Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Daya tampung SMP lebih sedikit dibanding lulusan sekolah dasar.
Separuh lulusan SD tertampung di sekolah menengah swasta.
Sebanyak 128 kecamatan di Jawa Barat belum punya SMA-SMK negeri.
JAKARTA – Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) mencatat pemerataan dan kesenjangan kesempatan pendidikan menjadi masalah krusial di sektor pendidikan hingga saat ini. Hasil riset PSPK mendapati masih banyak daerah yang kekurangan sekolah di berbagai jenjang pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di beberapa daerah itu bangku SMP negeri masih kurang. Bahkan, ketika dicampur antara SMPN dan SMP swasta pun masih kurang,” kata Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia, Jumat, 2 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nisa mengatakan kekurangan sekolah ini sangat memprihatinkan. Sebab, pemerintah sudah lama mencanangkan wajib belajar sembilan tahun atau wajib pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Tapi faktanya, daya tampung sekolah menengah lebih sedikit dibandingkan dengan angka lulusan sekolah dasar.
Sesuai dengan Data Pokok Pendidikan 2023, Indonesia masih kekurangan 869 ribu bangku SMP. Artinya, sebanyak 869 ribu murid lulusan sekolah dasar tidak terserap di sekolah menengah. Kekurangan daya tampung siswa ini terjadi di 240 kabupaten dan kota atau separuh dari total 514 kabupaten dan kota di Indonesia.
Masalah lain, separuh lulusan sekolah dasar tertampung di sekolah menengah swasta. Padahal biaya pendidikan di sekolah swasta jauh lebih mahal dibanding sekolah negeri. Sehingga sebagian orang tua siswa terpaksa membayar lebih mahal untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi anaknya.
Menurut Nisa, fenomena ini terjadi karena adanya miskonsepsi daya tampung cukup dengan adanya wajib belajar 9 tahun. Ada juga miskonsepsi bahwa mengupayakan pendidikan terbaik di jenjang SMA merupakan tanggung jawab orang tua. Padahal, “Tidak semua orang tua mampu memfasilitasi pendidikan anaknya di jenjang SMA sederajat karena faktor biaya. Selain itu, kualitas sejumlah SMA sederajat masih belum memadai.”
Ia melanjutkan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga hanya menyebutkan wajib belajar 9 tahun. Sehingga pendidikan SMA dan sederajat belum menjadi prioritas di beberapa daerah.
Urusan pendidikan ini menjadi tema debat calon presiden pada Ahad besok. Selain pendidikan, debat pamungkas calon presiden ini akan mengangkat tema tentang kesejahteraan sosial, kebudayaan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. Debat yang digelar KPU ini akan berlangsung di Jakarta Convention Center, kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Sejumlah pelajar saat pulang sekolah di SMK Negeri 15, Kebayoran Baru, Jakarta, 2021. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Beberapa daerah yang mengalami kekurangan sekolah berada di Jawa Barat. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat, Lendra Sofyan, mengatakan 128 kecamatan di kabupaten-kota se-Jawa Barat belum memiliki SMA maupun SMK negeri. Bahkan ada 16 kecamatan yang sama sekali tidak memiliki SMA negeri maupun swasta.
Ia menyebutkan kecamatan yang belum memiliki SMA/SMK negeri tersebut berada di lima daerah, yaitu di Ciamis, Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Sumedang. Karena itu, Pemerintah Provinsi akan berfokus membangun sekolah di kecamatan tersebut. Alokasi anggaran untuk membangun SMA/SMK baru itu mencapai Rp 10 miliar per sekolah. “Sekolah itu sudah ada toiletnya, lab, dan segala macamnya,” kata Lendra di Gedung Sate Bandung pada 9 Januari lalu.
Di samping itu, kata Lendra, bangunan 144 SMA/SMK di Jawa Barat masih berstatus sewa serta berada di lahan bukan aset pemerintah provinsi. Ia mengatakan akan mengurus lebih dulu sekolah yang belum memiliki gedung sekolah tersebut.
Pelaksana harian Sekretaris Daerah Jawa Barat, Mohammad Taufiq Budi Santoso, mengatakan, dalam lima tahun, Jawa Barat menargetkan membangun 144 SMA/SMK baru agar seluruh kecamatan di Jawa Barat memiliki SMA/SMK negeri. Persiapan pembangunan sekolah baru tersebut akan dimulai tahun ini.
Target pertama, kata dia, pemerintah akan membangun SMA/SMK negeri yang bangunannya masih berstatus sewa. Alokasi anggaran pembangunan itu mencapai Rp 11 miliar. “Masing-masing sekolah Rp 3 miliar,” kata Taufiq. “Dana tersebut hanya untuk mendirikan bangunan dan isinya, tidak termasuk tanah.”
Kekurangan sekolah juga terjadi di DKI Jakarta. Anggota DPRD DKI Jakarta, Nurhasa, pernah membeberkan kekurangan SMP dan SMA/SMK di kawasan padat penduduk. "Masih ada kecamatan padat penduduk yang kekurangan SMP dan SMA/SMK," kata Nurhasan dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta pada 13 September 2023.
Ia menyebutkan sejumlah wilayah yang kekurangan SMP dan SMA atau sederajat, yaitu Pancoran, Jakarta Selatan; Cakung, Jakarta Timur; Penjaringan, Jakarta Utara, Palmerah, Jakarta Barat, dan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Menanggapi desakan tersebut, penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengatakan siap menambah SMP dan SMA/SMK di lima kawasan tersebut. Ia mengatakan pemerintah akan membangun sekolah dengan konsep penggabungan antara SD, SMP, dan SMA/SMK. “Kalau lahannya tidak ada, maka satu gedung ada SD dan SMP," kata Heru.
Murid SMP Dewi Sartika belajar di ruang kelas di Bandung, Jawa Barat, 2022. TEMPO/Prima Mulia
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSG), Heru Purnomo, mengatakan kekurangan infrastruktur pendidikan ini bisa menjadi hambatan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Ia menyebutkan, bonus demografi Indonesia yang diramalkan terjadi pada 2045 bukan hanya jumlah tenaga produktif, tapi juga sumber daya manusia yang berkualitas.
“Jangan sampai bonus penduduk usia produktif yang melimpah justru menambah angka ketergantungan sehingga menjadikan problem sosial,” kata Heru Purnomo.
Menurut dia, jalur pemerataan pendidikan belum tercapai hingga kini. Sebab, hanya segelintir provinsi dan perkotaan yang mampu membangun infrastruktur pendidikan yang lebih baik karena memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah yang besar. “Neraca pendidikan daerah (NPD) di setiap daerah masih variatif. Hanya Jakarta yang mempunyai NPD yang baik, yaitu sekitar 22 persen,” katanya. Kondisi tersebut, kata Heru Purnomo, menjadi penyebab adanya ketidakmerataan infrastruktur pendidikan.
Heru Purnomo melanjutkan, pemerintah juga perlu memperhatikan jumlah kebutuhan guru di setiap sekolah. FSG memperoleh informasi bahwa masih banyak sekolah yang kekurangan guru, sehingga pihak sekolah terpaksa merekrut tenaga honorer.
EKA YUDHA SAPUTRA | AHMAD FIKRI | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo