Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Persoalan Lama tentang Polusi Udara

Presiden memanggil Menteri Siti Nurbaya untuk membahas persoalan polusi udara. Kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia.

17 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, 6 Juni 2023. ANTARA/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden memanggil Menteri LHK Siti Nurbaya untuk membahas persoalan polusi udara.

  • Kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia.

  • Pemerintah harus menjalankan keputusan pengadilan yang mengabulkan gugatan citizen lawsuit.

JAKARTA – Persoalan polusi udara mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo. Kemarin, secara khusus Presiden memanggil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar. "Ibu Siti Nurbaya Bakar dipanggil Bapak Presiden soal polusi udara," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden, kata Bey, mengingatkan Siti untuk mengambil langkah-langkah penanganan, termasuk berkoordinasi dengan instansi terkait. Apalagi saat ini Indonesia akan memasuki musim kemarau yang lebih panjang dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam kesempatan itu, Menteri Siti Nurbaya melaporkan tentang persiapan keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP28 di Uni Emirat Arab pada akhir tahun ini. "Menteri LHK juga melaporkan tentang alat-alat monitoring polusi udara yang dimiliki," kata Bey.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kualitas udara Jakarta dalam beberapa hari terakhir mendapat sorotan karena berada di urutan ketiga terburuk di dunia, setelah Johannesburg di Afrika Selatan dan Lahore di Pakistan. Berdasarkan data IQAir, kualitas udara di Jakarta mencapai nilai 154 US AQI, disusul Birmingham di Britania Raya dengan 147 US AQI serta Delhi di India dengan 122 US AQI.

Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, 6 Juni 2023. ANTARA/Fauzan

Peringkat kualitas udara Jakarta saat ini berada pada indikator merah, yang berarti tidak sehat, atau naik dari indikator oranye yang artinya tidak sehat bagi kelompok sensitif. Indikator warna ini digunakan IQAir untuk membedakan kualitas udara. Warna hijau untuk menunjukkan kualitas udara baik, kuning untuk kualitas udara sedang, dan ungu untuk kualitas udara sangat tidak sehat. Adapun kualitas udara paling buruk atau berbahaya dilambangkan dengan warna hitam.

Menurut Climate Impact Associate dari Yayasan Indonesia Cerah, Diya Farida, kualitas udara Jakarta yang buruk ini sebenarnya adalah persoalan lama. Bahkan masalah ini pernah dibawa ke meja hijau lewat gugatan warga (citizen lawsuit) pada 2021. Adapun gugatan itu ditujukan kepada Jokowi (tergugat 1), Menteri LHK (tergugat 2), Menteri Kesehatan (tergugat 3), Menteri Dalam Negeri (tergugat 4), dan Gubernur DKI Jakarta (tergugat 5).

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut, tapi putusan pengadilan tidak pernah dijalankan oleh tergugat. "Jadi, kalau ditanya apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi buruknya kualitas udara saat ini, jalankan saja apa yang menjadi putusan pengadilan," kata Diya.

Menurut Diya, sejauh ini hanya pemerintah DKI Jakarta yang berlaku kooperatif menjalankan putusan pengadilan. Namun upaya membersihkan langit Ibu Kota tidak bisa hanya dilakukan sendirian. "Karena, kalau kita lihat, di Jawa Barat dan Banten itu ada banyak kawasan industri yang juga menjadi penyumbang polusi udara ini," ujarnya. "Sehingga tidak bisa kita hanya salahkan emisi transportasi Jakarta."

Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyayangkan sikap para tergugat yang tak menjalankan kewajibannya guna melindungi warga untuk mendapat udara bersih. Bondan tak mengesampingkan upaya DKI Jakarta menjalankan hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun upaya tersebut belum maksimal. "Sebab, meski emisi kendaraan di Jakarta berkurang sekali pun, pencemaran ini akan tetap terjadi jika daerah di sekitar Jakarta tidak melakukan hal serupa," kata dia.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan polusi udara Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi, baik transportasi dan residensial maupun sumber regional yang berasal dari kawasan industri di sekitar Jakarta. Pada musim kemarau, biasanya akan terjadi kenaikan tingkat polusi.

Petugas memeriksa emisi gas buang kendaraan bermotor di Parkir Utara Taman Marga Satwa Ragunan, Jakarta, 6 Juni 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Upaya yang dilakukan pemerintah Jakarta untuk menciptakan udara bersih, salah satunya, adalah menerbitkan Pergub Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Regulasi itu mewajibkan kendaraan di Ibu Kota menjalani uji emisi gas buang dan memenuhi ambang batas emisi.

Pemerintah Jakarta juga telah menerbitkan Pergub Nomor 76 Tahun 2020 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap, serta Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara sebagai upaya pengurangan sumber emisi polusi udara. "Beberapa kebijakan yang diperketat untuk menghadapi menurunnya kualitas udara antara lain meningkatkan kegiatan uji emisi, pengawasan emisi dari sektor industri, dan berkoordinasi untuk pengetatan kebijakan ganjil-genap di Jakarta," ujar Asep.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, Luckmi Purwandari, mengatakan memburuknya kualitas udara Jakarta sangat dipengaruhi oleh siklus musim. "Misalnya, bulan April sampai September adalah musim kemarau, di mana bertiup angin timur yang kondisinya kering serta membawa debu dan partikel lebih banyak," kata Luckmi.

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk menangani masalah polusi udara di Indonesia, terutama di Jakarta. Upaya tersebut mencakup semua sumber pencemaran, seperti aktivitas industri, pembangkit listrik, pertambangan, transportasi, dan pengelolaan sampah. "Pada intinya, kami juga mendorong partisipasi dan sinergi semua stakeholder dalam perbaikan kualitas udara serta penegakan hukum," kata Luckmi.

ANDI ADAM FATURAHMAN | MUTIA YUANTISYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus