanjut tatkala Budi Gunawan-atasannya di Profesi dan Pengamanan-menunjuk Budi Waseso menjadi Kepala Biro Tim Pengamanan Internal.

Prestasi Budi Waseso mulai bersinar tatkala mendapat tugas menangkap Susno Duadji, Kepala Bareskrim yang menjadi tersangka KPK beberapa tahun lalu. Banyak yang memuji keberaniannya ketika itu: komisaris besar yang mengangkut jenderal bintang tiga ke Mabes Polri untuk diperiksa.

Pada 2012, dia dipromosikan menjadi Kepala Polda Gorontalo. Hanya 14 bulan di Gorontalo, Budi kembali naik pangkat. Dia menjadi inspektur jenderal dan memimpin Kepala Sekolah Staf Pimpinan Polri di Lembang, Bandung. Jabatan itu persis di bawah Kepala Pendidikan Polri, yang dipimpin Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Menurut salah satu petinggi Polri waktu itu, pemindahan Budi Waseso yang dikesankan promosi sejatinya adalah mutasi. Ini terkait dengan konflik Budi Waseso dengan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, yang dilaporkan Budi ke Mabes Polri. Konflik terjadi karena Budi getol mengusut kasus korupsi alat kesehatan di lingkungan pemerintah daerah Gorontalo.

Dalam catatan mutasi yang diberikan secara internal, menurut petinggi Polri itu, Budi Waseso mendapat poin berani, bernyali, dan temperamental. Walhasil, dia direkomendasikan lebih banyak di pengawasan internal dan bidang pendidikan.

Kasus Budi Gunawan agaknya membawa berkah bagi Budi Waseso. Ia menjadi Kepala Bareskrim dan calon Kepala Polri. Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, menuturkan, meski memenuhi syarat secara administratif, Budi Waseso terhambat sejumlah hal. Misalnya belum pernah menjabat kepala polda tipe A di wilayah hukum luas dan kompleks seperti DKI Jakarta. Dia pun pernah tersandung kasus pemalsuan surat mutasi. Kasus ini dilaporkan pada 2012 oleh Komisaris Jenderal Jenmard Mangolui Simatupang, mantan Wakil Kepala Polda Sulawesi Utara.

Menurut Budi Waseso, semua kasus yang menyangkut dirinya sudah selesai. Ia mengakui pernah diperiksa Bareskrim serta Divisi Profesi dan Pengamanan. "Ternyata di-SP3 alias dihentikan. Kasusnya selesai. Sekarang saya sudah bintang tiga," kata Budi.

Agustina Widiarsi, Singgih Soares, Tika Primandari, Dewi Suci

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus