Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGIAN calon mahasiswa baru di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) merasa dijebak oleh pihak kampus. Pihak Universitas Jenderal Soedirman tak pernah menginformasikan kenaikan biaya kuliah atau yang disebut uang kuliah tunggal (UKT) per semester per mahasiswa saat pendaftaran mahasiswa baru jalur prestasi. Dengan demikian, saat pendaftaran, calon mahasiswa baru menduga biaya kuliah tetap serupa dengan tahun sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampus baru mengumumkan besaran kuliah setelah pengumuman calon mahasiswa baru yang lolos jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Biaya kuliah yang diumumkan itu naik berlipat-lipat dibanding pada tahun akademik sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang calon mahasiswa baru Universitas Jenderal Soedirman menceritakan kondisi tersebut kepada Tempo. Ia bernama Salma, nama samaran, yang mendaftar pada Program Studi Teknologi Pangan di kampus ini.
Salma memilih mendaftar di Unsoed karena menduga biaya kuliah di kampus ini serupa dengan tahun sebelumnya. Selama ini Salma mengetahui bahwa biaya kuliah di Unsoed lebih murah ketimbang kampus negeri lainnya.
Namun Salma kaget mengetahui biaya kuliah di kampus ini ternyata berbeda dengan biaya pada tahun sebelumnya. “Saya sempat berpikir tidak meneruskan kuliah. Niat mengubah nasib keluarga dengan meraih gelar sarjana tiba-tiba sirna,” kata Salma, Jumat, 3 Mei 2024.
Salma awalnya hendak mendaftar kuliah di kampus negeri lewat jalur prestasi di Universitas Indonesia. Namun ia mengurungkan rencana itu karena biaya kuliah di kampus kuning tersebut sangat mahal. Salma lantas memilih mendaftar di Universitas Jenderal Soedirman.
Akhir April lalu, Salma dinyatakan lulus di Unsoed lewat jalur prestasi. Ia berbahagia mendapat informasi tersebut. Namun kegembiraan Salma memudar ketika kampus menginformasikan biaya UKT untuk calon mahasiswa baru. Biaya kuliah itu disampaikan pihak kampus saat sosialisasi setelah pengumuman lulus.
Sesuai dengan Peraturan Rektor Unsoed Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Pendidikan Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman yang diterbitkan pada 4 April 2024, biaya UKT Program Studi Teknologi Pangan dibagi menjadi tujuh golongan. Rinciannya, UKT kelompok I sebesar Rp 500 ribu, kelompok II Rp 1 juta, kelompok III Rp 3,5 juta, kelompok IV Rp 8 juta, kelompok V Rp 13,5 juta, kelompok VI Rp 19 juta, dan kelompok VII Rp 19.112.000. Biaya kuliah ini berlaku untuk setiap mahasiswa baru per semester.
Biaya UKT golongan III-VII mengalami kenaikan berlipat-lipat dibanding biaya pada tahun sebelumnya. Sesuai dengan Peraturan Rektor Unsoed Nomor 15 Tahun 2023 tentang Biaya Pendidikan Mahasiswa Unsoed, UKT Program Studi Teknologi Pangan dibagi menjadi delapan golongan, yaitu UKT kelompok I sebesar Rp 500 ribu, kelompok II Rp 1 juta, kelompok III Rp 2,4 juta, kelompok IV Rp 2,6 juta, kelompok V Rp 2,9 juta, kelompok VI Rp 3,4 juta, kelompok VII Rp 3,9 juta, dan kelompok VIII Rp 5.677.000.
Biaya kuliah yang sangat mahal ini membuat Salma hendak mengurungkan rencananya kuliah di Universitas Jenderal Soedirman. Salma merasa orang tuanya tak akan mampu membayar biaya kuliah tersebut. Ayah Salma hanya berprofesi sebagai buruh dengan penghasilan Rp 1,5 juta per bulan. “Di angka Rp 5 juta saja saya mikir untuk lanjut, apalagi sampai dua digit,” katanya.
Biaya kuliah yang tiba-tiba naik ini menuai penolakan lembaga kemahasiswaan di Universitas Jenderal Soedirman. Mereka berunjuk rasa menentang komersialisasi kampus tersebut pada 26-29 April lalu. Mereka menuntut Rektor Unsoed mencabut Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 dan menetapkan kembali Peraturan Rektor Nomor 15 Tahun 2023.
Baca Juga:
Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman 2024 Lia Triana mengatakan lembaganya menerima banyak pengaduan dari calon mahasiswa baru mengenai biaya kuliah. Mereka rata-rata mengeluhkan tarif UKT yang tinggi. “Mereka mengaku tak sanggup membayarnya,” kata Lia, Jumat kemarin.
BEM juga mendapat pengaduan dari sejumlah calon mahasiswa baru yang merasa dijebak oleh pihak rektorat. Sebab, peraturan rektor yang mengatur kenaikan UKT baru disosialisasi kepada calon mahasiswa baru jalur SNBP pada 23 April lalu. Padahal calon mahasiswa baru itu sudah telanjur memilih Unsoed sebagai perguruan tinggi pilihan. Adapun hasil SNPB diumumkan pada 26 Maret 2024. Unsoed menerima 2.464 mahasiswa baru.
Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menggelar aksi menolak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di gedung Rektorat Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, 29 April 2024. DetikJateng/Anang Firmansyah
Menteri Aksi dan Propaganda BEM Unsoed Muhammad Hafidz Baihaqi mengatakan UKT mahasiswa baru 2024 mengalami kenaikan berkali-kali lipat dibanding biaya pada tahun sebelumnya. Ia mencontohkan, Program Studi Keperawatan Kelas Internasional menetapkan nominal UKT tertinggi sebesar Rp 52 juta per semester per mahasiswa pada 2024. Angka ini naik lima kali lipat dibanding pada tahun lalu yang hanya Rp 9 juta.
"Contoh lain program studi di Fakultas Hukum nominal paling besar Rp 3 juta. Dengan peraturan baru ini, naik menjadi Rp 14,5 juta," kata Hafidz, kemarin. “Kenaikan biaya kuliah ini juga berlaku di program studi lainnya.”
Rektor Unsoed Akhmad Sodiq belum merespons permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Sesuai dengan rilis yang diterima Tempo, Wakil Rektor Unsoed Bidang Akademik Noor Farid mengatakan Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 sudah dicabut. Peraturan ini lantas digantikan dengan Peraturan Rektor Unsoed Nomor 9 Tahun 2024.
"Yang pertama khusus memastikan bahwa UKT terjangkau bagi warga tidak mampu dengan tetap ada UKT level I dan II. Level I Rp 500 ribu per semester dan level II Rp 1 juta. Yang setidaknya diberikan untuk 20 persen mahasiswa yang diterima," kata Noor Farid.
Ia mengatakan tarif UKT mahasiswa baru 2024 di Unsoed sebagian besar berada di level II, III, dan IV. Namun untuk memastikan biaya kuliah tetap berkeadilan, tarif UKT calon mahasiswa baru akan ditentukan berdasarkan penghasilan orang tua atau wali dan jumlah tanggungan keluarga.
Kampus juga akan berusaha menghindari kesalahan input data dengan jalan memverifikasinya lebih dulu. Verifikasi data ini akan melibatkan seluruh fakultas. Setelah data terverifikasi, kata Noor Farid, calon mahasiswa baru dapat merumuskan proses registrasi dengan membayar UKT ketika semester berjalan.
“Mahasiswa bisa mengajukan permohonan penyesuaian UKT pada semester kedua, yang diharapkan menjadi solusi bagi mahasiswa yang mengalami kendala secara ekonomi," katanya.
Biaya Kuliah di UGM
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada juga menyoal biaya kuliah di kampusnya yang mengalami kenaikan. Koordinator Forum Advokasi UGM, Rio Putra Dewanto, mengatakan lembaganya telah mensurvei 722 mahasiswa UGM angkatan 2023. Hasilnya, sebanyak 511 mahasiswa merasa berkeberatan dengan nilai UKT. Mereka lantas mengajukan peninjauan kembali ke pihak kampus.
Forum Advokasi UGM menduga penyebab tarif UKT yang memberatkan ini adalah pemangkasan golongan, dari delapan menjadi lima level. Sejumlah golongan itu adalah golongan pendidikan unggul yang membayar 100 persen UKT, golongan 75 persen subsidi, golongan 50 persen subsidi, golongan 25 persen subsidi, dan golongan 100 persen subsidi.
"Permohonan peninjauan kembali UKT ini juga sulit karena setiap fakultas punya aturan main sendiri, tidak seragam. Mahasiswa bingung karena informasinya menjadi simpang siur," kata Rio, Kamis lalu.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan UGM Supriyadi mengatakan seluruh mahasiswa tetap dijamin bisa menyelesaikan pendidikannya di UGM. "Kami menempatkan mahasiswa pada UKT yang sesuai dengan kemampuan orang tua atau pendukung pembayar UKT bersangkutan," kata Supriyadi, dua hari lalu.
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi protes ihwal uang kuliah tunggal (UKT) saat peringatan Hari Pendidikan Nasional di Balairung UGM, Yogyakarta, 2 Mei 2024. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Akibat Status Badan Hukum
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, berpendapat, kenaikan UKT di Unsoed diduga karena kampus itu tengah mempersiapkan diri beralih dari perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN-BLU) menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH). Dengan status PTN-BH, kampus berwenang mengelola sendiri keuangannya. Namun status ini memiliki konsekuensi, yaitu subsidi pendidikan dari pemerintah berkurang.
“Kampus hanya mendapat subsidi kisaran 30 persen. Selebihnya kampus harus mencari sumber dana sendiri,” kata Edi.
Penulis buku Pendidikan Kritis: Kritik atas Praksis Neoliberalisasi dan Standardisasi Pendidikan ini mengatakan kampus yang ingin menjadi PTN-BH harus menyiapkan tabungan sekitar Rp 100 miliar. Akibatnya, Unsoed, yang selama ini dikenal sebagai kampus negeri dengan biaya kuliah murah, terpaksa menaikkan UKT mahasiswa untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
Selain menaikkan tarif UKT, kata dia, kampus menerapkan Sumbangan Pengembangan Institusi dan memperbesar kuota mahasiswa jalur mandiri. “Ini strategi kampus menaikkan pendapatan,” kata Edi.
Baca Juga:
Edi mengatakan saat ini perguruan tinggi memang sedang berlomba-lomba menjadi PTN-BH. Sebab, mereka terbuai dengan iming-iming otonomi keuangan kampus. Namun otonomi kampus itu disertai dengan pengurangan bantuan anggaran dari pemerintah.
Menurut Edi, kondisi seperti ini tidak sesuai dengan alasan dasar berdirinya kampus negeri, yaitu pemerintah bertanggung jawab memberi layanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah, bahkan gratis.
“PTN-BH yang menjadikan biaya kuliah mahal sudah tidak sesuai dengan dasar historis, politik, dan ideologi berdirinya sekolah serta kampus negeri,” kata dia.
Sesuai data Kementerian Pendidikan, total kampus negeri berstatus PTN-BH sebanyak 21 hingga saat ini. Adapun kampus negeri di Indonesia sebanyak 184.
Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Hamzah, menilai kebijakan PTN-BH merupakan bentuk liberalisasi pendidikan. Dengan status itu, perguruan tinggi tidak lagi murni menjadi badan publik. Perguruan tinggi negeri menjadi badan hukum yang harus membiayai hidupnya secara mandiri. Karena itu, kampus terpaksa mencari sumber pendanaan sendiri.
“Cara mudahnya dengan menaikkan UKT,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan biaya kuliah seharusnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pemerintah tidak boleh lepas tangan. Pemerintah tetap wajib memberi subsidi sesuai dengan kebutuhan dana pendidikan.
Menurut Ubaid, jika pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap pendanaan kampus, akan berpotensi mengurangi minat masyarakat kuliah di perguruan tinggi.
“Jadi negara punya peran jelas dalam pembiayaan. Ini harus menyesuaikan dengan data bayar mahasiswa dan orang tua, bukan diserahkan kepada kampus untuk melakukan komersialisasi pendidikan,” kata Ubaid.
Koordinator KIKA, Satria Unggul, menilai kebijakan mendorong kampus negeri berstatus PTN-BH sama saja dengan menjadikannya kampus swasta. Sebab, kampus negeri itu harus mencari sumber pendanaan sendiri.
“Kebijakan PTN-BH ini bisa menurunkan kualitas pendidikan karena mereka berkejaran mencari kuantitas,” kata Satria.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan Abdul Haris mengatakan perguruan tinggi negeri seharusnya menentukan UKT berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa dan orang tua. Asas keadilan menjadi kunci, yaitu menemukan titik ekuilibrium antara kemauan membayar dan kemampuan membayar.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024, perguruan tinggi dapat menetapkan beberapa kelompok UKT, dengan ketentuan paling tinggi sama dengan besaran BKT per semester. Peraturan ini juga menetapkan besaran UKT kelompok I sebesar Rp 500 ribu dan kelompok II sebesar Rp 1 juta per mahasiswa per semester. “Penetapan kelompok UKT ini bertujuan memberikan akses pendidikan tinggi secara berkeadilan sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa,” kata Abdul Haris.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Pribadi Wicaksono berkonstribusi dalam penulisan artikel ini.